Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tentara dan Polisi Bentrok Lagi

18 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan polisi kembali terlibat baku tembak. Insiden memalukan itu terjadi di Atambua, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu dini hari pekan lalu. Satu prajurit TNI tewas dan dua orang terluka parah. Bentrok semacam ini sudah terjadi 13 kali dalam empat tahun terakhir dengan korban delapan orang tewas.

Perkelahian bersenjata bermula dari kedatangan dua tentara dari Batalion Infanteri 744/Satya Yudha Bhakti ke Markas Kepolisian Resort Belu. Kedatangan mereka berakhir dengan cekcok. Selang beberapa saat, sepasukan tentara menyerbu ke markas polisi. Akibat bentrokan, rumah dinas Kapolres dan Wakapolres Belu serta kantor Telkom berantakan.

Sumber resmi dari pihak polisi maupun tentara menolak menjelaskan pemicu bentrokan berdarah itu. ”Hanya kesalahpahaman,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Nusa Tenggara Timur, Komisaris Polisi Marthen Radja. Detasemen Polisi Militer Komando Daerah Militer Udayana kini sedang menyelidiki penyebab kejadian.

Kapolri Jenderal Sutanto dan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto berjanji akan menindak tegas anak buahnya yang terlibat.

TNI Tidak Kirim Pasukan ke Papua

PANGLIMA TNI Marsekal Djoko Suyanto memastikan tidak akan melaksanakan operasi militer di Papua sehubungan dengan insiden penembakan prajurit Korps Pasukan Khusus (Kopassus) Sersan Dua Djoko Susanto. Djoko menjadi korban gerombolan bersenjata yang diduga Organisasi Papua Merdeka (OPM) di kaki Gunung Kimibaga, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, pada Sabtu dua pekan lalu.

Menurut Marsekal Djoko Suyanto, saat ini TNI memang giat mengutamakan operasi kewilayahan dan menekankan pendekatan persuasif. ”Kami ingin mengajak mereka turun gunung,” katanya.

Djoko Susanto tewas di lokasi kejadian bersama Sersan Mayor (Purn.) Tobias Sergen. Jenazah keduanya diduga kuat dibakar pelaku untuk menghilangkan barang bukti. ”Serda Susanto dan Tobias sedang berusaha menjalin komunikasi dengan kelompok bersenjata itu,” kata Kepala Dinas Penerangan Markas Besar TNI Kolonel Ahmad Yani Basuki pekan lalu.

Menurut Mabes TNI, semula Susanto dan Tobias ditemani seorang warga sipil, Edyan Pademi. Ketiganya dijanjikan bertemu dengan pemimpin OPM oleh seorang penghubung, Ely Morip, pada 8 Desember. Di tengah perjalanan, Edyan diminta pulang. Setengah jalan menuju kota Mulia, dia mendengar serentetan tembakan. Keesokan harinya jenazah korban ditemukan warga.

Motif penembakan belum jelas. Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Trikora Letnan Kolonel TNI Iman Santoso mengatakan: ”Kami sedang mengumpulkan bukti,” katanya.

KPK Periksa Dua Bupati

KOMISI Pemberantasan Korupsi pekan lalu memanggil Bupati Kendal Hendy Boedoro dan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hassan Rais. Hendy dipanggil sebagai tersangka kasus korupsi anggaran daerah, sedangkan Syaukani hanya dimintai klarifikasi.

Hendy ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik KPK menemukan aliran dana Anggaran Daerah Kabupaten Kendal yang masuk ke rekening pribadi adiknya, Murdoko. Sang adik adalah Ketua DPRD Jawa Tengah. Hendy juga disangka menyalahgunakan pos pembangunan sarana perkantoran dan pendidikan sebesar Rp 30 miliar. Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 64 miliar.

Hendy menolak menjelaskan kasusnya kepada pers. ”Saya tidak mau berkomentar,” katanya setelah diperiksa. Pengacara Hendy, Sugeng Teguh Santosa, meminta pemeriksaan KPK diarahkan kepada Kepala Dinas Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Kendal.

Adapun Syaukani diperiksa selama 11 jam. Dia dimintai keterangan untuk kasus dugaan korupsi pelepasan lahan bandara Loa Kulu seluas 1.300 hektare. Diduga 256 hektare dari lahan yang dibebaskan adalah milik tiga anak Syaukani. Ketiganya sudah diperiksa KPK pada September 2006.

Vonis Baru Mulyana

BEKAS anggota Komisi Pemilihan Umum, Mulyana W. Kusumah, divonis 1 tahun 3 bulan penjara pekan lalu untuk kasus korupsi pengadaan kotak suara pemilu. ”Tindak pidana yang dilakukannya memperkeruh sistem perekonomian negara,” kata Moerdiono, ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, yang membacakan putusan.

Ini vonis pengadilan tindak pidana korupsi kedua untuk Mulyana. September tahun lalu, majelis pengadilan yang sama menjatuhkan vonis 2 tahun 7 bulan setelah menilai dia berusaha menyuap petugas Badan Pemeriksa Keuangan, Khairiansyah Salman. Mulyana menyusul koleganya sesama anggota KPU yang dipidana dalam kasus pengadaan barang kelengkapan pemilu,.

Dalam kasus kedua ini, majelis hakim menilai Mulyana tidak memiliki sertifikasi sebagai panitia pengadaan barang. Dia juga disebut melanggar Keputusan Presiden Nomor 18/ 2000 tentang pedoman pengadaan barang secara baik.

Saat mendengar vonis , putri sulung Mulyana, Regina Santiana, menangis histeris.Mulyana mengaku kecewa. ”Putusan ini hanya berdasar asumsi dan fakta imajiner,” katanya.

Diskusi Marxisme Dibubarkan

Massa dari Persatuan Masyarakat Anti Komunis (Permak) membubarkan dengan paksa diskusi bertema ”Gerakan Marxis Internasional” di halaman toko buku Ultimus, Jalan Lengkong 127 Bandung. Acara yang dilangsungkan pada Kamis lalu itu adalah kerjasama Rumah Kiri dan Ultimus.

Sebelum acara dimulai, massa perusuh sudah berkumpul di luar. Sekitar pukul 19.10 WIB—sepuluh menit setelah diskusi dimulai—ada 10 orang masuk ke tempat diskusi. Salah satu di antara mereka merebut mike dan mengumumkan pembubaran acara dan menuding kegiatan itu menyebarkan komunisme.

Massa membawa salah satu pembicara, Marhaen Suprapto dan Sadikin, penyelenggaranya, ke markas Polwiltabes Bandung. Tak lama berselang, polisi menangkap beberapa peserta. Toko buku diminta dikosongkan. Saat ditanya alasan penahanan dan penutupan toko buku, Kapolres Bandung Tengah AKBP Mashudi menjawab pendek, ”NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)”

Di Surabaya, sekitar 150 massa Front Antikomunis mendatangi Balai Pemuda Surabaya, tempat peringatan hari HAM pada Selasa pekan lalu. Mereka mengancam membubarkan acara Pusat Studi HAM Universitas Airlangga yang dilangsungkan di Balai tersebut jika tetap memutar film Shadow Play. Setelah terjadi perundingan, panitia akhirnya tak memutar film tentang korban G30S/PKI itu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus