Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pabrik yang membawa musibah

Penduduk kampung babakan bandung, lio dan rengas condong di kab. karawang terkena pencemaran disebabkan buangan air/limbah pabrik kertas pt. pindo deli pulp & paper mills yang dibuang ke s. ciliwung.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN penduduk Kampung, Babakan Bandung, Lio dan Rengas Condong di Kabupaten Karawang sudah tak bisa lagi menggunakan sumur mereka. Dasar sumur, walau dalamnya sampai 15 meter, tampak kering. Mengharapkan air dari Sungai Citarum, mereka juga tidak bisa. Soalnya air sungai itu acap kali berganti warna kuning, putih, hijau, atau bercampur solar dan minyak disel. Tak ayal lagi penduduk itu menuding pabrik kertas PT Pindo Deli Pulp dan Paper Mills (PT PDPPM) sebagai biang keladi musibah itu. Pabrik itu terletak di Desa Adiarsa, tak jauh dari kampungkampung itu. Perusahaan PMDN itu berproduksi sejak 1978 dan menghasilkan 2.170 ton kertas tulis dan cetak setiap tahun. Sebetulnya berkapasitas produksi sampai 7.020 ton setahun, pabrik itu mempergunakan berbagai jenis kraft ulp dan berbagai bahan kimia sebagai bahan baku -- hampir seluruhnya diimpor dari luar negeri. Buat pembuangan air, bekas solar dan minyak disel, pabrik itu membuat saluran sepanjang beberapa ratus meter. Saluran ini bertemu dengan saluran lain yang bermuara di Sungai Citarum. "Sejak pabrik kertas membuang kotorannya ke Citarum, kami tidak dapat mencuci beras atau mandi seenaknya," ujar Jumsir, penduduk yang sudah 40 tahun tinggal di tepi sungai itu. "Badan akan terasa gatal-gatal dan lengket. Bila terminum, airnya terasa pahit dan tenggorokan kering." Puluhan anak kampung sekitar tepi Citarum itu bahkan menderita penyakit kulit seperti kudis. "Kalaupun ada yang mencuci dan mandi di Citarum karena terpaksa," tutur Sabih, penduduk lainnya. "Sumber air minum tak ada lagi, sedangkan kami tak mampu membeli air leding." Kenapa sumur jadi kering? Penduduk di sana menunjuk kepada 24 sumur artetis yang dibuat pabrik itu untuk keperluannya. "Sebenarnya sumur artetis itu tidak mengganggu sumur penduduk, karena lebih dalam," tutur Ir. Saleh Umar, Ketua Bappeda Karawang. Tapi sumur artetis itu, dengan kedalaman lebih 130 meter, cukup hebat menyedot air. Manajer PT PDPPM, Drs. Singgih, dalam suatu keterangan pers pernah menyanggupi akan membuat dua sumur pompa serta kran air di luar pabrik. "Itu demi kepentingan masyarakat, " katanya. Suatu pengakuan bertanggungjawab atas musibah itu? "Buktinya, sejak ada sumur artetis itu di pabrik, sumur kami jadi kering," ujar Sabih. Sebelum ada pabrik itu, sumur penduduk konon tak pernah kering, sekalipun di musim kemarau. Perihal musibah itu sudah beberapa kali dilaporkan penduduk kepada Kepala Desa Adiarsa. "Tapi laporan kami tidak ditanggapi," ujar Ayo, Ketua RT Kampung Babakan Bendungan. "Kami tidak menuntut ganti rugi. Yang kami 'tuntut ialah kembalinya sumber air." Tapi keluhan penduduk rupanya terdengar juga di Pemda Kabupaten Karawang. Akhir Juni, sebuah tim Komisi Kelestarian Lingkungan Hidup -- beranggotakan unsur DPRD, Ketua Bappeda, DPU, Kepala Dinas Perindustrian serta camat dan lurah setempat -- dibentuk Bupati Karawang, Opon Sopandji. Tim tadi bertugas memeriksa pabrik kertas itu. "Kalau ternyata pabrik itu tidak memenuhi syarat, akan saya tutup," kata bupati itu. Setelah diperiksa. diketahui hahwa pabrik itu belum punya bak penampungan untuk mengolah air buangan sebelum dialirkan ke Citarum. Saleh Umar, Ketua Bappeda yang jadi anggota tim itu mengungkapkan hal ini. Padahal sudah ada peraturan bahwa setiap pabrik diwajibkan mengolah air buangan sebelum dialirkan ke Sungai Citarum. Bahkan air buangan itu harus melalui penelitian laboratorium, tapi PT PDP PM belum pernah melakukannya. Memang Serius Tim peneliti itu sekian jauh hanya memberikan saran kepada pabrik "untuk segera membuat bangunan pengolah air buangan, selambat-lambatnya akhir tahun," tutur Saleh Umar. Pihak pabrik sudah berjanji akan mematuhinya. Selain dipergunakan masyarakat sepanjang tepiannya untuk keperluan sehari-hari, air Sungai Citarum juga diperuntukkan irigasi dan saluran pembuang berbagai industri. Melalui bendung Curug, aliran Citarum dibelokkan ke arah timur sampai daerah Kabupaten Subang, juga untuk irigasi. Sedang aliran sebelah barat khusus untuk suplai air minum ke Pejompongan di Jakarta. Di sebelah utara bendung Curug, terdapat bendung Walahar, yang merupakan saluran irigasi terakhir. Dar bendung ini aliran dibelokkan ke arah tengah untuk saluran irigasi daerah Kabupaten Karawang. Setelah melewati bendung Walahar inilah, Citarum berfungsi penuh sebagai saluran pembuang, meski dengan syarat. Pencemaran Citarum memang serius, tapi tim peneliti menarik kesimpulan bahwa air buangan pabrik kertas Pindo Deli belum membahayakan lingkungan. Namun kesimpulannya itu tanpa mengadakan penelitian laboratorium terhadap air buangan pabrik itu. "Untuk memeriksa air buangan itu di laboratorium, tentunya memakan waktu lama dan biaya tidak sedikit," tutur Saleh Umar. Selain itu baik tim peneliti maupun Bappeda, tak punya data tentang batas kadar toksisitas yang diperkenankan dalam air buangan. Sampai pekan lalu tim Komisi Kelestarian Lingkungan Hidup belum juga mengadakan penelitian di lingkungan masyarakat setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus