Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, suatu hari di penghujung 1955, Jaksa Agung Soeprapto sedang dalam perjalanan dinas ke Sumatera Selatan, Tengah, dan Timur. Ia gembira melihat perkembangan di sana, tapi sekonyong-konyong sebuah info menyengatnya: Yang Wei Pin dan Khouw Kim Eng, dua tahanan kelas kakap, dilepaskan dari sel tahanan.
Yang lebih gila lagi, sejumlah tokoh penting telah memberikan jaminan agar dua tersangka itu dilepaskan.
Pin dan Eng adalah tahanan jaksa. Soeprapto tak pernah membayangkan hal itu bisa terjadi. Bahkan pengacara kedua tersangka ini pun tak pernah menyinggung rencana mengajukan jaminan pengalihan status jadi tahanan luar.
”Seolah-olah seorang kaya-raya bisa saja berbuat sekehendak hati walaupun bersalah. Sehingga tidak usah merasakan pahit getir akibat perbuatannya yang merugikan negara,” gumam Soeprapto. Ada aturan pemberian jaminan diri dan harta benda untuk melepaskan seseorang dari status tahanan, tapi ia tak akan memberikannya.
Yang Wei Pin adalah Direktur NV Dewi Sri, sedangkan Khouw Kim Eng Direktur NV Libra. Keduanya pengusaha licin. Entah apa yang sesungguhnya mereka lakukan, yang jelas kali itu Kejaksaan menjerat Pin dan Eng dengan tuduhan menjalankan praktek curang perdagangan barter dengan Hong Kong. Praktek curang yang terkait dengan pemberian kompensasi kepada negara. Bagian intelijen Kejaksaan Agung yang dipimpin Mr. Oemar Seno Adji yang memasok info ini.
Pin dan Eng ditangkap, kemudian dijebloskan (kembali) ke rumah tahanan. Dan Soeprapto tak berhenti di situ. Bersama Pin dan Eng, Kejaksaan juga menjebloskan beberapa pegawai Kantor Pusat Urusan Impor (KPUI) ke tahanan. Jaksa Ekonomi pada Kejaksaan Jakarta Raya, Mr. Mochtar Affandie, menyebut tiga pegawai KPUI itu: Nur Daeng Pabeta, Purwadi, M. Salaka.
Tersangka lainnya ialah Datuk Sati dari Firma Datuk Sati dan A. Gaffar Gustaman dari Netral Trading Coy. Mereka ini semua rekan permainan Pin dan Eng yang membuat uang negara jutaan rupiah mengalir ke dompet pribadi.
Siapa tokoh yang bahkan mau menjaminkan hartanya demi Pin dan Eng? Ada sejumlah nama yang dipasok bagian intelijen Kejaksaan, termasuk Mr. Iwa Kusuma Sumantri. Iwa disebut-sebut menjaminkan dirinya untuk melepaskan Eng. Saat itu, Iwa sudah tak lagi menjabat Menteri Pertahanan. Sedangkan penjamin Pin, antara lain, Djasam, Direktur Bank Indonesia Raya A. Malik, dan Direktur Jawatan Pelayaran Indonesia.
Sampai kini, tak begitu jelas mengapa tokoh seperti Iwa Kusuma Sumantri melakukan itu. Prijatna Abdurrasjid, Wakil Jaksa Agung ketika itu, tak yakin Iwa memberikan jaminan buat Eng. ”Iwa itu ahli hukum dan tegas. Tak mungkinlah ia melakukan seperti itu,” kata anak buah Soeprapto ini kepada Tempo. Agung Priyatna hanya bisa menyimpulkan: keterlibatan Iwa lebih pada sisi politis soal ini.
Pada masa kabinet Ali-Wilopo situasi pemerintahan penuh intrik. Agung Priyatna menyebutkan, tekanan-tekanan politis sering singgah di institusinya, namun Soeprapto selalu menepisnya. Begitu pula Kepolisian dan Kehakiman, semua kompak menegakkan hukum.
Setelah kejaksaan bergerak, Kepolisian Reserse Kriminal Kepolisian Djakarta Raya menyita barang-barang berharga milik Pin dan Eng. Tak ada yang peduli pada jaminan orang-orang penting itu. Barang-barang berharga milik tersangka Nur Daeng Pabeta juga disita.
”Bersih-bersih” juga dilakukan Soeprapto di rumahnya, Kejaksaan Agung. Ia sendiri menangkap dan menahan anak buahnya yang telah menerima uang Rp 200 ribu dari istri Pin, uang suap untuk melepaskan Pin dari tahanan. Soeprapto kemudian membuat surat tuntutan dan membawa anak buahnya itu ke pengadilan.
Langkah Soeprapto sejalan dengan Ketua Mahkamah Agung Mr. Wirjono Prodjodikoro. Menurut Wirjono, kerugian yang diderita negara akibat larinya seorang tahanan yang tersangkut perkara besar tidak dapat dinilai dengan jaminan uang atau orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo