Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SECARIK kartu menyelusup sela pintu sebuah kamar di lantai 17 Hotel Mulia, Jakarta, Kamis siang pekan lalu. Kiai Nuruddin A. Rahman, penghuni kamar, segera berjalan dan memungut kartu berwarna marun itu. ”Permohonan dukungan dari Pak Bambang Soeroso,” kata Kiai Nuruddin kepada Tempo, yang siang itu sedang mewawancarainya.
Siang itu tim sukses Bambang Soeroso memang tengah giat-giatnya. Meski tidak mendapat dukungan penuh dari wilayahnya, Bambang, yang tampaknya sudah lama berniat menjadi Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), tetap berusaha melaju. Tim orang kepercayaan Mbak Tutut ketika memimpin PT Citra Lamtorogung Persada ini sarat dengan gadis-gadis manis.
Dengan blazer cokelat gaya elegan, anggota tim mendatangi kamar para anggota DPD yang menginap di Hotel Mulia, satu demi satu. Bila mereka menemukan penghuni kamar, dengan lancar mereka mengajak bicara. ”Tulisan Pak Bambang hari ini ada di koran. Silakan, Pak,” kata seorang dari mereka sambil menyodorkan lipatan koran nasional kepada seorang anggota DPD asal Kalimantan yang ditemui di pintu lift.
Bambang, yang datang ke Senayan mewakili Provinsi Bengkulu, memang langsung tersungkur, bahkan di tahap awal pemilihan. Sejak putaran awal, rapat paripurna Jumat lalu hanya menyebut empat nama. Irman Gusman dari wilayah barat, Sarwono Kusumaatmadja dan Ginandjar Kartasasmita dari wilayah tengah, serta La Ode Ida dari wilayah timur.
Tapi, jangan bilang perjuangan Bambang sia-sia. Paling tidak, bagi para pendukung Irman Gusman, langkah kuda Bambang diyakini menjadi sebab jatuhnya jago mereka di tahap akhir pemilihan. ”Gila, dia menyerimpung kami,” kata anggota tim sukses Irman Gusman, Toni Hasyim. Toni yakin, setelah kekalahan di tahap awal itu, Bambang segera memilih pihak. Dan Ginandjar-lah, menurut Toni, yang dipilih Bambang.
Lalu, apa yang salah? ”Ya, memang tidak,” Toni mengakui, ”Tapi seharusnya ia menghormati kesepakatan Batam.” Memang, pada pertemuan ”Silaturahmi Forum Dewan Perwakilan Daerah Se-Sumatera” di Batam, 26 Agustus lalu, 34 anggota DPD se-Sumatera sepakat mendukung calon mereka untuk pemimpin di DPD dan MPR. Saat itu, untuk MPR, forum memilih Aida Ismeth dari Provinsi Kepulauan Riau. Irman Gusman dari Sumatera Barat terpilih untuk calon pemimpin DPD.
Berlangsung hingga menjelang tengah malam, pemilihan Ketua DPD memang seru. Ginandjar sejak awal memimpin perolehan suara dengan 59 pemilih. Irman Gusman dan Sarwono Kusumaatmadja menguntit cukup jauh dengan 43 dan 26 suara. Seketika, Sarwono langsung tersisih.
Setelah jeda cukup panjang, pemilihan di antara dua besar pun dilanjutkan. Hasilnya, Ginandjar terpilih sebagai ketua dengan mengantongi 72 suara, Irman mengumpulkan 54 suara. Dua kertas suara dinyatakan tidak sah. ”Saya tidak muluk-muluk,” kata Ginandjar sesaat setelah terpilih. ”Yang penting rakyat melihat kita segera bekerja.”
Waktu ditanya soal beredarnya isu politik uang, kontan wakil Jawa Barat itu menyangkal. ”Tidak ada yang namanya money politics,” ujarnya tandas. Ginandjar bahkan berani bersumpah, kalau pun ada, uang itu bukan dari dia. ”Demi Allah, bukan dari saya.” Selain menafikan hal yang sama, anggota tim sukses Ginandjar, Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, menyatakan, ”Kami (anggota DPD) memerlukan kepemimpinan yang kuat.”
Putra Mahkota Keraton Kasepuhan, Cirebon, itu mengatakan, meski secara struktural sejajar, dalam kewenangan DPD tidak banyak artinya dibandingkan dengan DPR. Dan Ginandjar, menurut dia, memenuhi syarat memimpin DPD. Begitu pula pendapat Ichsan Loulembah, anggota DPD dari Sulawesi Tengah. ”Meski dianggap orang lama, beliau memiliki kelebihan pengalaman dan kemampuan berpolitik,” kata mantan penyiar radio Trijaya itu.
Darmawan Sepriyossa, Sunariyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo