Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyaluran dana hibah buku ajar (block grant) terbukti sarat korupsi. Pada 2003, ketika dana proyek mulai diserahkan ke daerah, praktek busuk itu meruap. ”Kebijakan itu cuma menggeser korupsi dari pusat ke daerah,” kata Ade Irawan, 28 tahun, Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW). Apalagi nilai proyek buku kini menggiurkan. Selain bantuan pemerintah pusat, daerah diwajibkan menyisihkan 20 persen pendapatannya untuk sektor pendidikan.
Penyimpangan, antara lain, muncul di Kabupaten Garut, Jawa Barat, berupa ”kutipan” dana block grant sebesar Rp 661 juta di proyek buku untuk sekolah di daerah terpencil dan miskin. Oknum Dinas Pendidikan menyunat jatah dana Rp 7,3 juta menjadi sekitar Rp 7 juta.
Sementara itu, di Klaten, Jawa Tengah, dana block grant malah mampir ke pos dana alokasi umum. Tender pengadaan buku matematika dan empat buku ajar lain untuk sekolah dasar dan madrasah senilai Rp 5,075 miliar memang digelar. Tapi, menurut laporan ICW, penyimpangan terjadi karena buku itu dicetak pada Desember 2003, dengan kurikulum 1994. Padahal seharusnya mengacu pada kurikulum baru 2004. ”Pemda tidak punya perencanaan. Padahal kurikulum diubah sepuluh tahun sekali,” kata Ade.
Di Batang, Jawa Tengah, bupati dengan kor setuju Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menunjuk PT Balai Pustaka sebagai pemasok buku ajar SD-SMA. Padahal buku matematika SD terbitan Balai Pustaka tidak lolos uji. Akibatnya, buku cuma jadi penghuni gudang. Tak hanya itu, ditemukan rabat (potongan harga) sebesar 30-40 persen dari nilai proyek buku senilai Rp 28,3 miliar (anggaran 2003 dan 2004). Duit rabat ini tak balik lagi ke kas daerah.
Kejaksaan Negeri Sukoharjo, Jawa Tengah, kini menetapkan lima tersangka block grant senilai Rp 10 miliar, yakni mantan Kepala Dinas Pendidikan Sukoharjo Bambang Margono, pemimpin proyek pengadaan buku Sri Mulyono, dan Kusnedi—salah satu rekanan proyek. Juga mantan Direktur Utama PT Balai Pustaka Siswadi, dan Kepala Pemasaran BP Jawa Tengah Murad Irawan. ”Ada dugaan penggelembungan nilai pengadaan buku pada tahun 2003 dan 2004,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus, Puji Triasmoro.
Balai Pustaka sendiri menangguk proyek tersebut dengan mendompleng Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1990 tentang Hak Penerbitan Buku Pelajaran dan Buku Bacaan Hasil Proyek Depdikbud kepada Perum Balai Pustaka. Padahal aturan ini sudah diapkir.
Harga yang ditawarkan oleh Siswadi, Direktur Balai Pustaka ketika itu, ternyata melebihi harga dasar dari perusahaan itu sendiri. Menurut Heru S. Notonagoro, kuasa hukum penerbit, harga tersebut adalah harga pedoman setempat. ”Ada penyesuaian harga karena tuntutan muatan isi buku,” katanya. Plus biaya lain, seperti kenaikan biaya operasional.
Di Ungaran, Jawa Tengah, pengadilan negeri baru saja menghukum lima pesakitan karena korupsi proyek buku paket SD/MI di Kabupaten Semarang senilai Rp 2,497 miliar. Mereka adalah Sri Kuswanto (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten), Yoyok Sismoyo (Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan Setda Kabupaten), Lulut Subardjo (Kepala Proyek Pengadaan), Muhammad Nur Wijananto (Komisi C DPRD periode 1999-2004), dan Sutikno Al Lubby Widarbo (eks Ketua Komisi E DPRD). Vonis terberat yang diberikan adalah 1 tahun 5 bulan penjara. Satu terdakwa, Zaenal Arifin, mantan Ketua Panitia Anggaran Dewan, kini masih disidang.
Modus birokrat lokal ini adalah merekayasa tiga penerbit sebagai rekanan, yaitu PT Intan Pariwara (Klaten), PT Ganesha Exact (Bandung), dan PT Aneka Ilmu (Semarang). Syaratnya, menyetujui pemberian uang ”terima kasih” kepada legislatif dan eksekutif sebesar 20 persen dari nilai proyek setelah kena pajak.
Selain itu, anggaran masih ”digenjot” lagi oleh Dewan. Buku matematika kelas 1 terbitan Intan Pariwara, misalnya, yang seharga Rp 24 ribu per eksemplar, dalam kontrak ”dihargai” Rp 29 ribu per eksemplar. Buku matematika kelas 4 dari Rp 36 ribu per eksemplar ditulis menjadi Rp 39 ribu.
DPRD Kabupaten Semarang kini membentuk Panitia Angket. Menurut Ketua Panitia Angket, Anis Supriyadi, setelah bekerja tiga bulan mereka menemukan indikasi Bupati Bambang Guritno terlibat skandal tersebut. ”Awal korupsi muncul dari dua surat Bupati, yaitu surat persetujuan pembelian yang lebih mahal dari harga satuannya dan surat penunjukan langsung,” ia mengungkapkan. Bambang Guritno, ketika dikonfirmasi, enggan berkomentar. Temuan ini, kata Anis, akan segera dilaporkan ke Presiden Yudhoyono.
Arif A. Kuswardono, Imron Rosyid, Sohirin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo