Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

George Soros: ”Amerika Berjalan di Jalur yang Salah”

18 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan bersemangat lelaki berusia 76 tahun ini memasuki executive lounge Hotel Gran Melia, Senin pekan lalu. ”Maaf, saya membuat kalian menunggu lama,” katanya sembari menyorongkan tangan. Untuk orang yang sudah berusia lebih dari tiga perempat abad, genggaman tangannya masih terasa kukuh. Ia lalu duduk membelakangi matahari yang mulai tergelincir di cakrawala Jakarta. Serpihan sinar yang menerobos jendela, jatuh di permukaan jas birunya yang terlihat sederhana.

Tapi karisma lelaki ini tak bisa disembunyikan dalam kesederhanaannya berpakaian. Ia tetaplah George Soros, pria yang mengantongi beragam julukan dengan spektrum yang sangat lebar. Majalah Time menabalkannya sebagai ”Robin Hood modern” karena keberaniannya ’mencuri’ uang negara kaya dan mengirimnya ke negara berkembang di Afrika, Eropa Timur, dan Asia.

Bekas Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad bahkan dengan enteng menyebut Soros dengan satu kata: moron (idiot). Mahathir menuduhnya berada di balik badai finansial di Asia pada 1997. ”Saya sudah mengatakan berkali-kali bahwa ini tuduhan yang keliru,” katanya kalem.

Soros datang ke Indonesia untuk sebuah diskusi bertajuk ”Indonesia Economic and Political Perspective 2007” dan peluncuran edisi Indonesia dari bukunya yang berjudul Zaman Kenisbian: Konsekuensi Perang Terhadap Teror (The Age of Fallibility: The Consequences of The War on Terror), Rabu lalu. Buku ini menjadi relevan dan kontekstual sejak terminologi ’teror’ dan ’teroris’ kembali dikumandangkan secara demonstratif oleh Amerika Serikat, lewat berbagai pernyataan Presiden George W. Bush.

Falibilisme adalah sebuah konsep filsafat yang diperkenalkan Charles Sanders Peirce, tapi makin mendapatkan gaungnya setelah dipopulerkan Karl Raimund Popper, filsuf yang memberikan pengaruh besar terhadap cara pandang Soros dalam melihat dunia. Melalui falibilisme, keyakinan mutlak terhadap kebenaran ilmu pengetahuan dipertanyakan secara serius. Semua hal, bahkan yang ditopang oleh fundamen pengetahuan terkukuh, adalah nisbi adanya.

Popper lalu mengembangkan prinsip dasar ini dalam sebuah teori yang sangat memikat Soros muda: rasionalisme kritis. Begitu terpukaunya Soros pada Popper—yang juga dosennya di London School of Economics—lelaki Yahudi Hungaria ini mengadopsi judul buku sang guru The Open Society and Its Enemies, menjadi simbol filantropik yang kini menjadi ciri khas terkuat Soros saat ini: Open Society.

Kepada wartawan Tempo Bambang Harymurti, Hermien Y. Kleden, Bina Bektiati, Akmal Nasery Basral, Heri Susanto, dan Philipus Parera, Soros mengemukakan sejumlah pandangan tentang berbagai hal. Ia menjawab pertanyaan dengan intonasi tenang, mengubah posisi duduk dengan rileks, bahkan sesekali mempermainkan tali gantungan tape recorder yang merekam ucapan-ucapannya.

Dalam The Age of Fallibility, Anda menyebut bahwa Indonesia akan menghadapi masalah jika tidak segera melakukan perubahan. Maksudnya?

Apa saya menulis begitu? Saya tidak ingat. Yang jelas, pasar perumahan di AS bisa mempengaruhi perekonomian. Permintaan pemilikan rumah sekarang jauh di bawah tahun lalu, dan terus anjlok pada 2007. Pertanyaannya, apakah ini akan berakhir dengan sebuah soft landing atau hard landing? Penurunan jumlah dolar di sektor ini akan mempengaruhi perekonomian AS dan dunia secara negatif.

Anda yakin yang akan terjadi adalah hard landing?

Saya rasa begitu. Itu akan terjadi pada 2007-2008. Tetapi ada faktor lain, yakni melemahnya dolar sendiri. Ini dapat terus memburuk karena di saat perekonomian masih baik, dolar sudah mulai melemah. Jadi, sebaiknya hati-hati menghadapi perekonomian 2007.

Bisakah Anda memprediksi perekonomian Indonesia pada 2007?

Saya tidak banyak tahu tentang Indonesia. Saya tidak bisa bilang apa-apa.

Kalau Asia?

India jelas (membaik). Saya akan ke India karena tertarik untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana.

Kenapa India?

Mereka sangat maju, dan sedang mendapatkan momentum (pertumbuhan) yang bagus. Cina kita tahu sudah maju. Itu yang terjadi sekarang pada India.

Apakah menurut Anda kombinasi Cina dan India akan mampu melampaui produk domestik bruto AS?

Yang jelas perekonomian dunia akan jadi lebih berimbang. Dominasi AS dalam perekonomian dunia bakal berkurang. Cina sudah mulai mengejar (AS), dan India sekarang muncul sebagai kekuatan baru.

Artinya memang lebih bagus jika perekonomian India dan Cina maju pesat?

Lebih baik dalam arti apa? (tertawa) Paling tidak ada perimbangan. Kita bisa melihat Asia Tenggara juga sedang tumbuh. Mungkin Indonesia belum termasuk, karena pertumbuhan ekonominya tak secepat yang lain. Saya kira ini terkait dengan kondisi untuk investasi, yakni aturan hukum dan korupsi. Korupsi adalah penghalang terbesar bagi pembangunan.

Bukankah korupsi juga terjadi di Cina dan India?

Ya. Namun di Cina peraturan-peraturan antikorupsi terus berkembang, dan saat ini mereka jauh lebih baik dibandingkan lima tahun lalu. Di India, saya berinvestasi sejak 15 tahun lalu. Ketika itu saya kehilangan seluruh uang. Kini banyak orang mendapatkan pengalaman yang sangat baik di India karena telah terjadi perubahan yang begitu besar, positif.

Benarkah pertumbuhan di India akan lebih ajek dibanding Cina karena lebih terbuka?

Saya pernah bicara tentang ini di Cina pada 2001. Saat itu saya katakan bahwa mereka akan mendapatkan peluang lebih besar untuk bebas berpolitik, berpendapat dan sebagainya. Namun jika terjadi kemunduran ekonomi, misalnya, itu akan memicu pula krisis politik. Sama seperti yang terjadi di Indonesia. pertumbuhan ekonominya luar biasa selama 30 tahun. Tapi, karena sistem politiknya kurang bagus, ketika Anda mengalami krisis ekonomi, dengan mudah meluas menjadi krisis politik.

Apakah di masa depan perekonomian Indonesia bisa tumbuh setinggi Cina dan India?

Ya. Tapi saya kira Anda membutuhkan kebijakan pemerintah yang sangat baik. Selain itu Anda perlu menekan korupsi dan melindungi hak atas properti.

Kapan itu bisa terjadi?

Tergantung berapa lama Anda bisa mengadakan kebijakan itu.

Mengapa Anda sering melawan Bush?

Saya melakukan itu sejak 2004, karena saya pikir masa depan dunia bergantung pada apa yang terjadi di AS. AS sedang berjalan di jalur yang salah.

Benarkan Anda mengeluarkan US$ 24 juta untuk menghalangi Bush terpilih kembali pada pemilu 2004?

Persisnya US$ 27,5 juta pada 2004 dan US$ 7 juta untuk pemilu mid-term lalu.

Tentang laporan Baker (The Iraq Study Group Report—Red.), apakah AS akan tetap bisa menang perang di Irak seperti dalam laporan itu?

Sedikit pun tak ada peluang. Laporan Baker menggambarkan situasi yang sebenarnya di sana. Namun laporan Baker tidak sepenuhnya menyadari betapa di sana saat ini sudah tidak ada harapan sama sekali. Ada enam cara untuk menyelesaikan masalah Irak, tapi sudah sulit dilakukan sekarang karena situasi sudah di luar kendali. Hal-hal seperti ini tidak diprediksi oleh laporan itu: ada dua juta orang sudah meninggalkan Irak; lebih dari sepertiga penduduk yang berpendidikan tinggi hengkang dari sana, dan eksodus ini terus meningkat karena secara khusus universitas menjadi target (operasi militer). Masyarakat marah, tak terkontrol, banyak pengungsi lokal. Itu sebabnya saya bilang situasi di sana sudah tak terkendali.

Bush sedang menunggu laporan Pentagon dan institusi lain sebelum dia memberikan pernyataan terbuka mengenai apa yang perlu dilakukan di Irak.

Saat ini Bush menolak mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan. Sangat sulit bagi dia untuk mengakui. Tetapi kenyataannya, Menteri Pertahanan Donald H. Rumsfeld telah mengundurkan diri, dan penggantinya Bob Gates memiliki kebijakan yang berbeda. Jadi, pada dasarnya telah terjadi perubahan yang besar dalam pemerintahan Bush. Retorika Bush belum berubah, memang. Tapi kebijakan pemerintahannya telah bergeser. Dia tidak lagi mendengarkan nasihat Wakil Presiden (Dick) Cheney tapi ayahnya, Bush senior. The old guard. Jadi, dia berbalik dari neokonservatif menjadi geopolitical realist.

Sekarang tentang impian Anda membuat sebuah masyarakat terbuka. Apakah negara dengan penduduk majemuk seperti Indonesia bisa menjadi sebuah masyarakat yang terbuka?

Saya kira Indonesia adalah sebuah masyarakat terbuka. Karena dalam definisi saya, masyarakat terbuka itu adalah masyarakat yang tidak sempurna tetapi terbuka terhadap perubahan yang membawa kemajuan.

Sejauh mana korupsi menjadi hambatan bagi sebuah masyarakat terbuka?

Itu memang masalah yang sangat besar. Tetapi Anda memiliki pemilu (langsung), dan pada dasarnya Anda se-karang memiliki kemampuan untuk berbeda pendapat dengan pemerintah.

Anda tidak melihat Islam sebagai masalah terhadap gagasan masyarakat terbuka?

Bagi saya tidak ada masalah dengan Islam. Masyarakat terbuka senantiasa dirongrong oleh ideologi yang ekstrem. Adalah sebuah kejutan besar bahwa pada abad ke-20, ideologi yang membahayakan masyarakat terbuka datang dari fasisme dan komunisme, bukan agama. Tapi pada abad ke-21 sepertinya mulai muncul ekstremis dari kalangan agama, tapi menyamakan sebuah agama seperti Islam dengan (perilaku) ekstremisme Islam adalah sebuah kesalahan.

Apakah Anda setuju jika dikatakan masalah di Irak sekarang merupakan akibat dari kebijakan AS yang sangat dipengaruhi oleh para ekstremis agama?

Memang ada masalah di AS dari para fundamentalis agama. Ini berbahaya. Tetapi saya melihat bahaya itu mulai berkurang. Pada dasarnya ada beberapa kekuatan di sana, yakni fundamentalis pasar, fundamentalis agama, dan neokonservatif. Merekalah yang mendominasi. Dengan membentuk koalisi, bersama-sama mereka bisa menentukan kebijakan AS. Mereka memegang kekuasaan. Tapi sejak 2006 dominasi koalisi ini berkurang. Sekarang mereka kehilangan kekuasan sehingga saya kira mereka akan tercerai-berai. Fundamentalis sangat dilemahkan oleh korupsi, terutama korupsi moral di Partai Republik. Neokon telah menyadari bahwa mereka salah dan gagal mendapatkan yang mereka inginkan, sementara para fundamentalis pasar tak berubah.

Bagaimana Anda melihat kebijakan Bush di Palestina?

Saya sudah lama mengkritik kebijakan Bush dan Sharon. Tapi saya kira saya melihat jelas ada perubahan kebijakan yang sangat nyata dalam pemerintahan Bush sejak pemilu. Mengabaikan upaya membangun hubungan dengan pemerintah Palestina ketika Hamas menang pemilu adalah kesalahan besar.

Jadi menurut Anda AS harus mendukung pemerintahan Hamas?

Persoalan sekarang adalah AS dan Israel mengharapkan sebuah pemerintahan gabungan. Tetapi Hamas sangat kuat, dan mereka menolak. Padahal, ketika Hamas menang pemilu, kita mendapatkan pesan ganda: pesan konsolidasi dan pesan garis keras. AS dan Israel hanya bereaksi terhadap pesan garis keras, melakukan respons tak kalah keras, dan mendapatkan reaksi balik yang lebih keras lagi. Padahal mereka bisa merespons pesan konsolidasi dan mendapatkan kompromi.

Benarkah Anda mendukung gagasan Palestina merdeka?

Solusi dari kemelut ini adalah (berdi-rinya) dua negara: Israel dan Palestina. Pada dasarnya, syarat pokok untuk penyelesaikan konflik di sana telah jelas, misalnya kembali kepada perjanjian tentang perbatasan (sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB) 1967, dengan beberapa penyesuaian. Kompensasi atas beberapa bagian tanah yang telah diambil Israel dan beberapa lainnya harus dikembalikan ke Palestina.

Tapi mengapa AS selalu mendukung Israel?

Ada ikatan batin yang kuat antara (keturunan) Yahudi di AS dan Israel, namun bukan berarti tak ada orang Yahudi yang tak menginginkan perdamaian Palestina-Israel. Saya tak pernah mendukung Israel. Meski saya berada di Amerika, saya mencoba menciptakan perubahan di Palestina.

Kembali ke tahun 1997, banyak yang menuduh Anda di balik krisis di Asia?

Saya sudah mengatakan berkali-kali bahwa ini tuduhan yang keliru. Sejak beberapa bulan sebelum krisis, kami sudah tidak berada di pasar menjual mata uang. Kami memang melakukan transaksi, tetapi (waktu) yang paling dekat adalah enam bulan sebelum krisis terjadi. Saya sudah minta kantor saya untuk membuat ringkasan dari posisi kami pada saat itu agar diterbitkan. Tidak ada yang perlu disembunyikan.

Tetapi saat itu Anda tidak rugi, kan?

Di Indonesia kami rugi (tertawa), karena kami membeli rupiah pada saat krisis. Kalau tidak salah ketika itu rupiah pada posisi Rp 6.000 per satu dolar AS. Setelah kami beli nilainya terus melemah menjadi Rp 10.000 per dolar.

GEORGE SOROS (nama lahir: György Schwartz)

Lahir: Budapest, 12 Agustus 1930

Pendidikan: Jurusan Filsafat, London School of Economics

Karier:

  • Pendiri dan Chairman Soros Fund Management dan Quantum Group of Funds
  • Pendiri dan Chairman Open Society Institute.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus