Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Yang Damai Dan Sunyi

Pameran lukisan almarhum zaini di tim. pameran besar untuk mengenang pelukis yang pernah mendapat anugerah seni 1972.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGAKNYA cukup menyedihkan kalau diingat, banyak pelukis seperti baru lahir dengan sah setelah meninggal. Tetapi syukurlah, Zaini, salah seorang senior, sempat menerima Anugerah Seni pada tahun 1972 sebelum dijemput oleh paginya yang penghabisan, akhir bulan lalu. Sebuah pameran besar yang lebih melejitkan rasa dukacita, kini sedang dilangsungkan pula di Galeri Baru TIM, 13 s/d 31 Oktober. Pameran ini berisi 150 buah karya Almarhum -- meliputi 66 buah lukisan cat minyak, 35 buah monotype dan lukisan pastel serta 48 buah karya-karya cat air, pensil, tinta spidol, tinta hitam. Bila anda masuk ruang tersebut, yang diperlengkapi juga dengan sebuah meja di mana terbeber buku-buku dengan sampul depan hasil tangan Zaini, mungkin anda akan teringat pada kalimat pertama dalam novel Pasternak, Dr. Zivago. Yakni: sementara suara Almarhum tertelan oleh kesunyian, sementara dari tangannya tak menetes lagi puisi-puisi gambar, karya-karyanya yang lalu seperti melanjutkan kehidupan pribadinya pada kita. Misteri Memang agak sulit mengamat-amati karya seseorang, sementara kita terlibat secara emosionil. Tetapi puisi yang sempat disuarakan oleh suasana-suasana yang muncul dalam lukisan Zaini, tak perlu diragukam Lukisan Zaini sejak tahun-tahun 40-an sudah memperlihatkan kecendrungan menangkap suasana tersebut. Ia tidak merekam bentuk -- hanya sekedar menampilkan sosoknya, kemudian memberinya jiwa dengan warna. Warna pada Zaini lebih merupakan rekaman emosi, rekaman watak dari apa yang sedang ia hadapi. Karenanya ia sangat bebas memulaskan, melumuri atau menyapukannya ke bidang yang dihadapinya. Hampir semua lukisannya tidak dibangun oleh warna-warna yang kontras. Warna itu berlepitan, jalin-menjalin, meluruh dalam batasan-batasan yang tak jelas, sebagaimana juga dunia emosinya yang kelihatan begitu tersembunyi di balik jiwanya yang santai. Lukisan-lukisan cat minyak Burung Satu dan Burung Dua adalah contoh bagaimana usahanya mengoper watak yang diketemukannya lewat pastel, masih menemukan batu kerikil lewat cat minyak. Misteri yang hendak dilontarkannya lewat pengaburan bentuk, terjegal oleh munculnya tekstur yang membuat tersendat-sendatnya puisi sunyi yang mau dia sabet. Ini kemudian berubah sama sekali dalam lukisan-lukisannya yang terakhir: perahu, burung dan sebagainya, muncul menerawang di kanvas seperti kata-kata yang lepas tetapi dramatik. Pada beberapa buah lukisan cat air dari periode paling akhir, Zaini sampai pula pada lukisan rasa. Sejuk gunung, damai danau, terkecap oleh sentuhan-sentuhan bidang cat air yang disapukan dengan ahli. Dalam pameran tunggalnya yang terakhir, di TIM, banyak pengamat menyetujui bahwa Zaini memang telah sampai pada tonggak yang dicarinya itu. Yakni mengoper teknik pastel, menempelkan misteri lukisan pastelnya pada kanvas yang menggunakan cat minyak. Sehingga kalau saja umurnya masih panjang, ia tidak saja akan bergelar raja pastel, tapi juga mungkin raja cat minyak -- dalam hal kemahiran mempergunakan material. Dan dalam pameran besar ini kita lebih jelas melihat kebenaran penemuan itu. Greco Tak bisa dilewatkan adalah tarikan garis-garisnya yang amat sugestif. Dalam lukisan-lukisan perahu, garis-garis Zaini sempat menyimpulkan tidak hanya sosok, tetapi juga gerak dan suasana. Padahal ia ditorehkan sangat efisien. Keistimewaan garisnya adalah munculnya arsiran-arsiran silang yang dimaksud untuk memberikan penekanan, pengarahan, kadangkala pula hanya sekedar komposisi untuk memperoleh keseimbangan bidang. Caranya menempelkan arsiran ini hampir sama dengan yang dikerjakan Emilio Greco (Italia) yang saat ini kebetulan masih memamerkan lithograf dan etching-nya di Ruang Pameran LPKJ. Zaini memang telah menerima pengaruh banyak orang. Pada beberapa lukisannya yang lalu kita juga sempat teringat pada van Gogh dan Gauguin. Tetapi pengaruh-pengaruh ini bukan tujuan. Mungkin telah dilakukan dalam rangka penguasaan material. Sebagaimana terucapkan dalam lukisan Topeng yang hampir menyuruh kita berfikir barangkali inilah potret yang paling baik dari pribadi Almarhum. Di dalam topeng terlihat dua wajah yang sama dengan ekspresi yang lain sama sekali. Yang satu seperti tersenyum dan membuka diri, sedang yang satu terhenyak dalam kesuraman serta ketidakjelasan. Barangkali Almarhum adalah seorang yang sama gelisahnya dengan Affandi atau Nashar, tetapi semuanya hanya ia benamkan dalam ruang pribadinya - karena ia harus santai buat orang lain. Banyak lukisan yang terbaik tak bisa dijumpai dalam pameran ini. Kalau karya-karya ini pun nantinya terpaksa bercerai-berai ke tangan beberapa orang yang pasti berniat membelinya untuk kenang-kenangan pribadi, arti Zaini sebagai penyedot alam yang damai, sunyi, penuh misteri, tidak akan tergambar jelas. Beberapa orang yang sempat menyimpan lukisannya buru-buru bilang syukur, karena haru. Tapi tak dapat menyentuh gambaran yang persis apa sebenarnya sumbangan Zaini. Ia telah bekerja dengan setia sebagai buruh yang getol untuk kanvas. Tetapi ia juga seorang penyair yang memuja kekaburan -- yang tak pernah ia tangkap dengan pasti. Mungkin karena ia sendiri tak suka menangkapnya. Mungkin karena ia merasa diri terlalu sederhana. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus