Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pengelola kereta light rail transit (lintasan rel terpadu/LRT) hakulyakin bisa menembus target jumlah penumpang. Menurut Direktur Utama PT LRT Jakarta, Wijanarko, target 7.000 penumpang per hari itu sesuai dengan jumlah yang disetujui pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Jakarta. "Subsidi dari Pemprov DKI sudah ada. Kami sedang finalisasi dan mudah-mudahan bisa tetap operasi sustain dan tidak defisit," kata dia, akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT LRT akhirnya menerima izin untuk mengoperasikan rute perdana kereta ringan, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading-Velodrome, Rawamangun, sepanjang 5,8 kilometer. Pemerintah DKI mengeluarkan izin setelah perusahaan daerah tersebut menuntaskan sejumlah syarat administrasi dan pembangunan integrasi sistem transportasi publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulai Ahad, 1 Desember mendatang, mereka beroperasi komersial dengan tiket Rp 5.000. Dengan tarif ini, DKI menggelontorkan subsidi sebesar Rp 35,6 ribu per penumpang. Jumlah tersebut membuat pemerintah dan DPRD Jakarta sepakat mengetuk nilai kewajiban pelayanan publik atau PSO PT LRT sebesar Rp 665 miliar dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 . "Kami juga menerapkan tarif combo di Stasiun Velodrome dan Halte Pemuda Bus Transjakarta sebesar Rp 8.500," kata Wijanarko.
Sejak mulai uji coba publik pada 11 Juni lalu, kereta ringan Jakarta telah melayani lebih dari 1 juta penumpang dari arah Kelapa Gading menuju Rawamangun dan sebaliknya. Menurut Manajer Komunikasi Korporat PT LRT Jakarta, Melisa Suciati, jumlah penumpang tertinggi terjadi saat awal uji coba, yang menembus 13 ribu orang per hari.
Melisa mengatakan jumlah penumpang hampir mencapai angka batas kapasitas harian kereta LRT karena antusiasme masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang ingin mencoba moda transportasi baru itu secara gratis. Setelah itu, menurut dia, jumlah penumpang fluktuatif dengan rata-rata harian 7.000 orang. Dia yakin jumlah penumpang bertahan di kisaran tersebut meski tidak lagi gratis mulai pekan depan. "Mereka sudah menjadi penumpang reguler," ujarnya.
Berdasarkan pantauan Tempo di stasiun-stasiun LRT, meski sonder biaya, kereta ringan masih sepi penumpang. Apalagi dibanding stasiun mass rapid transit (MRT) yang berbayar maksimal Rp 14 ribu sekali jalan. Hampir semua penumpang di LRT bisa mendapatkan tempat duduk, sesuatu yang jadi barang langka di MRT dan Commuter Line. Hanya beberapa orang yang memilih tetap berdiri dengan pertimbangan pendeknya jarak tempuh di rute dengan maksimal waktu perjalanan 13 menit tersebut. "Seharusnya jaraknya lebih diperpanjang hingga ke Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat," kata Anggi Olga, seorang penumpang LRT.
Namun masa uji coba yang panjang relatif membuat PT LRT lebih siap untuk beroperasi komersial. Sistem tiket, misalnya, tidak lagi bermasalah seperti saat uji coba baru berjalan pada Juni silam. Jembatan yang menyambungkan stasiun dan halte TransJakarta Pemuda di Rawamangun juga bisa digunakan.
Meski demikian, ada pandangan pemerintah Jakarta sebaiknya menunda pengoperasian kereta ringan, seperti yang disampaikan anggota DPRD, Yuke Yurike. Politikus PDI Perjuangan itu menilai pendeknya jarak-sepanjang 5,8 kilometer-tidak berdampak pada pengurangan kendaraan pribadi di Pulomas dan Kelapa Gading.
Tidak seperti namanya, ujar Yuke, pengoperasian kereta ringan ini malah bakal memberatkan anggaran DKI. Setahun ke depan, DKI mesti menggelontorkan subsidi sekitar Rp 665 miliar untuk menyokong pengoperasian LRT. "Ini proyek yang merugi kalau rutenya tidak diperpanjang," kata Yuke. FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo