Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tak secerah warnanya

Keluhan beberapa pengusaha taksi di jakarta. ada yang bertambah armadanya, ada yang malahan menyusut. prospek taksi di jakarta. kenaikan tarif taksi diperjuangkan.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUNIA usaha taksi di Jakarta tidak secerah warna taksinya. "Suram," begitu kata Ny. Djokosoetono seusai dengar pendapat dengan DPRD DKI, Senin pekan lalu. "Ada kepincangan," ujar Izak A. Rumaedi, Direktur Sri Medali yang menjabat sebagai Ketua Organda Unit Taksi. Ia membandingkan harga bensin yang dalam tempo 10 tahun mengalami kenaikan sampai enam kali, sedangkan tarif taksi hanya tiga kaii. Lonjakan harga sudah sedemikian rupa, hingga tidak terkejar oleh biaya penyusutan. "Akibatnya dalam waktu lima tahun mobil bobrok tak terganti," ujar Izak sedih. Bencana seperti inilah yang sekarang dialami Sri Medali. Armadanya merosot dari 150 menjadi 50. Tapi, "kami sudah terlanjur basah," kata Izak pula. Sejak dua tahun lalu, perusahaarmya memang berusaha meremajakan armada, tapi jumlahnya toh menyusut. "Kalau ini tak dilindungi pemerintah ya hitung sendirilah kapan ambruknya," ujar Izak setengah putus asa. Menurut Ny. Djokosoetono dari taksi Blue Bird, hanya tiga perusahaan yang sanggup menambah armada, yaitu Blue Bird, President Taxi dan Koperasi Taxi. Perusahaan lain, seperti Sri Medali, Ratax, Morante, Steady Safe, Royal City Taxi dan Gamya, tidak dapat berkembang atau sebaliknya malah menyusut. BB berkembang justru dengan mobil-mobil bekas, yang dibeli seperti kata Ny. Djoko, "hanya untuk tidak mengecewakan penumpang." Lagipula dengan armada yang membesar, overhead bisa dikurangi. Karena "mengelola 50 taksi sama dengan mengelola 500 taksi." Seperti Izak, Ny. Djoko juga membandingkan kenaikan BBM, olie, suku cadang, biaya pemeliharaan, gaji karyawan dan lain sebagainya yang berbeda jauh dengan kenaikan tarif taksi. "Rata-rata kenaikan itu 50%, tapi taksi tetap. Jadi kalau dihitung dengan grafik, titik keuntungan itu makin mengecil." Wilson Panggabean Dirut President Taxi, perusahaan taksi dengan armada terbesar itu (4817) juga melihat prospek yang serba suram, khususnya dalam peremajaan taksi. "Tanpa bantuan pemerintah, susah," katanya. "Pokoknya saya menjuruskan usaha pada peremajaan. Paling tidak, saya bisa mendapatkan KIK." Menurut Izak Rumaedi, Organda kini sedang memperjuangkan kenaikan tarif taksi ke DLLAJR. "Semua masih dalam proses," katanya tanpa dapat menyebutkan batas waktu. Di samping itu ia juga berjuang untuk mendapat prototype taksi yang berharga Rp 6 juta, hingga terjangkau dengan biaya penyusutan yang terkumpul dalam lima tahun. Kalau ini berhasil, mungkin prospek taksi di Jakarta akan sama cerah dengan warna taksinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus