Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Terserah Mas Dur Saja?

Susunan sementara kabinet dirancang Presiden Abdurrah-man tanpa melibatkan wakil-nya, Megawati, yang nantinya memimpin pemerintahan sehari-hari. Kursi menteri dari PDI-P cuma satu.

13 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA banyak diketahui, Presiden Abdurrahman Wahid merampungkan susunan kabinet barunya. Jumat malam kemarin, kata seorang kepercayaannya yang terlibat dalam proses penyusunan, rancangan sementara telah diputuskan dalam dua pertemuan tertutup: di rumah bendaharawan pribadinya, Haji Masnuh, Jalan Irian Nomor 7, Jakarta Pusat, dan kamar nomor 1280 Hotel Jakarta Hilton International, tempat Gus Dur menginap selama sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sejak Rabu pekan silam, di tengah hiruk-pikuk sidang parlemen tahunan itu, draf kabinet terus digodok Gus Dur bersama Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Permukiman Erna Witoelar, dan Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid. Penggodokan itu juga diikuti secara intens oleh Arifin Junaidi, Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa.

Saat dikonfirmasi, Arifin membantah perihal keterlibatannya itu. ”Saya ini apalah. Masa, diajak berembuk urusan luar biasa begitu. Sampeyan (Anda) ini ada-ada saja,” kata dia seraya tak mau mengomentari ”bocoran” draf kabinet yang didapat TEMPO.

Pernyataan berbeda dilontarkan Erna. Ia membenarkan keterlibatannya di seputar restrukturisasi kabinet. ”Tapi saya tidak tahu-menahu soal nama,” katanya. Sementara itu, soal permintaan Gus Dur agar ia tetap menduduki posisinya di kabinet, Erna mengelak secara diplomatis, ”Tidak secara eksplisit.”

Selain itu, menurut Erna, susunan itu belum final. Kata akhir baru akan diambil setelah Presiden Abdurrahman berembuk dengan Wakil Presiden Megawati. Tapi, menurut orang kepercayaan Gus Dur yang lain, perubahannya diperkirakan tak banyak. Sebab, ”Biasanya Ibu Mega kan ’terserah’ Gus Dur,” kata dia.

Persoalannya, kendati Mega kian kerap mengucapkannya, kalimat ”terserah Mas Dur” kini boleh jadi bermakna lain. Artinya, lebih merupakan ungkapan kekecewaan Mega ketimbang pernyataan kepatuhannya. Apalagi, dalam sidang tahunan (ST) MPR, mayoritas fraksi keras mendesak Abdurrahman agar melimpahkan kemudi kabinet kepada Ketua Umum PDI Perjuangan itu. Atas tekanan berat itu pula, akhirnya Gus Dur sepakat menugasi Mega untuk memimpin pemerintahan sehari-hari.

Nah, bila sudah demikian, penyusunan kabinet tanpa melibatkan Mega secara penuh bisa menjadi ganjalan serius bagi keberlangsungan pemerintahan Gus Dur. Paling tidak, hal itu membuktikan kecurigaan sebagian anggota MPR bahwa Gus Dur tak sepenuh hati menyerahkan porsi kewenangannya kepada Mega. Sehingga, bukan tidak mungkin di penghujung ST MPR pekan ini bakal berlangsung manuver untuk mengunci Gus Dur dalam ”sangkar emas”: cuma sebagai simbol, semacam kepala negara tanpa kewenangan eksekutif.

”Keengganan” Gus Dur itu tampak pula dalam usulannya untuk menjadikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai menteri pertama dalam susunan kabinet mendatang. Gagasan ini ditentang Mega dan mayoritas anggota MPR. Gus Dur sempat berkeras. Ia memodifikasinya dengan nama lain: menteri koordinator tunggal. Namun, belakangan ia surut dan melupakan pos yang akan memberikan Yudhoyono kekuatan ekstra dalam kabinet itu.

Kendati demikian, susunan baru kabinet Gus Dur tetap belum lepas dari potensi mengundang kecaman. Misalnya, ia masih mencantumkan nama Rozy Munir sebagai Menteri Tenaga Kerja. Padahal, kinerja pengurus Nahdlatul Ulama itu sebagai Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN banyak dikecam.

Selain Rozy, Gus Dur pun sempat mengajukan Prijadi Sapto Sumardjo sebagai Menteri Keuangan. Padahal, sahabat lamanya itu tak lulus uji kelayakan dan kepatutan, tatkala Gus Dur menyodorkannya sebagai calon direktur utama Bank Rakyat Indonesia. Untunglah, Gus Dur tak ngotot. Prijadi dicoret dan posisi Menkeu diberikan kepada ekonom kondang dari Universitas Indonesia, Sri Mulyani.

Aman? Agaknya belum tentu. Sebab, kalaupun Ani—demikian Sri Mulyani biasa dipanggil—bersedia, ia akan bekerja di bawah Rizal Ramli, pengganti Kwik Kian Gie yang mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri, pada Kamis silam. Celakanya, Ani dan Rizal selama ini diketahui sulit bekerja sama. ”Mereka itu seperti anjing dan kucing,” kata seorang teman dekat Ani.

Sebelum nama Rizal muncul, sebenarnya sudah beberapa kali Gus Dur menghubungi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Ia meminta guru besar Fakultas Ekonomi UI yang kini menjabat Duta Besar RI untuk Amerika Serikat itu untuk menggantikan Kwik. Namun, Dorodjatun menampik. Nah, semalam sebelum Kwik mundur, Gus Dur pun memanggil Rizal ke rumah Haji Masnuh. Kepala Badan Urusan Logistik yang juga dikenal dekat dengan Taufik Kiemas dan bos Texmaco, Marimutu Sinivasan, itu ditanyai kesiapannya ”untuk memikul tugas yang lebih berat”.

Rizal boleh jadi merasa siap, tapi belum tentu ia bisa melepaskan diri dari kontroversi. Pengamat politik J. Kristiadi menganggap syarat utama anggota kabinet mendatang harus bisa berargumentasi dengan Gus Dur dan tak mudah diintervensi sang Presiden ataupun lingkarannya. Sementara itu, ”Bagaimanapun Rizal Ramli pernah menjadi konsultan Texmaco. Jadi, kontroversial juga,” kata Direktur Center for Strategic and International Studies (CSIS) itu. Ia sendiri menjagokan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara, Kuntoro Mangkusubroto, sebagai figur yang lebih tepat ketimbang Rizal dan Dorodjatun.

Tapi, agaknya soal itu tak terlampau diperhitungkan Gus Dur. Ia pun tampak masih percaya diri. Bahkan, rona rancangan kabinet baru itu pun dibuatnya makin beraneka. Hampir semua utusan partai besar diakomodasi. Bahkan, yang menarik, sepintas tersirat pula upaya Gus Dur untuk ”memecah” Golkar. Pucuk Partai Beringin kini dikuasai para alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang getol menggoyang kursi kepresidenannya. Peran sentral Ade Komaruddin dalam menggulirkan interpelasi adalah salah satu contohnya. Kini, selain menggaet dua tokoh HMI, yakni Fahmi Idris dan Ekki Syahrudin, dengan cerdik Gus Dur pun merangkul sayap ”Iramasuka” pro-mantan presiden B.J. Habibie: ia mencantumkan nama Laode Kamaluddin dan Marwah Daud Ibrahim dalam susunan kabinet baru.

Perkara rangkul-merangkul terhadap kalangan Golkar dijalankan Gus Dur dengan gesit belakangan ini. Bahkan, bersama Fahmi, Ekki, Laode, dan Marwah, tersebut pula Priyo Budi Santoso, yang sempat tersangkut beredarnya ”dokumen makar” beberapa waktu lampau. Diperantarai adik Gus Dur yang menjadi pengurus Golkar, Aisyah Hamid Baidlowi, Priyo telah menemui Presiden Abdurrahman di Istana dan memohon maaf sebesar-besarnya.

Priyo memang sempat berkilah, ”Saya ketemu Gus Dur, tapi untuk mengklarifikasi dokumen itu.” Tapi, tentu saja itu tak cukup untuk menghindarkan dirinya dari cap yang diberikan oleh rekan-rekannya sesama aktivis Golkar, yakni: ”kelompok KISS” alias ”Ke Istana Sendiri-Sendiri”.

Apalagi, perubahan sikap Priyo amat mencolok. Sebelumnya, dalam sidang interpelasi, dengan lantang ia menuding-nuding Presiden Abdurrahman telah ”petantang-petenteng”. Kini, dengan mantap ia—masih Priyo yang sama—menyatakan, ”Saya menolak skenario menjatuhkan Gus Dur.”

Nada serupa dilontarkan Fahmi Idris. ”Kalau mau jujur, lebih dari separuh anggota Fraksi Golkar mendukung Gus Dur,” kata dia. Tapi, agaknya jumlah itu tak termasuk kelompok Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Bahkan, bertahannya nama Marzuki Darusman—yang hubungannya kian renggang dengan Akbar—dalam rancangan kabinet baru jelas tak bisa diartikan mewakili Partai Golkar.

Selain merona, rancangan kabinet baru itu pun semakin ramping: hanya tinggal 28 pos dari 39 kursi sebelumnya. Maklumlah, beberapa departemen digabungkan. Kantor Menteri Negara Hak Asasi Manusia, misalnya, disatukan dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan. Begitu juga dengan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, yang dilebur bersama Kantor Menteri Negara Urusan Kemasyarakatan.

Namun, agaknya semangat merampingkan kabinet itu sedikit kebablasan. Sebab, dari sekian banyak wakil unsur partai yang tercantum, justru wakil PDI-P hanya seorang, yakni Bungaran Saragih, yang diusulkan sebagai Menteri Pertanian baru. ”Dia kan cuma tempelan,” komentar Kristiadi.

Karena itu pula, Kristiadi meragukan bila rancangan kabinet baru itu akan diterima, bukan saja oleh Megawati, melainkan para warga Banteng yang mendominasi parlemen (153 orang di DPR dan 185 orang di MPR). Bahkan, pagi-pagi, Sophan Sophiaan sudah menyatakan keberatannya. ”Kalau rancangan itu benar, Gus Dur jelas kebangetan,” ujar Ketua Fraksi PDI-P di MPR itu. Menurut dia, paling tidak partainya layak mendapatkan jatah lima kursi kabinet.

Kegusaran semacam yang dilontarkan Sophan diperkirakan bisa menjadi dasar munculnya ”harimau-harimau Senayan” tiap kali Presiden Abdurrahman menghadiri sidang tahunan MPR. Walaupun ia bisa juga, seperti biasa, bersikap tak peduli.

Karaniya, Adi P, P.D. Prabandari, Rommy

tabel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus