Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Meluruskan perjalanan taksi

Keributan di perusahaan taksi blue bird. bermula dari protes pengemudi taksi, jafar dkk yang menuntut kenaikan uang komisi. perbandingan pendapatan sopir dari beberapa perusahaan taksi yang lain. (kt)

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANEKA warna bagaikan pelangi -- bertebaran di jalan-jalan. Itulah taksi di Jakarta yang sampai sekarang seluruhnya. telah mencapai jumlah 6.000 lebih. Kendaraan yang melayani penduduk berpenghasilan menengah ke atas ini, tampaknya semakin dibutuhkan. Mungkin karena itu pula, taksi yang berkali-kali dilanda kenaikan BBM sampai kini masih bertahan -- meskipun tak sedikit yang telah bertampang rongsokan. Kecuali ricuh manajemen yang merongrong President Taxi tahun lalu, dunia pertaksian nampak tenang, sampai terjadi keributan di perusahaan taksi Blue Bird. Dimulai dengan protes Jafar dkk, pengemudi taksi Blue Bird (BB). Jafar mewakili rekan ssama pengemudi mengusulkan tukar pendapat dengan pihak pengusaha, khususnya soal kenaikan komisi mereka. Tapi usul ditolak dan Jafar dinyatakan "menghasut, memfitnah dan memecah-belah". Dan dipecat. Karena kecewa, awal Mei silam, Jafar mengadukan nasib ke LBH. Terlibatnya lembaga ini bukan meredakan, malah mempertajam sengketa (TEMPO, 27 Juni 1981). Pemilik BB, Ny. Djokosoetono, menggerakkan satu aksi tandingan ke LBH yang menolak campur-tangan lembaga ini dalam kasus intern perusahaan mereka. Ny. Djoko diminta tampil di DPRD DKI dalam acara dengar pendapat. Ini belum cukup. Senin pekan lalu pihak BB mewajibkan para pengemudi hadir dalam apel kesetiaan yang dipusatkan di ketiga pool taksi milik mereka. Dari 35 pengemudi di pool Warung Buncit, 13 orang menolak menandatangani pernyataan setia pada perusahaan. Setia pada perusahaan berarti tidak mendukung Jafar. Akibatnya, ke-13 pengemudi itu tak diberi kendaraan. Kalau Jafar jelas terkena PHK, maka nasib 13 orang itu terkatung-katung, sampai sekarang. Kemelut Kemelut ini, bagi sebagian pengemudi, berpangkal pada perbaikan nasib. Soal komisi, misalnya. Menurut Ny. Djoko di depan sidang DPRD, sopir membawa pulang rata-rata Rp 5000 sehari. Tapi menurut Jafar dkk hanya Rp 2000. Perhitungannya menurut Jafar, begini: tiap hari, untuk 16 jam kerja, perusahaan menetapkan target setoran Rp 24.500. Dari jumlah ini pengemudi memperoleh komisi Rp 4.200 yang masih dipotong Rp 1.500 untuk 3 kali makan dan Rp 700 untuk rokok dan transpor. Sisanya bisa tinggal Rp 2.000, kalau tidak dipotong lagi untuk cicilan atau denda karena pernah tabrakan misalnya. Adalah Idris Pohan Pardede, Kepala Urusan Pembinaan Usaha Angkutan DLLAJR yang pernah mengadakan survei pribadi tentang pendapatan sopir taksi dari beberapa perusahaan. Menurut Idris, sopir President Taxi satu hari bersih menerima Rp 10.000 -- dengan ketentuan, sehari kerja sehari tidak. Denan bekerja 17 jam sehari, rata-rata bisa mereka kumpulkan Rp30.000. Sesudah dipotong setoran Rp 12500, bensin Rp 6.000 dan makan Rpl.500, memang masih tersisa Rp 10.000. Seorang sopir BB yang tidak mau disebutkan namanya, mengakui, pendapatan sopir President Taxi memang besar, karena setoran plus bensin hanya Rp 18.500, sedangkan untuk jam kerja yang sama Ny. Djoko menetapkan Rp 24.500. Tapi Nababan, 33 tahun, seorang sopir President Taxi toh mengeluh. Setoran yang ditentukan majikannya Rp 13.000 plus bensin, masih dirasanya berat. Dengan jam kerja yang sama, sopir Sri Medali harus menyetor Rp 13.600 sehari. Honor memang ada, Rp 10.000 sebulan - di BB Rp 7.500. Tapi jika pulang terlambat ke pool 1 jam didenda Rp 1.000, tidak mengenakan seragam didenda Rp 5.000, tidak bersepatu Rp 5.000. Binsar Nasution, 38 tahun, dengan geram berkata, "pokoknya lu lu, gua gua " Berbeda dengan sopir dari perusahaan taksi lain, sopir BB jelas menikmati beberapa fasilitas: perawatan/pengobatan, tunjangan kelahiran/kematian/musibah, kredit barang dan pinjaman uang tunai, serta pakaian seragam. Fasilitas seperti ini memang tidak disebut-sebut Jafar, kecuali soal kredit barang yang selama ini berupa sepeda motor. Meskipun sudah 200 lebih sopir yang mendapat sepeda motor semacam ini, dalam penilaian Jafar, kredit itu hanya memaksa mereka untuk bekerja lebih keras agar dapat membayar cicilan yang besarnya antara Rp 1000 - Rp 1500 sehari. Hal lain yang juga merisaukan para pengemudi adalah jam kerja yang terlalu ketat (jika terlambat tidak dapat jatah kendaraan), sistem kerja yang tidak pasti (meski sudah jadi pengemudi tetap, belum tentu mendapat surat pengangkatan), suasana kerja yang penuh agitasi (selalu ada pengemudi fanaatik yang memata-matai sesama rekannya pengemudi demi kepentingan pengusaha), juga PHK yang sewenang-wenang tanpa perinatan I dan II. Belum lagi hal-hal kecil lainnya: PHR (pinjaman hari raya) dan tabungan wajib Rp 100 sehari. Menurut Jafar, BB tidak mengenal tunjangan hari raya gratis. Tentang tabungan wajib Rp 100, menurut Jafar, "apakah ini bukan berarti pengemudi memberi kredit pada pengusaha? " Jaminan hari tua yang menurut SK Gubernur tahun 1971 ditetapkan 10% dari harga mobil yang sudah terpakai selama 3 tahuh dilaksanakan berbeda-beda. Pengusaha BB menetapkan jaminan itu sebesar Rp 75.000, di Sri Medali bahkan hanya Rp 64.000. Tapi Jafar dkk berpendapat sedikitnya harus Rp 300.000. Mengapa? Karena tidak ada mobil yang berharga Rp 750.000, meski sudah dipakai 3 tahun. Blue Bird memiliki 500 mobil dan mempekerjakan 800 sopir. Perusahaan ini pernah mendapat tiga kali penghargaan dari DKI, dipercaya untuk menyambut tamu di Halim dan Kemayoran serta diperebutkan oleh pelbagai hotel kelas satu di Jakarta. Dan di tengah protes Jafar dkk, Ny. Djokosoetono berhasil melebarkan sayap usahanya ke tiga jurusan perusahaan lampu pijar, angkutan bis untuk turis dan perusahaan angkutan yang khusus melayani Pasar Induk Cipinang. Bagaimana dengan kenaikan komisi yang dituntut Jafar dkk? "Itu tidak mungkin," katanya wanita pengusaha itu dengan mantap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus