Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAMBIL menjinjing kotak biolanya, Wage Rudolf Soepratman menghampiri Soegondo Djojopoespito di sela Kongres Pemuda II di Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat 106. Saat itu 28 Oktober 1928. Pemuda 25 tahun itu memberi hormat sebentar, lalu menyodorkan secarik kertas berisi notasi dan syair lagu berjudul Indonesia. Ia meminta Soegondo, pemimpin rapat, memberinya kesempatan membawakan lagu tersebut.
Membaca syair lagu itu, Soegondo mengerutkan keningnya. Banyak frasa yang bisa menyulut semangat persatuan. Dia khawatir, jika teks itu dinyanyikan, Polisi Hindia Belanda bisa-bisa langsung membubarkan kongres. Soegondo lalu menghampiri utusan dari kantor Voor Inlandsche Zaken, Van der Vlaas, untuk berkonsultasi. Ternyata Vlaas tak berkeberatan lagu itu dimainkan, asalkan tanpa syair.
Soepratman sepakat. "Saya hanya akan membawakannya dengan permainan biola," katanya berjanji. Memakai setelan putih-putih dan berpeci hitam, pemuda berkacamata itu pun menggesek biolanya, memainkan lagu Indonesia secara instrumental.
Ratusan peserta kongres mendengarkan dengan takzim. Itu pertama kali lagu Indonesia--kemudian berubah menjadi Indonesia Raya--diperdengarkan. Meski tanpa teks, menurut B. Sularto dalam buku Sejarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, gesekan biola Soepratman "menggelorakan semangat para pemuda".
Syair lagu tersebut baru dipublikasikan pada 10 November 1928 oleh surat kabar Sin Po. Koran Tionghoa berbahasa Melayu itu menyebut judul lagu tersebut Indonesia dan ditulis W.R. Soepratman.
Tapi beberapa catatan lain menyatakan syair lagu Indonesia sesungguhnya digubah Muhammad Yamin. Salah satunya buku Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah. "Komposisi nadanya disusun W.R. Soepratman dan kata-katanya oleh Muhammad Yamin," Navis menulis dalam buku tersebut. Menurut penulis Robohnya Surau Kami ini, informasi tersebut dia dapatkan dari Mohammad Nazif dan Anwar Sutan Saidi. Nazif adalah peserta Kongres Pemuda II, sedangkan Anwar merupakan pendiri Penerbit Nusantara, yang kerap menerbitkan buku Yamin.
Dugaan bahwa syair lagu Indonesia diciptakan Yamin juga disampaikan Restu Gunawan, penulis buku Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan. Saat dihubungi Tempo akhir Juli lalu, Restu mengatakan jejak Yamin dalam syair Indonesia bisa dilihat pada frasa "tanah air" dan "tumpah darah".
Yamin telah menulis puisi berjudul Tanah Air pada 1920 dan Indonesia Tumpah Darahku pada 26 Oktober 1928. Dua frasa ini menjadi pembuka syair lagu Indonesia. "Kalau dianalisis dari sudut pandang ini, memang lirik lagu itu mengikuti pola pikir Yamin," ujar Restu. "Sehingga, kalau diduga lirik lagu Indonesia Raya diciptakan oleh Yamin, ada benarnya juga."
Sejarawan senior Taufik Abdullah malah mengaku pernah dikirimi potongan artikel yang menyebutkan Yamin menghibahkan syair tersebut kepada Soepratman sebelum Kongres Pemuda II dimulai. "Itu sebabnya Yamin tidak pernah mempersoalkan hak cipta," kata Taufik.
Taufik lupa siapa penulis artikel tersebut. Yang pasti, menurut sejarawan penyandang gelar doctor honoris causa dari Universitas Indonesia ini, artikel tersebut dimuat Kompas pada 2000 atau 2001. "Saya hanya ingat penulisnya adalah tokoh yang berasal dari Indonesia timur," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo