JEPARA tak hanya terkenal dengan ukiran kayu jati. Belakangan ini daerah itu mulai dikenal sebagai pemasok madu lebah. Setiap musim produksinya -- biasanya antara Agustus dan November -- mencapai 84 ribu kg. Untuk memajukan petani madu di daerahnya, Bupati Jepara, Hisom Prasetyo, juga turun sendiri ke lapangan. Di samping melakukan penyuluhan yang intensif, bila perlu ia bertindak sebagai "corong" untuk mengembangkan madu produksi di daerahnya. Langkah pertama ia berangkat ke Jakarta awal Desember lalu, membawa 200 botol madu yang masing-masing berharga Rp 2.000. Ia menawarkan ke sepuluh perusahaan farmasi sebagai bahan contoh. Sambutan yang diterima menggembirakan. Perusahaan-perusahaan itu mau membeli, dengan catatan sebelumnya akan diuji di labaratorium. Ada tujuh perusahaan yang bersedia membeli. Yang tiga lagi mengundurkan diri, karena hasil pengujian menunjukkan: madu yang ditawarkan Hisom ternyata palsu. "Dicampur gula merah dan buah asam," kata Hisom kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Ini yang membuat Pak Bupati malu. "Sungguh keterlaluan. Bayangkan, mau belajar jadi bakul kok, malah dipermalukan," tuturnya dengan geram. Tapi ia percaya, mutu madu di Jepara tak semuanya jelek. "Cuma sebagian kecil saja," kata Hisom, seperti menghibur diri. Madu aspal itu juga mengagetkan seorang peternak lebah dari Desa Kaligarang, Jepara. "Selama ini yang kami jual selalu madu asli," kata Sumar. Membuktikan aslinya madu itu cukup diteteskan ke kertas koran. "Kalau tak mbelobor dan tidak meresap berarti asli," ujarnya melanjutkan. Justru ini yang barangkali lupa dilakukan Hisom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini