KARCIS pintu tol bisa licin mirip kulit pisang. Adalah Edi Nurmanto, 20 tahun, yang jadi terpeleset sendiri. Penduduk Kampung Bojong Kerta, Ciawi, Bogor, ini singgah di sebuah warung sambil menunggu bus, di depan kampus Universitas Kristen Indonesia, Cawang, Jakarta Timur. Di warung itu ada beberapa sopir dan kenek sedang istirahat, sekaligus jual beli potongan-potongan karcis tol. Resi pembayaran tol yang sudah berstatus sampah itu mereka beli sebagai akal-akalan yang memberi kesan mereka sudah melewati pintu tol, lalu diklaim ke kantor. Para sopir angkutan barang itu kabarnya diberi jatah uang tol dari perusahaan masing-masing sekitar Rp 5.000. Mereka tidak menggunakan jalan bebas hambatan itu, tapi membeli sampah karcis tol tadi paling banyak Rp 2.000. Sisanya lumayan jika ditotal dari hari ke hari. Karena potongan karcis tol itu memang asli, dipungut di bak sampah di pintu tol oleh para kenek, urusan dengan pihak perusahaan pun mulus saja. Melihat bisnis ganjil ini, Edi Nurmanto tergiur. Cuma, ia melangkah terlalu jauh. Ia tidak memungut dari tong sampah, tapi malah kepingin membuat karcis tersebut. Ia merasa mampu karena pernah bekerja sebagai tukang sablon di Bandung, setahun silam. Berbekal tabungannya selama bekerja sebagai buruh cangkul, sekitar Rp 100.000, Edi membeli alat sablon, cat, dan kertas. Contoh karcis tol itu dicarinya di gerbang tol Ciawi. Dia lalu mulai bekerja membuat karcis tersebut. Beberapa hasil cetakannya yang bermutu jelek dibiarkannya berserakan di sekitar rumahnya. Itu kemudian dipungut anak-anak dan dijadikan mainan, sampai suatu saat menjadi perhatian seorang polisi di Ciawi yang lewat di situ. "Masa karcis tol dicetak di kampung terpencil," kata Letnan Satu Muharam Riyadi, Kepala Kepolisian Sektor Ciawi. Sablonan Edi dicocokkan dengan karcis asli yang dikeluarkan PT Jasa Marga. Ketahuan. Edi pun dicokok dengan tuduhan pemalsuan, seperti termaktub dalam Pasal 263 KUHP. Kepada polisi, ia mengaku belum sempat memasarkan selembar pun karcis tol palsu itu. Selain menyita perangkat sablon, polisi juga menyita 26 kg karcis palsu tersebut, yang meliputi tanda transaksi tol gerbang Ciawi, Cibinong, Citeureup, Taman Mini, Cawang, dan sebagainya. Malahan juga untuk gerbang tol Cileunyi, Bandung. "Walaupun tidak merugikan secara materi, Edi melakukan perbuatan kriminal pemalsuan. Secara moral ia merusak citra Jasa Marga yang juga perusahaan negara," kata Muharam Riyadi kepada Taufik Abriansyah dari TEMPO. "Saya tidak sangka perbuatan itu dianggap kejahatan," kata Edi yang tidak tamat SD itu. Ia merantau di Bogor ikut kakaknya sebagai buruh tani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini