Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMBIL ikannya, jangan keruhkan kolamnya. Prinsip kerja lembaga seperti Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu tak jauh dari itu. Operasi mereka lebih banyak diarahkan untuk mematahkan setiap rencana pemalsuan uang dan dokumen berharga sedini mungkin. Kalau bisa, sebelum kejahatan itu terwujud.
Sesuai dengan namanya, organisasi di bawah naungan Badan Intelijen Negara ini bertugas menangani persoalan sensitif: kejahatan pemalsuan uang. Sebagai alat tukar resmi atas jaminan negara, uang merupakan representasi kedaulatan sebuah negeri. Artinya, tindakan memalsukan uang bisa disamakan dengan kejahatan terhadap negara. Amat serius.
Namun, jika menengok markas mereka di samping persimpangan Jalan Madiun dan Latuharhari di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, kegawatan itu kurang terlihat. Kantor berlantai dua itu lebih mirip rumah tinggal, dengan jumlah anggota yang tak seberapa banyak. "Hanya sepuluh personel," kata Adysanto, Koordinator Staf Khusus Pemberantasan Uang Palsu di Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). "Operasi lebih banyak dilakukan secara gabungan, bersama Bank Indonesia dan kepolisian."
Didirikan melalui Instruksi Presiden Nomor 1/1971, Botasupal memang tak sebanding dengan lembaga seperti Divisi Pemalsuan Uang pada Secret Service Amerika Serikat. Mereka menyadari, pemalsuan uang merupakan salah satu kejahatan paling tua dan hampir pasti merupakan buah perencanaan yang terorganisasi rapi.
Tak jarang ia merupakan bagian dari taktik perang. Selama Revolusi Amerika, salah satu strategi Inggris Raya dalam melumpuhkan lawan adalah memalsukan alat tukar Amerika. Saking besarnya volume pemalsuan, uang Amerika jadi tak berharga. Pemalsuan besar-besaran kembali terulang sepanjang masa Perang Saudara pada abad ke-19. Ketika itu sepertiga hingga separuh dari seluruh uang yang beredar di Amerika palsu.
Masalahnya, di negeri itu ada 1.600 bank pemerintah yang merancang dan mencetak uang sendiri. Jenisnya mencapai 7.000-an. Tentu saja upaya mengenali mana yang palsu jadi amat sulit, sampai kemudian pada 1862 mereka mengenal mata uang dolar yang berlaku secara nasional.
Ternyata pemalsuan tak berhenti dengan sendirinya, sehingga pemerintah Amerika merasa perlu membentuk badan rahasia yang ditugasi khusus memberantas kejahatan pemalsuan uang pada 5 Juli 1865. Kini lembaga itu didukung kantor-kantor yang tersebar di seluruh negara bagian dan 15 perwakilan di negara lain.
Maklum, dolar Amerika sudah menjadi mata uang paling populer di dunia, dan itu berarti ancaman pemalsuan tak hanya datang dari dalam negeri. Bahkan di Jakarta tak sedikit pemalsu yang berkeliaran menawarkan dolar "hitam"-nya. "Sudah pasti dolar Amerika merupakan obyek pemalsuan terbesar di dunia," kata Marlan Arief, Direktur Logistik Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).
Menurut data yang dihimpun Bank Indonesia pada 1997, dari setiap juta lembar (bilyet) dolar yang beredar, 75 di antaranya palsu. Bandingkan dengan rupiah pada 1999, dengan 74 lembar uang palsu di antara sejuta bilyet yang beredar. Rasio untuk dolar Kanada di tahun yang sama bahkan lebih tinggi: 110 per sejuta. Sedangkan mark Jerman cuma 8 lembar. Tapi, dari segi jumlah nominal, dolar Amerika tentu nomor wahid mengingat volume dan peredarannya yang paling luas.
"Semakin luas pengguna mata uang itu, makin rawan pula dipalsukan," kata Difi A. Johansyah, Kepala Bagian Pelaksanaan Pengadaan Uang Bank Indonesia. Lihat saja yang terjadi pada mata uang tunggal Eropa, euro. Bahkan enam bulan sebelum uang asli beredar, otoritas di negara-negara itu sudah menemukan versi palsunya. Rasionya pun cukup besar, yakni 60 lembar per sejuta.
Kembali pada operasi pemberantasan uang palsu yang cenderung rahasia, pakem ini ternyata tak selalu dijalankan. Di Amerika pada 1937, bos Secret Service, Frank J. Wilson, mulai membuka kasus pemalsuan ke publik dengan kampanye yang bertema "Know Your Money". Dampaknya langsung terasa, puluhan ribu uang palsu bisa ditarik dari masyarakat.
Kuncinya adalah keterlibatan aktif publik pengguna uang. "Kampanye ciri-ciri uang asli tak kalah penting dari operasi rahasia menggulung pelaku pemalsuan," kata Adysanto. Dengan fasilitas yang ada pada Botasupal, sepertinya cara ini lebih masuk akal.
Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo