Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Taruhan Ekonomi Kasus Syahril

Pasar bereaksi kalem atas penahanan Gubernur BI. Betulkah reaksi positif ini menyimpan bom waktu?

25 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti kekhawatiran semula, gonjang-ganjing pasar tidak membuntuti penahanan Gubernur BI Syahril Sabirin. Nilai rupiah, misalnya, hanya bergerak tipis di kisaran Rp 8.600-8.700. Lantai bursa Jakarta pun cukup adem dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di posisi 503 poin, akhir pekan lalu. "Pelaku pasar sudah mulai pintar," Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Kwik Kian Gie berkomentar.

Menteri Kwik lega, pelaku pasar makin lihai menyaring informasi. Tidak semua kejadian ditanggapi dengan aksi memborong dolar yang menyebabkan jatuhnya rupiah. Pelaku pasar, menurut Kwik, tidak merisaukan penahanan Syahril atas kasus Bank Bali. Langkah ini dinilai tidak menggoyang proses pemulihan ekonomi. "Ini hanya kejadian temporer yang segera berlalu," kata Kwik.

Seorang penasihat ekonomi di sebuah kedutaan negara Eropa membenarkan pendapat Kwik. Pelaku pasar sudah menduga Syahril masuk tahanan Kejaksaan Agung. Skenario ini terbaca sejak Syahril resmi berstatus tersangka, tiga pekan lalu. Peta makin gamblang setelah Syahril menolak desakan mundur dari Presiden Abdurrahman Wahid. Syahril juga ngotot menyangkal kehadirannya dalam rapat di Hotel Mulia, 11 Februari 1999, yang membahas klaim Bank Bali senilai Rp 904 miliar. Padahal, beberapa kesaksian menguatkan hadirnya Syahril dalam pertemuan tersebut. Menyimak rentetan ini, "Penahanan Syahril tidak membuat shocked," kata ekonom tadi.

Reaksi pasar yang kalem juga ditunjang tetap normalnya kinerja BI. Memang sempat bertiup rumor karyawan BI mengancam akan memboikot kliring untuk memprotes penahanan Syahril. Untunglah, sampai kini transaksi kliring BI tetap normal. "Kalau sampai terjadi, karyawan yang memboikot akan saya pecat," kata Anwar Nasution, Deputi Senior Gubernur BI, yang sementara ini menggantikan tugas Syahril.

Tapi, jangan dulu lega. Dalam pertemuan dengan Anwar, delegasi IMF menyatakan prihatin atas penahanan Syahril. "Mereka menyesalkan hal itu," kata Anwar menirukan pendapat tim yang dipimpin Anoop Singh, Direktur IMF untuk Asia-Pasifik. Seperti diketahui, sikap juragan IMF diamini banyak lembaga donor, dan muncul kekhawatiran skema pencairan kredit—sumber dominan pembiayaan negara—bisa terganggu.

Selain itu, Martin Panggabean, ekonom senior Bank Mandiri, menolak bila pelaku pasar dinilai bereaksi positif. Saat ini, menurut Martin, pasar memang tidak bergelimang fulus. Para juragan uang tidak terpikat bermain rupiah yang sudah undervalue. Tiap hari, tipisnya transaksi dolar cuma sanggup menggerakkan rupiah 25 sampai 100 poin. Bursa saham, di tengah seretnya restrukturisasi kredit macet, juga tak mampu menggoda niat investasi. Singkatnya, memang tidak ada lagi duit yang bisa dimainkan.

Dengan keringnya fulus ini, Martin mene-kankan, tidak relevan bila mengaitkan kasus Syahril dengan relatif stabilnya rupiah. Apalagi, lakon Bank Bali masih menyimpan teka-teki. Selain Syahril, para aktor utama kasus Bank Bali nyaman berlenggang kangkung. Bahkan, Marimutu Manimaren, petinggi Partai Golkar yang berperan penting mengegolkan tagihan cessie Bank Bali, ikut melanglang buana bersama Presiden Wahid dalam lawatan yang terakhir.

Berdasarkan semua fakta ini, Martin meragukan penahanan Syahril akan berlalu tanpa bekas. "Dampaknya akan terasa dalam jangka panjang," kata Martin. Begitu terbukti ada ketidakberesan, misalnya diskriminasi atas aktor tertentu, kepercayaan investor yang kini susah-payah dibangun akan berantakan. Roda ekonomi pun bakal meluncur di titik kritis kembali.

Pendapat senada dilontarkan Rino Agung Effendy, Kepala Ekonom Danareksa. Menurut Rino, muncul kecurigaan kuat bahwa serial Syahril sekadar akal-akalan untuk mengisi bank sentral dengan orang yang dikehendaki penguasa. Kecurigaan ini mengalir deras setelah bongkar-pasang posisi kunci pada Telkom dan Indosat, dua BUMN strategis. Dengan memasang orang di bank sentral, penguasa gampang ikut menyetir kebijakan moneter yang seharusnya menjadi wewenang BI. Penguasa juga tak perlu lagi pusing memikirkan bankir yang dijagokan bakal terjegal uji fit and proper. Artinya, menurut Rino, pemerintah menampakkan gejala kembali dalam bisnis yang bersemboyan "semua bisa diatur".

Nah, dengan taruhan proses pemulihan ekonomi, para ekonom mendesak pemerintah menuntaskan serial Syahril dan Bank Bali dengan fair. Bila tidak, bom waktu bakal meledak. Pelaku pasar pasti bertindak pintar dengan sama sekali tidak melirik Indonesia.

Mardiyah Chamim dan Leanika Tanjung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus