Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tarik-Ulur di Gelar Perdana

Kendati mengantongi bukti aliran dana dan hitungan kerugian negara, KPK belum bulat menetapkan tersangka kasus divestasi Newmont. Ada yang ngotot meminta audit keuangan.

14 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kendati mengantongi bukti aliran dana dan hitungan kerugian negara, KPK belum bulat menetapkan tersangka kasus divestasi Newmont. Ada yang ngotot meminta audit keuangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI HADAPAN tim satuan tugas yang menyelidiki perkara dugaan rasuah divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata termasuk yang paling lantang meminta audit kerugian negara. Karena belum adanya audit, bekas hakim ad hoc tindak pidana korupsi ini menilai kasus itu belum saatnya maju ke tahap penyidikan berikut penetapan tersangkanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat Alexander ini disampaikan dalam gelar perkara di ruang rapat pimpinan, lantai 15 gedung KPK, Jakarta, awal Agustus lalu. Inilah ekspose pertama kasus yang diduga melibatkan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang itu setelah surat perintah penyelidikannya terbit pada Mei lalu. "KPK sedang meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit penghitungan kerugian negara," kata Alexander, Kamis pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua penegak hukum yang mengetahui kasus ini mengatakan, dalam gelar perkara tersebut, Alexander berpendapat divestasi Newmont justru menguntungkan pemerintah daerah. Alasan yang disampaikan Alexander saat itu adalah pemerintah Nusa Tenggara Barat, melalui perusahaan kongsi PT Daerah Maju Bersaing dan anak usaha PT Bumi Resources Tbk (Grup Bakrie), PT Multi Capital, bisa mendapatkan bagian dari 24 persen saham dengan modal hanya Rp 500 juta. Dari 24 persen saham itu, Multi Capital mendapat 75 persen dan pemerintah daerah memperoleh 25 persen atau setara dengan 6 persen saham di Newmont.

Selain itu, menurut Alexander seperti ditirukan penegak hukum ini, pemerintah daerah mendapat keuntungan dengan menjual 6 persen sahamnya di Newmont senilai sekitar Rp 469 miliar kepada PT Amman Mineral Internasional pada 2016, yang belakangan diakuisisi PT Medco Energi Internasional.

Alexander tak menampik kabar bahwa dia yang paling berkukuh meminta audit. Ia tidak mau menyimpulkan apakah divestasi itu membuat daerah untung atau buntung. "Wong hasil auditnya belum ada," katanya, berkelit.

Bukan hanya Alexander yang berpendapat pengusutan kasus Newmont ini perlu mendapat dukungan audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan. Seorang peserta lain gelar perkara menyebutkan Deputi Penindakan KPK Firli juga menghendaki anak buahnya memperoleh hasil audit resmi kerugian negara dari BPK lebih dulu.

Pendapat Alexander dan Firli ini berbeda dengan keyakinan tim satuan tugas dalam ekspose tersebut. Mereka berpendapat dugaan korupsi, bahkan dugaan pencucian uang, dalam proses divestasi dan penjualan kembali saham daerah di PT Newmont sudah kuat. Menurut peserta gelar ini, tim bahkan menyampaikan aliran dana ke sejumlah rekening milik Zainul dan istrinya. Mereka, kata sumber tersebut, juga sudah menyampaikan matriks keterlibatan Zainul dari unsur pelaku tindak pidana, fakta perbuatan dan kejadian, serta informasi pendukung yang bisa menjadi alat bukti. Selain itu, tim telah meminta keterangan puluhan saksi.

Menurut penegak hukum tersebut, tim juga sudah membeberkan hitungan kerugian negara dari divestasi dan penjualan Newmont dalam ekspose itu. Dalam gelar perkara, tim menyebutkan ada ratusan miliar rupiah dana divestasi yang tak disetorkan ke daerah. Tim bahkan memetakan indikasi pelanggaran dari proses pembelian hingga penjualan saham ke swasta. Salah satunya pembentukan perusahaan daerah yang tanpa dukungan peraturan daerah.

Permintaan audit kerugian negara memang biasanya dilakukan saat kasus sudah masuk tahap penyidikan. Pada tahap penyelidikan, kata penegak hukum ini, tim penyelidik hanya membutuhkan komitmen mengenai kerugian negara dari BPK atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Di penyelidikan, cukup komitmen dari BPK atau BPKP bahwa di situ ada kerugian negara," ucapnya. Karena ini permintaan Firli, atasan langsung mereka, tim tak bisa menolaknya.

Firli menjadi Deputi Penindakan KPK pada April lalu. Sebelumnya ia adalah Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. Kendati Zainul Majdi adalah orang yang disasar KPK, Firli, yang sudah berstatus deputi penindakan, masih sempat bertemu dengan Gubernur NTB periode 2008-2018 itu. Pada 13 Mei lalu, Firli dan Zainul bertemu dalam acara perpisahan Komandan Komando Resor Militer 162/Wira Bhakti di Mataram. Firli datang lebih awal, disusul Zainul yang hadir bersama anaknya yang masih belia.

Kepala Penerangan Korem 162 Mayor Dahlan mengatakan institusinya menggelar pertandingan tenis lapangan dalam acara itu. Ia juga membenarkan kabar kehadiran Firli dan Zainul. Ia menerangkan, Korem tidak menerbitkan undangan resmi buat mereka. "Mungkin Komandan yang mengundang sendiri karena kedekatan mereka selama menjabat di sini," ujar Dahlan, Kamis pekan lalu.

Seorang pejabat di KPK menyebutkan pertemuan itu menjadi pembicaraan di lingkup internal karena beberapa foto Firli bersama Zainul beredar di media sosial. Tapi masalah ini belum sampai ke meja pengawasan internal KPK. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan tidak mengetahui soal ini. "Jangan tanya saya," katanya.

Zainul mengaku bertemu dengan Firli, tapi ia menampik kabar bahwa pertemuan itu membincangkan divestasi Newmont. "Saya menghormati beliau. Bagian dari penghormatan saya adalah memastikan beliau bekerja secara profesional," ucapnya. Adapun Firli tidak menanggapi permintaan konfirmasi Tempo mengenai hal ini.

Firli belum bisa dimintai konfirmasi langsung tentang sikapnya dalam kasus Newmont. Saat nomor telepon selulernya dihubungi, tak ada respons. Surat permohonan wawancara Tempo juga tak ditanggapi.

Lewat juru bicara KPK, Febri Diansyah, Firli mengatakan enggan menanggapi persoalan tersebut. Ia menyatakan tidak bisa menyampaikan informasi penanganan perkara divestasi Newmont karena kasus itu masih dalam tahap penyelidikan. "Terkait dengan kesimpulan apakah ada tindak pidana korupsi atau tidak, hal tersebut harus melalui forum gelar perkara yang dihadiri pimpinan dan perwakilan direktorat di penindakan," tuturnya. Ia enggan berkomentar soal pertemuannya dengan Zainul.

Dugaan korupsi divestasi Newmont sebenarnya sudah dilaporkan Indonesia Corruption Watch ke KPK enam tahun lalu. KPK menindaklanjutinya dengan mengumpulkan bahan dan keterangan sampai ke Mataram. Zainul membenarkan hal tersebut. Ia bahkan memerintahkan anak buahnya menyediakan semua dokumen yang dibutuhkan KPK. "Ketika KPK datang meminta dokumen penjualan saham, apa yang saya tahu saya perintahkan ke Daerah Maju Bersaing agar penuhi semuanya," ujarnya.

Namun kemudian pengusutan kasus itu tidak pernah jelas. Setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan digandeng, penanganan perkara ini mengalami perkembangan signifikan dengan maju ke tahap penyelidikan. Dengan bahan PPATK, komisi antikorupsi mendeteksi aliran dana ke Zainul dan istrinya terkait dengan divestasi Newmont. Saat dimintai konfirmasi tentang hal tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo hanya tersenyum. "Pengusutannya jalan terus, ada kemajuan," katanya.

Rusman Paraqbueq, Linda Trianita, Anton A., Abdul Latif Apriaman (Mataram)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus