Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Rambu-rambu Pemusnah Narkoba

5 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOBIL Suzuki APV yang diparkir di depan kantor Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya itu sarat muatan. Di jok belakang dan tengah terlihat tumpukan barang yang dibungkus rapi dengan kertas cokelat. ”Itu isinya ganja semua,” kata Ajun Komisaris Besar Krisno H. Siregar, Pelaksana Harian Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Rabu dua pekan lalu.

Daun ganja kering itu ”dipanen” polisi awal bulan lalu. Awalnya, polisi yang tengah berpatroli curiga terhadap sebuah mobil Suzuki yang melaju di jalan tol Angke ke arah Cawang dengan muatan penuh. Ketika dihentikan, pengendara mobil itu malah memacu kendaraannya. Polisi mengejar mobil itu. Pengemudinya baru menyerah di jalan tol dalam kota. Rupanya, kendaraan itu mengangkut 19 karung daun ganja kering seberat 400 kilogram.

Ganja itulah, kata Krisno, yang ada di mobil Suzuki APV tersebut. Barang bukti itu akan diangkut ke kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Rencananya, daun ganja itu dimusnahkan dengan cara dibakar di mesin pembakar sampah atau insinerator yang ada di kawasan bandara.

Barang bukti berupa daun ganja, juga berbagai jenis narkoba lain, misalnya heroin dan morfin, tidak perlu lama menginap di gudang polisi. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur, barang bukti narkoba harus segera dihancurkan. ”Tidak perlu menunggu putusan pengadilan,” kata Krisno.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional Ajun Komisaris Besar Sumirat mengatakan ada beberapa perbedaan mendasar mengenai tata cara pemusnahan barang bukti narkoba antara Undang-Undang Narkotika yang disahkan pada 14 September 2009 dan undang-undang lama. Undang-undang lama menyebutkan barang bukti narkoba dapat dimusnahkan sebelum dan sesudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. ”Kalau sekarang, harus segera dimusnahkan,” ujar Sumirat.

Perbedaan lain, waktu pemusnahan barang bukti narkoba juga diatur secara tegas. ”Itu untuk menghindari penyimpangan, misalnya untuk dijual lagi,” kata Sumirat.

Penyidik, baik polisi maupun Badan Narkotika, juga berkewajiban membuat berita acara yang memuat jenis, jumlah, pemilik, dan waktu ketika menyita narkoba itu. Penyitaan itu juga harus dilaporkan kepada kepala kejaksaan negeri setempat paling lama tiga hari. Selanjutnya, kepala kejaksaan akan menentukan nasib narkoba sitaan itu: untuk barang bukti di pengadilan, penelitian, pendidikan, atau dimusnahkan. Sebelum narkoba itu dimusnahkan, untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik harus menyisihkan sebagian kecil untuk diuji di laboratorium.

Penyidik juga harus membuat berita acara pengambilan barang bukti untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Narkoba yang diambil untuk penelitian dan pendidikan tidak boleh banyak-banyak. ”Paling hanya beberapa miligram,” kata Sumirat. Setelah ditetapkan bahwa narkoba itu dimusnahkan, kata Sumirat, penyidik dalam waktu tujuh hari harus membakar barang bukti tersebut. ”Kalau tidak dilaksanakan, akan dipidana.”

Lazimnya, barang haram itu dimusnahkan dengan cara dibakar. Misalnya yang terjadi Senin pekan lalu di Bogor. Hari itu, Wali Kota Diani Budiarto membakar barang bukti narkoba berupa 138 kilogram ganja, putaw, sabu-sabu, dan pil leksotan senilai Rp 400 juta di Plaza Balai Kota Bogor. Polisi menempatkan narkoba itu ke dalam drum dan menyiramnya dengan bensin. Dengan tongkat bambu, api disulutkan ke arah ganja itu. Api baru padam satu jam kemudian.

Badan Narkotika memiliki tungku pembakaran di Pusat Rehabilitasi Korban Narkoba di Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Pembakaran dilakukan melalui dua tahap. Pertama, narkoba dibakar pada suhu sekitar 800 derajat Celsius. Selanjutnya, abu hasil pembakaran dibakar dengan suhu hingga 1.500 derajat Celsius.

Pembakaran narkoba dalam jumlah besar, kata Sumirat, harus menggunakan tungku pembakar sampah atau insinerator yang lebih besar. Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Banten, memiliki fasilitas tungku pembakaran seperti ini. Kejaksaan Negeri Tangerang pada 2007 menunjuk Puspiptek untuk melenyapkan barang bukti narkoba yang diproduksi pabrik ekstasi Cikande milik Benny Sudrajat.

Sayangnya, pemusnahan narkoba dengan teknologi tungku pembakar ini memerlukan biaya besar. Sebuah perusahaan di Cikampek, kata Sumirat, meminta bayaran Rp 50 ribu per kilogram. ”Sekali pembakaran harus satu ton,” ujarnya.

Alasan mahalnya biaya pemusnahan itulah yang mendorong Silvester Tursiloadi, pegawai Pusat Penelitian Kimia Puspiptek, yang bertanggung jawab membakar barang bukti narkoba dari pabrik Cikande, menjual sebagian barang bukti. Itu yang membuat ia kemudian berurusan dengan polisi. ”Kalau menjual barang bukti narkoba, itu sudah pidana,” kata Sumirat.

Sutarto (Jakarta), Deffan Purnama (Bogor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus