Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lazimnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sudah disetujui DPR bakal lolos mendapat persetujuan presiden. Tapi kelaziman itu tak berlaku untuk RUU tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (free trade zone). Pekan lalu, Presiden Megawati menyatakan tak akan menandatangani RUU tersebut.
Ini memang peristiwa langka. Sebelumnya, jarang ada RUU yang sudah disetujui DPR lantas ditolak presiden. Yang kerap terjadi, undang-undang yang sudah disahkan presiden mendapat reaksi dari masyarakat dan pemerintah harus menariknya. Ini, misalnya, terjadi pada UU Yayasan, yang bulan lalu juga disahkan DPR.
RUU Batam muncul dari gagasan Kamar Dagang dan Industri Batam serta Pemerintah Daerah Kepulauan Riau sejak beberapa tahun silam. Intinya, RUU itu mengatur pemberlakuan kawasan perdagangan bebas di Batam secara menyeluruh, termasuk di sejumlah pulau lain di seputar Batam. Dengan cara ini diharapkan banyak investor yang melirik ke pulau seluas 415 kilometer persegi itu.
Penggodokan RUU dilakukan oleh Komisi Perdagangan DPR dan pemerintah sejak dua tahun silam. Rupanya, dalam pembahasan, terjadi perbedaan tajam antara DPR dan pemerintah mencakup aturan sejauh mana wilayah perdagangan bebas diterapkan. Di satu sisi, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewandi menuntut pemberlakuan kawasan perdagangan bebas secara enklave (pengaplingan) yang meliputi tujuh wilayah. Di sisi lain, DPR ingin kawasan bebas perdagangan berlaku untuk seluruh Batam.
Perbedaan lain menyangkut status pelabuhan bebas Batam, status kepemilikan dan hak pengelolaan pelabuhan laut dan bandar udara. Jika mengacu ke RUU versi DPR, semua tempat ini akan berada di bawah kendali Pemerintah Kota Batam. Di sinilah pemerintah tidak setuju. ”Kalau dikelola sendiri oleh otorita Batam, Indonesia akan kehilangan satu titik dari seluruh jaringan transportasi,” kata Soenarno, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah yang juga menjabat Menteri Perhubungan ad interim.
Perdebatan soal itu menemui jalan buntu. Padahal, waktu kian mepet. DPR sudah bertekad RUU itu harus beres sebelum masa akhir tugas mereka. Sejumlah anggota DPR bahkan sempat berang ketika dalam sidang akhir pembahasan RUU itu, 7 September lalu, Menteri Rini Soewandi tidak datang. ”Tidak ada itikad baik dari Menteri Perindustrian untuk merampungkan RUU ini,” kata anggota Komisi Perdagangan dari Fraksi PDIP, Kristin.
Pada 14 September lalu Komisi Perdagangan membawa RUU yang terdiri dari 22 pasal itu ke sidang paripurna. Ketika itu semua fraksi setuju RUU tersebut disahkan. Tapi pihak pemerintah yang diwakili Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra tetap menolak. ”Sepuluh menit lalu saya menelepon Presiden. Presiden tetap menyatakan perlunya tujuh enklave itu,” kata Yusril berkukuh. Toh, Wakil Ketua DPR Tosari Wijaya yang memimpin sidang tetap mengetukkan palu. Dengan demikian, DPR secara resmi menyatakan menerima RUU Batam.
Keputusan DPR itulah yang ditolak Presiden Megawati. ”Tidak mungkin RUU itu diberlakukan kalau tidak disetujui DPR dan Presiden,” kata Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo kepada Sapto Pradityo dari Tempo. Secara yuridis, menurut Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra, sesuai dengan Pasal 20 ayat 3 dan 4 UUD 45, proses pengesahan RUU itu tak bisa dilanjutkan tanpa persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Akbar Tandjung, yang saat itu masih menjadi Ketua DPR, sependapat dengan Yusril. ”Tanpa persetujuan dengan pemerintah, RUU itu tak mungkin disahkan,” ujarnya.
Tapi Surya Darma Ali, mantan Ketua Komisi Perdagangan yang juga ketua panitia khusus RUU Batam, punya pendapat berbeda dengan Akbar. Menurut Surya, kalaupun Presiden menolak menandatangani, sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 45, dalam 30 hari RUU itu menjadi UU. ”Ini aturannya,” ujarnya. Menurut Surya, memang terjadi deadlock saat pembahasan di tingkat panitia khusus. ”Namun pemerintah setuju dibawa ke tingkat paripurna,” ujarnya.
Dalam sidang paripurna semua fraksi akhirnya menyetujui RUU itu. Ini berarti, kata Surya, RUU itu sah. ”Ini aturannya, dan pemerintah sebelumnya secara tertulis menyatakan setuju dibawa ke paripurna,” ujarnya. Surya sendiri berharap presiden mendatang segara mengesahkan RUU itu. ”Karena DPR menaruh perhatian besar terhadap perbaikan iklim investasi di Batam,” katanya.
L.R. Baskoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo