DUNIA usaha taksi di Jakarta tidak secerah warna taksinya.
"Suram," begitu kata Ny. Djokosoetono seusai dengar pendapat
dengan DPRD DKI, Senin pekan lalu. "Ada kepincangan," ujar Izak
A. Rumaedi, Direktur Sri Medali yang menjabat sebagai Ketua
Organda Unit Taksi. Ia membandingkan harga bensin yang dalam
tempo 10 tahun mengalami kenaikan sampai enam kali, sedangkan
tarif taksi hanya tiga kaii.
Lonjakan harga sudah sedemikian rupa, hingga tidak terkejar oleh
biaya penyusutan. "Akibatnya dalam waktu lima tahun mobil bobrok
tak terganti," ujar Izak sedih. Bencana seperti inilah yang
sekarang dialami Sri Medali. Armadanya merosot dari 150 menjadi
50. Tapi, "kami sudah terlanjur basah," kata Izak pula. Sejak
dua tahun lalu, perusahaarmya memang berusaha meremajakan
armada, tapi jumlahnya toh menyusut. "Kalau ini tak dilindungi
pemerintah ya hitung sendirilah kapan ambruknya," ujar Izak
setengah putus asa.
Menurut Ny. Djokosoetono dari taksi Blue Bird, hanya tiga
perusahaan yang sanggup menambah armada, yaitu Blue Bird,
President Taxi dan Koperasi Taxi. Perusahaan lain, seperti Sri
Medali, Ratax, Morante, Steady Safe, Royal City Taxi dan Gamya,
tidak dapat berkembang atau sebaliknya malah menyusut. BB
berkembang justru dengan mobil-mobil bekas, yang dibeli seperti
kata Ny. Djoko, "hanya untuk tidak mengecewakan penumpang."
Lagipula dengan armada yang membesar, overhead bisa dikurangi.
Karena "mengelola 50 taksi sama dengan mengelola 500 taksi."
Seperti Izak, Ny. Djoko juga membandingkan kenaikan BBM, olie,
suku cadang, biaya pemeliharaan, gaji karyawan dan lain
sebagainya yang berbeda jauh dengan kenaikan tarif taksi.
"Rata-rata kenaikan itu 50%, tapi taksi tetap. Jadi kalau
dihitung dengan grafik, titik keuntungan itu makin mengecil."
Wilson Panggabean Dirut President Taxi, perusahaan taksi dengan
armada terbesar itu (4817) juga melihat prospek yang serba
suram, khususnya dalam peremajaan taksi. "Tanpa bantuan
pemerintah, susah," katanya. "Pokoknya saya menjuruskan usaha
pada peremajaan. Paling tidak, saya bisa mendapatkan KIK."
Menurut Izak Rumaedi, Organda kini sedang memperjuangkan
kenaikan tarif taksi ke DLLAJR. "Semua masih dalam proses,"
katanya tanpa dapat menyebutkan batas waktu. Di samping itu ia
juga berjuang untuk mendapat prototype taksi yang berharga Rp 6
juta, hingga terjangkau dengan biaya penyusutan yang terkumpul
dalam lima tahun. Kalau ini berhasil, mungkin prospek taksi di
Jakarta akan sama cerah dengan warna taksinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini