Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tanda-tanda dari Kematian Ayam

8 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUO silek (guru silat) Jufrizal Rajo Malano menyembelih leher ayam jantan berbulu burik itu. Nasrullah Pituan, keponakannya yang sekaligus anak didik yang paling diandalkan, memegang badan ayam itu, lalu meneteskan darah ayam ke ibu jari kaki tiga calon murid. Ketiga calon murid itu adalah pria kulit putih, yakni Brandon Michael Paylor dan Glen John Lloyd dari Inggris serta Mattias Persson dari Swedia.

Darah yang keluar dari leher si ayam juga dikucurkan ke sekeliling arena tempat berlatih silat. Begitu selesai membuat "lingkaran darah" itu, Nasrullah melempar ayam ke tengah-tengahnya. Selama ayam masih menggelepar meregang nyawa atau belum mati, tidak ada yang boleh bergerak. Setelah itu, barulah Nasrullah memulai gerakan jurus pertama, Silek Langkah Ampek. Kemudian latihan dimulai dengan mempelajari gerakan.

Bagaimana cara ayam mati sangat penting bagi guru silat untuk memahami calon murid. Jika ayam mati di tengah-tengah sasaran, pertanda calon murid punya kemauan keras untuk berlatih dan akan sukses dalam belajar. Bila ayam mati perlahan, itu pertanda calon murid malas belajar. Jika ayam mati meronta lama artinya calon murid nanti akan sombong. Bila ayam mati menerjang, pertanda calon murid akan menjadi pendendam. Jika ayam mati seketika berarti calon murid tidak punya kemauan belajar.

"Walaupun begitu, semua murid akan diterima. Dari pertanda itu nanti kami carikan jalan keluarnya," kata Razali, 60 tahun, guru silat di Sasaran Harimau Lalok di Limau Puruik, Kabupaten Padang Pariaman. Begitulah ritual penerimaan murid baru dalam silek tuo atau silat tradisi di Ranah Minangkabau yang telah berusia ratusan tahun. Seperti yang dilakukan kepada tiga dari tujuh peserta asing di Minangkabau Silek Camp 2014 di Gelanggang Aluang Bunian di Bukit Sago, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada 20 Agustus lalu.

Ketiga murid baru itu juga mesti menyediakan satu setel pakaian silat (endong sapatagak) baru yang mereka beli secara patungan di Bukittinggi. "Ini berlaku untuk siapa saja yang belajar silat di Talang Babungo," ujar Nasrullah, 42 tahun, yang juga guru sekolah menengah atas. Baju silat ini, menurut dia, menyimbolkan murid akan mengambil ilmu sang guru atau seperti menghendaki pakaian guru.

Aluang Bunian adalah tempat latihan tertua di Talang Babungo yang tersisa. Didirikan oleh Jufrizal pada 1983, kini tempat itu memiliki 129 murid. Arena latihannya terbagi dalam sepuluh tempat yang lebih kecil yang terletak di jorong (dusun), termasuk Sasaran Kincia Tuo yang didirikan di Nagari Salimpek, tetangga Talang Babungo. Di setiap tempat itu diadakan latihan dua kali seminggu pada malam hari. Sasaran biasanya terletak di lapangan terbuka atau di halaman rumah pelatih silat. "Hingga kini pengelolaan tempat latihan tetap tradisional. Guru tidak dibayar, hanya syarat yang harus dibawa ketika pertama kali berlatih sebagai tanda mematuhi ajaran guru," kata Nasrullah.

Di samping baju silat, ada syarat lain untuk anak sasian, yakni sebilah pisau dan kain merah. Pisau melambangkan kesucian jiwa calon murid dalam menuntut ilmu silat, sedangkan secarik kain merah sebagai tanda keberanian dalam menuntut ilmu. Selain ayam, semua syarat itu diantar oleh calon murid bersama orang tua atau mamak kepada sang guru.

Febrianti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus