BUKAN baru kali ini Usep, 26 tahun, menggigit paku selagi membetulkan rumah. Maksudnya, ia tak perlu mengambil setiap kali membutuhkan. Tapi, awal November lalu jadi hari nahas baginya. Ketika lagi asyik-asyiknya memasang langit-langit rumah, paku yang diselipkan di bibir tiba-tiba "meluncur" ke tenggorokan. Usep blingsatan. Ada tiga biji, masing-masing panjangnya lima senti. Dua paku sempat disemburkan keluar. Sisanya bandel. "Keluarga saya panik, tapi saya tenang-tenang saja. Nggak sakit, ah," cerita warga Kampung Ciherang, Bandung, itu. Ia dianjurkan makan lalap-lalapan. "Katanya, biar pakunya cepat turun." Malamnya Usep panas-dingin. Ia baru bisa tidur menjelang subuh. Paginya, Usep diantar istrinya ke dokter. Ia kemudian dianjurkan ke RS Hasan Sadikin. Setelah di-rontgen ketahuan bahwa ada sebuah paku nongkrong" di lambungnya. "Pak dokter bilang berbahaya, harus dioperasi. Saya jadi ngeri karena katanya bisa menyebabkan kematian," ujar Usep. Lalu ia memutuskan mondok di rumah sakit. Selain itu, setiap hari ia tak lupa makan sayur-sayuran, termasuk minum air putih kiriman seorang ajengan yang tinggal di kampungnya. Ketika difoto untuk yang ketiga kalinya pada hari keempat di rumah sakit, terjadi perkembangan menakjubkan. Benda yang terbuat dari besi itu raib. Ia di-rontgen lagi. Ke mana perginya paku itu tak ada yang bisa menjawab. Juga tak ada tanda-tanda lolos bersama kotoran. "Setiap kali buang air besar, selalu saya periksa. Nggak ketemu, tuh," ujar tukang jahit itu kepada Agung Firmansyah dari TEMPO. Usep tentu gembira. Ia tak perlu pusing-pusing memikirkan ongkos operasi, kecuali untuk perawatan sebesar Rp 36 ribu. "Sekarang saya bisa bekerja lagi," katanya, senyum. Selama di rumah sakit ia juga diberi air putih dari Ustad Hudaya. Apa itu yang "menghilangkan" paku tersebut? Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini