TULISAN perempuan itu memang mengandung pertentangan. Ada nada
bersyukur, tapi tercium juga penyesalan. "Bukan sebuah tempat
yang buruk," tulisnya, "namun tetap saja ini sebuah penjara."
Enam bulan perempuan Inggris itu menjadi penghuni Drake Hall,
sebuah penjara terbuka wanita di Inggris. Beberapa bulan yang
lalu ia dibebaskan oleh pengadilan tingkat banding. Dan kemudian
menuliskan pengalamannya di majalah Guardian.
Konsep tentang penjara memang bergeser dari masa ke masa.
Penjara tak lagi harus berupa tempat menghukum, tapi lebih
bersifat membina. Dan Drake Hall sepertinya memang tempat
pembinaan yang ideal. Apalagi bila dibandingkan dengan kondisi
dan perlakuan terhadap narapidana di penjara Wormwood Scrubs,
London atau trangeways di Manchester atau penjara Risley Remand
Centre. Penjara terbuka ini boleh dikatakan "sebuah wisma yang
menyenangkan". Jangan dikata lagi bila dibandingkan dengan
kamp-kamp di Sibeia--Drake Hall barangkali sebuah "surga".
Setiap sel di sana didiami beberapa orang. Tapi siapa pun boleh
minta pindah bila ada setori dengan teman sekamar, atau ingin
menjalin persahabatan dengan seseorang di sel lain. Setiap orang
diberi sebuah lemari kecil yang bisa dikunci. Terhukum diizinkan
memiliki tiga lemba use, dan sejumlah rok bawah.
Untuk mereka yang dipekerjakan di dalam big tertentu, penjara
menyediakan pakaian khusus. Fasilitas mencuci memungkinkan
mereka mengganti rok bawah setia hari. Ada sejumlah kamar mandi
dengan bak dan shower. Apel pagi dilakukan pukul 6.45. Tenggang
waktu yang memungkinkan setiap penghuni mandi, berpakaian,
mengatur tempat tidur dan menyapu kamar, sebelum berangkat
sarapan.
Hari Sabtu khusus diisi acara membersihkan kamar. Kesempatan
mencuci diberikan pada hari Selasa. Kamar yang kedapatan masih
berdebu dan acak-acakan pasti membawa naas pada penghuninya.
Mereka akan kehilangan jam istirahat pagi, untuk mengulang
kembali pembersihan kamar.
Setiap penghuni diharuskan bekerja. Entah di kebun, di bagian
binatu dan kebersihan, di dapur, atau di pertukangan. Para
petugas juga kadang-kadang turun tangan, atau sekedar mengawasi
dengan sikap bersahabat.
Surat masuk dan keluar disensur. "Dulu tidak begitu," tulis
wanita tadi. "Tapi ada saja penghuni yang menggunakan kesempatan
berkorespondensi untuk hal yang tidak-tidak." Umpamanya,
mengatur siasat memasukkan uang dan obat bius ke dalam penjara.
"Bahkan merencanakan pelarian, atau mengadukan perlakuan yang
kurang sedap."
Peraturan pen jara melarang setiap penghuni mengeluh kepada
orang luar, "terutama kepada anggota DPR." Untuk itu sudah ada
"saluran resmi". Dan menulis kepada pers, sungguh-sungguh
merupakan pantang besar.
Surat yang hendak dikirim keluar harus diserahkan dalam keadaan
terbuka. Bila dalam isinya kedapatan sesuatu yang melanggar
peraturan, si pengirim disuruh menulis kembali.
Sudah tentu penjara mempunyai tata tertib tersendiri dalam hal
korespondensi. Misalnya, "tidak boleh menceritakan jadwal
kegiatan sehari-hari, atau menulis tentang orang hukuman lain."
Surat dari luar dibagikan pada saat makan siang. Ada surat-surat
khusus yang hanya dibacakan petugas kepada si penerima. Ada pula
kiriman tertentu yang tidak boleh disimpan di dalam sel.
Melainkan dititipkan di kantor penjara, menanti saat bebas
terhukum.
Sekali seminggu para penghuni pen jara 'menerima gaji'. Sekali
seminggu, pula diberi kesempatan berbelanja di kantin penjara.
Ada dijual gula-gula, tembakau, rokok, pelbagai kebutuhan kecil,
dan sarana surat-menyurat ala kadarnya.
Bermain catur dipersilakan, tetapi mendiskusikan sesuatu dengan
sesama terhukum adalah tabu. Penjara juga mencegah kemungkinan
terjalinnya persahabatan akrab antara sesanla terhukum.
Ieskipun para petugas umumnya bertindak santai dan bersahabat.
Kabar buruk yang menimpa keluarga di luar selalu bisa diketahui
oleh semua tahanan. Ada saja cara unlLuk saling tukar
informasi.
Pada sore hari suasana agak santai. Ada berbagai pilihan,
terserah selera. Mau menonton televisi, bertelun di
perpustakaan, atau sekedar duduk termenung-menung, terserah.
Sampai pukul sembilan malam penghuni diperkenankan berada di
luar kamar. Pukul 10 lampu dipadamkan. Setelah itu boleh
langsung tidur atau menghibur diri dengan radio transistor satu
band, punya masing-masing.
Penjara ini didiami para tahanan wanita dengan jenis kejahatan
yang berbeda-beda. Ada pecandu obat bius, pelacur kawakan,
pembunuh suami, atau penganiaya dari jenis lain. "Tapi mereka
semua menjadi orang-orang yang amat manis," tulis wanita tadi.
Tidak sedikit yang menyatakan penyesalan. Ada pula yang
mengungkapkan--dengan sedikit nada protes-bahwa tindakan
kekerasan yang dilakukannya karena dipaksa situasi membela diri.
"Tapi untuk para terhukum dengan kasus menyakiti anak-anak,
tidak ada kata maaf," tulisnya. Orang-orang seperti itu biasanya
dikucilkan oleh sesamanya.
Tingkat kejahatan mereka pun berbagai-bagai. Ada yang sekedar
ditemukan mengutil di toko serba ada. Tapi tidak sedikit yang
ambil bagian dalam perampokan besar.
Sebagian petugas tertentu selalu mengajak para terhukum
berbincangbincang mengenai keadaan di luar. Entah tentang
kejadian-kejadian aktual, atau mengomentari programa radio.
Untuk yang berminat menambah pengetahuan, tersedia beberapa
pilihan. Ada pelajaran membuat mainan anak-anak, barang-barang
kesenian, keramik, atau bermain drama. Untuk sebagian besar
mereka, kesempatan ini merupakan pengalaman belajar yang
pertama.
Yang hanya tertarik pada pembinaan fisik bisa melakukan jogging
sepuas hati. Penjara juga menyediakan fasilitas untuk perawatan
kesehatan dan penyembuhan sekedarnya.
Acara sore macam-macam. Entah bercengkerama bersama teman yang
dirasa cocok. Atau menisik dan merenca. Atau bermain catur,
scrabble, dan lainnya.
Boleh dikatakan semua mata acara kegiatan itu terpulang kepada
disiplin para terhukum. Satu-satunya beban adalah kewajiban
melapor yang harus dilaksanakan pada waktu-waktu tetap.
Kadang-kadang pada akhir minggu ada disko, atau permainan
bingo. Acara ke gereja disediakan pada hari Ahad. Pulang
kebaktian diberikan sedikit kesempatan berjalan-jalan.
Katakanlah menikmati suasana normal dan bebas.
Sekali seminggu diberikan pula kesem atan berenang. Lalu ada
acara berkemah pada musim panas, atau berjalan sepanjang hari
pada Hari Paskah. Semla kegiatan ini diawasi. Tapi sifatnya
sukarela. Yang tidak mau melibatkan diri, boleh saja tetap
berada di belakang tembok penjara.
Melilik acara yang longgar ini, lalu apa lagi arti penjara
ini? "Ya, justru berada di situ. Itulah hukuman," tulis wanita
tadi. "Terpisah dari sal dara, terutama anak-anak. Khawatir akan
masa depan, kesempatan bekerja, dan masa tua yang tidak
menentu," sambungnya.
Ya, sarana fisik yang menyenangkan di penjara ini, toh tak mampu
menghapus kesan psikologisnya. "Mereka berusaha memaksakan
sesuatu yang normal di tempat yang tidak normal ini," tulis
perempuan itu.
Juga rasa malu menghadapi masyarakat, bila saat bebas tiba.
Bagaimana eloknya sebuah penjara, ia tetap mengesankan dunia
kelabu yang tidak langsung bisa ditanggapi secara ramah oleh
orang di luar.
BERGAUL dengan para kriminal mungkin bukan perkara berat. "Yang
paling menyiksa adalah perasaan tanggungjawab atas perawatan
anak-anak, yang dengan sendirinya menjadi kehilangan induk."
Dan sesudah segala-galanya berakhir, "seorang terhukum melangkah
dengan gamang menyongsong masyarakat yang memandangnya dengan
1001 kesan." Pertemuan kembali ini bisa berlanjut serasi. Tapi
mungkin juga menjerumuskan kembali seorang bekas terhukum ke
dalam langkah yang lebih fatal.
Ia bisa merasa disisihkan, terkucil dari kelompok, merasa selalu
diawasi dengan pandang curiga. "Kalau sudah begitu, lantas apa
arti 'pembinaan' yang sudah dilakukan bersusah payah selama
dalam penjara?" tanya wanita itu mengakhiri tulisannya.
Akhirnya memang terpulang kepada sikap masyarakat terhadap para
bekas narapidana itu--tak peduli dari penjara jenis mana mereka
datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini