Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasrat menambah gelar profesor bagi Indra Djati Sidi, 52 tahun, harus dipendam sementara waktu. Rencana doktor teknik sipil ini untuk melakukan riset di University of Illinois, almamaternya di Amerika Serikat, juga tertunda. Padahal ia merasa sekaranglah waktu yang tepat.
Sejatinya, begitu melepas jabatan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Juli lalu, ia sudah terbang ke Amerika Serikat. Namun, hanya sebulan di sana dan belum melakukan riset apa pun, ia terpaksa kembali ke Jakarta. Sebuah kasus penting menunggunya di Markas Besar Polri.
Pria kelahiran Amsterdam, Belanda, ini resmi disangka melakukan korupsi dana block grant, dana hibah pemerintah untuk pendidikan pada proyek pengadaan buku matematika sekolah dasar tahun 2003. Nilainya Rp 150 miliar. ”Ia sudah kami tetapkan sebagai tersangka akhir Agustus lalu,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Aryanto Boedihardjo, awal September lalu.
Status tersangka itu setelah polisi menemukan bukti yang memberatkan dari sekitar 14 saksi penting. Di antaranya adalah para pimpinan proyek pengadaan buku matematika di berbagai provinsi. Sejumlah barang bukti juga sudah diamankan, di antaranya puluhan dokumen proyek serta buku matematika dari kelas 1 sampai 6 sekolah dasar dari beberapa penerbit. Kasus korupsi dana hibah buku ini sudah diteliti polisi sejak 2004.
Tuduhan terhadap bapak tiga anak ini adalah pelanggaran pasal korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni ”...dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, atau kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara”. Bila terbukti, si tersangka bisa dihukum penjara maksimum 20 tahun atau denda Rp 1 miliar.
Menurut polisi, negara dirugikan karena Indra—begitu ia kerap dipanggil oleh kawan-kawannya—tak menerapkan mekanisme tender pada proyek pengadaan buku matematika untuk sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah pada tahun 2003. Proses ini semestinya dilakukan, menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah. Menurut aturan itu, proyek barang dan jasa pemerintah di atas Rp 50 juta harus ditenderkan untuk mendapat harga yang kompetitif.
Karena duit negara dilepas bak membagi jatah begitu saja, akibatnya negara harus membeli buku matematika jauh lebih mahal, bahkan lebih mahal dari harga pasaran umum. ”Unsur menimbulkan kerugian negara sudah jelas,” kata Direktur III Pidana Korupsi dan Kejahatan Kerah Putih (white collar crime/WCC) Badan Reserse dan Kriminal Polri, Brigjen Polisi Indarto, kepada Tempo.
Bagi polisi, mendapatkan bukti borosnya duit dari anggaran resmi negara itu sudah seperti semudah memungut kerikil di jalanan. Menurut Indarto, polisi kini tengah mencari kaitan antara beberapa kasus korupsi buku block grant di daerah dan Indra Djati di Jakarta. ”Ada beberapa yang laporannya sudah masuk,” ujarnya tanpa merinci lebih jauh.
Meski kerugian negara dianggap terang, ternyata angka pastinya masih buram bagi polisi. ”Itu sedang kita hitung dengan bantuan Badan Pemeriksa Keuangan,” kata Indarto. Meski demikian, kesalahan Indra seperti sudah nyata bagi polisi. ”Sebagai pejabat, dia tidak melakukan kontrol anggaran seperti seharusnya,” kata Wakil Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini. Indra sudah tiga kali diperiksa polisi. ”Kita belum sempat membuatkan berita acaranya. Karena setiap hendak diberkas, dia selalu berhalangan dengan alasan ada kesibukan,” kata Indarto.
Indra Djati, mantan Pembantu Rektor Urusan Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung di era Orde Baru ini—sempat mencuat namanya karena memecat beberapa aktivis mahasiswa—menolak semua tuduhan itu. Ia bahkan heran dengan penetapan dirinya sebagai tersangka. ”Saya baru diperiksa sekali. Itu pun bentuknya wawancara. Belum sampai pada berita acara,” ujarnya. Ia juga pernah menjelaskan kasus dana hibah itu kepada Badan Intelijen Negara (BIN). ”Dan mereka menyatakan tak ada masalah,” katanya. Meski tak masalah, pencalonan Indra sebagai Direktur Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan di Departemen Hankam nyatanya batal.
Menurut Indra, program senilai Rp 150 miliar—bernama Program Penyaluran Dana Pemberian Subsidi Buku Pelajaran Matematika SD/MI 2003—sudah dijalankannya sesuai dengan aturan hukum. Program block grant sudah disetujui DPR tahun 2002 dan menjadi program Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2003.
Dana hibah ini, berdasarkan rencana anggaran yang dibuat Departemen Pendidikan Nasional, dialokasikan oleh Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan langsung ke provinsi dan dikenal dengan sebutan dana dekonsentrasi. ”Saya cuma berwenang menetapkan kebijakannya. Pengaturan uangnya tidak ada pada saya,” kata Indra kepada Tempo, yang menemuinya di sebuah kantor di kawasan Kuningan, Jakarta, pekan lalu.
Berdasarkan surat edaran Dirjen Anggaran tentang mekanisme penyaluran block grant, dana ini harus diberikan langsung ke rekening sekolah. Pengelolaan dana itu sendiri di tingkat provinsi dilakukan oleh pimpinan proyek yang ditunjuk gubernur. Pimpinan proyeklah yang berwenang menentukan sekolah-sekolah yang berhak menerima subsidi. Sekolah penerima wajib membeli buku matematika layak pakai, sesuai dengan yang ditentukan oleh Departemen Pendidikan. ”Terserah mereka mau beli buku yang mana atau dengan cara apa. Sekolah sendiri yang memutuskan,” ia melanjutkan.
Mekanisme hibah buku ini, yang dirintis sejak tahun 1996 lewat Program Peningkatan Minat Baca (Book and Reading Development Project) yang didanai Bank Dunia, dianggap sesuai dengan prinsip otonomi dan demokratisasi. Duit tidak lagi terpusat di Jakarta, dan daerah bisa memilih buku sesuai dengan kemampuan serta kebutuhan setempat. ”Kita hanya mengatur bahwa sekolah di daerah wajib membeli buku-buku tertentu yang sudah lulus uji,” katanya. Program block grant, sejak dimulai tahun 2003 dengan anggaran negara, terus dikembangkan. Kini cakupannya tak hanya buku, tapi juga gedung dan perlengkapan sekolah.
Pada masa lalu, setiap proyek pengadaan buku sarat dengan kolusi dan korupsi antara pejabat Departemen Pendidikan dan penerbit. Pada tahun 2003, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional menyatakan hanya delapan buku matematika dari 30 penerbit yang lulus uji. ”Penerbit tertentu yang selama ini diuntungkan dengan sistem lama lantas mencari-cari kesalahan saya,” kata Indra. Dengan 30 juta murid sekolah dasar, buku ajar menyediakan kue bisnis bagi penerbit senilai hampir Rp 1,5 triliun setiap tahun.
Menurut Indra, ia sudah melakukan kontrol atas pelaksanaan program dana hibah tersebut. ”Saya hanya bisa melakukan pengawasan,” katanya. Penyimpangan memang diakuinya ada, namun tak lebih dari 10-15 persen. ”Kecil sekali,” katanya. Penyimpangan itu umumnya berupa pemanfaatan dana hibah yang tidak sesuai dengan tujuannya. ”Ada yang buat betulin genteng atau bangku. Itu karena kondisi tiap sekolah di daerah kan tidak sama,” tuturnya. Semua penyimpangan itu sudah dievaluasi. Sayangnya, Indra mengaku tak tahu bagaimana kelanjutan evaluasi tersebut. ”Pekerjaan terus menyusul, saya tak sempat lagi memantau,” tuturnya.
Tanggung jawab atas semua penyimpangan itu ada pada para pimpinan proyek di daerah yang berkasus. ”Tidak bisa dilimpahkan ke pejabat Depdiknas di tingkat pusat,” kata Indra lagi. Penyimpangan yang terjadi berbeda untuk tiap-tiap kasus di daerah. ”Penyimpangan itu harus diselesaikan secara hukum sesuai dengan prinsip tempat kejadian perkaranya atau locus delicti. Silakan saja diusut,” ia melanjutkan. Pengusutan terhadap penyelewengan dana hibah di daerah, seperti yang disebutkan oleh Indra, sebenarnya sudah juga dilakukan polisi.
Menurut Indarto, Indra boleh saja berdalih penyaluran dana block grant sudah sesuai dengan aturan. ”Itu kan pendapat dia. Tapi yang memutuskan bersalah atau tidaknya kan pengadilan,” kata Indarto kalem. Namun, kapan ke pengadilan kalau memberkas saja belum?
Arif A. Kuswardono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo