Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN mata berkaca-kaca, Yohanes Waworuntu menceritakan peristiwa lima tahun silam itu, ketika ia menjabat Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika. Perusahaan yang mengelola Sistem Administrasi Badan Hukum di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ini berkantor di lantai delapan Menara Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Hary Tanoesoedibjo, bos Bhakti Investama Group, meminta Yohanes datang ke ruang kerjanya di lantai 28. Di sana, Hary meminta Yohanes memblokir akun PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia di jaringan Internet Sisminbakum, agar hasil rapat umum pemegang saham TPI, yang digelar dua hari lagi, 17 Maret 2005, tak bisa didaftarkan dan disahkan.
Yohanes menolak. Hary, menurut Yohanes, pekan lalu, memberikan pilihan: ”Take it or leave it!”
”Ini ilegal, Pak. Memblok harus ada izin dari Departemen Kehakiman dan pengadilan.”
”Take it or leave it!”
Yohanes balik ke ruangannya, dan melapor kepada Hartono Tanoesoedibjo, yang tak lain kakak tertua Hary. Ia Komisaris PT Sarana Rekatama. Karena keduanya tak mengerti soal teknologi, Yohanes memanggil anak buahnya dan menyampaikan permintaan Hary.
Dua hari kemudian, notaris Buntario Tigris Darmawa Ng, yang mencatat hasil rapat pemegang saham TPI soal perubahan susunan anggota direksi dan komisaris, tak bisa mengakses Sisminbakum. ”Saya menurut karena ingat anak saya sedang sakit,” kata Yohanes.
Putri keduanya yang baru berusia lima tahun terkena kanker darah. Yohanes butuh duit tak sedikit untuk pengobatan. Baginya hanya ada dua pilihan: melaksanakan perintah Hary Tanoe atau dipecat. Mantan bankir ini memilih tetap bisa bekerja di PT Sarana dengan gaji Rp 70 juta per bulan. Sebulan setelah pemblokiran, putrinya wafat.
Pengakuan Yohanes soal keterlibatan Hary ini membuka babak baru kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum. Pekan lalu, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra dan Hartono sebagai tersangka. Yohanes sendiri sudah divonis lima tahun penjara.
Sejauh ini, Hary Tanoe selalu menolak dikaitkan dengan PT Sarana Rekatama, kendati di pengadilan ada yang bersaksi perusahaan ini milik PT Bhakti Asset Management. Ia menyangkal pernah memerintahkan Yohanes memblokir akun TPI.
Foto-foto yang disodorkan Tempo menunjukkan Hary menyaksikan penandatanganan dan peresmian Sistem Administrasi Badan Hukum pada 31 Januari 2001. Tapi ia menyatakan hadir kebetulan sebagai undangan. Karena itu, menurut dia, pemblokiran tak perlu dilakukan karena rapat yang digelar kubu Siti Hardijanti Rukmana itu ilegal.
Hary menuding pengakuan Yohanes dibuat-buat karena Yohanes sudah merapat ke kubu Tutut—seterunya sejak 2002 soal kepemilikan saham TPI. Indikasinya, Yohanes menunjuk Eggy Sudjana sebagai kuasa hukum, pengacara yang pernah menuduh Hary memberikan mobil mewah Jaguar kepada keluarga dan kalangan dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Jadi pengakuan-pengakuan Yohanes juga tak qualified,” katanya.
Hary mengaku sama sekali tak tahu ada rapat yang digelar kubu Tutut pada 17 Maret 2005. Soalnya, PT Berkah Karya Bersama—anak usaha Bhakti Investama—yang diakuinya sebagai pemilik 75 persen saham TPI, melayangkan undangan rapat pemegang saham pada 10 Maret untuk rapat pada 18 Maret 2010. Undangan itu memberikan tiga opsi kepada Tutut soal kepemilikan saham yang kisruh akibat tak tercapainya kesepahaman soal penyelesaian utang-utang Tutut oleh Hary Tanoe.
Syahdan, pada 2002, Tutut meminta Hary Tanoe membereskan utang-utangnya Rp 1 triliun lebih. Hary diharuskan menyediakan US$ 55 juta (Rp 550 miliar) untuk membayar utang-utang tersebut. Sebagai kompensasinya, ia akan mendapat 75 persen saham di TPI.
Kisruh terjadi ketika Tutut berniat melunasi uang yang sudah dikeluarkan Hary untuk membayar utang-utangnya, dengan meminta perincian pengeluarannya lebih dulu. Kesepakatan tak pernah tercapai hingga konfliknya berlarut, lalu saling klaim saham, hingga ada undangan rapat untuk memilih opsi itu.
Opsi itu adalah meneruskan kepengurusan TPI dengan rasio saham 75 persen untuk PT Berkah Karya Bersama dan 25 persen untuk Tutut; Tutut membayar ongkos pembayaran utang Rp 630 miliar; atau Tutut setuju sahamnya dibeli Hary senilai Rp 210 miliar.
Menurut Hary Tanoe, sampai hari rapat tiba, putri sulung Soeharto itu tak memilih salah satu opsi. Maka ia menggelar rapat umum pemegang saham pada 18 Maret, dengan menetapkan susunan anggota direksi dan komisaris yang baru. Hasil rapat itu kemudian dicatat notaris Bambang Wiweko dan didaftarkan ke Departemen Kehakiman.
Kali ini, jaringan Internet Sistem Administrasi Badan Hukum menerima data yang dimasukkan Bambang. Upaya terakhir Tutut mencatatkan kepemilikan saham pun terbentur. Sejak itu Hary Tanoe mengukuhkan diri sebagai pemilik mayoritas televisi yang berkantor di Taman Mini Indonesia Indah itu.
Protes yang dilancarkan kubu Tutut soal error-nya jaringan Sisminbakum tak digubris Departemen Kehakiman. Laporan hasil RUPS secara manual juga ditolak karena pemerintah hanya mengakui pencatatan perusahaan dilakukan secara online. Anehnya, menurut Harry Ponto, pengacara yang ditunjuk Tutut, pemblokiran akun TPI terjadi hingga sekarang. ”Kami tetap tak bisa mengakses akun TPI sepekan setelah rapat 17 Maret,” katanya. ”Lima kali kami coba, selalu gagal.”
Dari bukti gagal akses yang dicetak Harry Ponto, pencatatan itu ditolak. Ketika notaris Buntario Tigris mengaksesnya, muncul peringatan di laman web: ”Maaf, nama perseroan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia sedang dalam proses pengesahan. Silakan mencari nama lain untuk pendirian perseroan.” Kata Ponto, ”Seolah-olah kami sedang mencari nama baru untuk TPI.”
Percobaan akses dilakukan hingga 16 November 2005. Pada hari itu, notifikasinya lain lagi: nama perseroan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia sudah terdaftar di Sisminbakum Departemen Kehakiman. Kemudian muncul perintah agar pengakses melakukan perubahan nama dan anggaran dasar perusahaan baru.
Menurut Yohanes, itu terjadi karena pemblokiran tak pernah dicabut. Adapun untuk akses pada 18 Maret, bagian teknologi PT Sarana Rekatama membuka pemblokiran sehingga pencatatan perubahan pengurus TPI bisa dimasukkan. Jaringan Sistem Administrasi Badan Hukum memungkinkan untuk itu. User name dan password hanya dipasang di awal masuk situs ini. Selebihnya, setiap notaris bisa mengakses seluruh akun perusahaan yang terdaftar di sini.
Nah, sejak Januari silam, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk tim khusus untuk menelisik pengalihan saham itu. Hasilnya, 8 Juni lalu keluar surat keputusan yang membatalkan hasil rapat pemegang saham TPI yang digelar kubu Hary Tanoe. Dalam surat yang ditandatangani Direktur Perdata Rike Amalia disebutkan, pembatalan itu karena pengesahan akta hasil rapat 18 Maret 2005 ”cacat hukum secara materiil”.
Bagja Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo