Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah tokoh menyatakan diajak Terawan Agus Putranto untuk menjadi relawan uji klnis vaksin Nusantara.
Sebagian besar tokoh itu adalah pasien Terawan.
Kementerian Kesehatan dan BPOM diminta lebih tegas dalam menguji vaksin Nusantara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Jenderal (Purnawirawan) Gatot Nurmantyo menyatakan tak berpikir panjang ketika mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, menawarinya untuk menjadi relawan uji klinis fase kedua vaksin Nusantara. Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini langsung menyatakan setuju.
Gatot rela menjadi obyek penelitian proyek vaksin Nusantara dengan alasan nasionalisme. "Apa pun saya lakukan untuk bangsa dan negara," kata Gatot setelah mengikuti pengambilan sampel darah di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto pada Rabu lalu.
Gatot mengaku tidak sangsi akan penelitian vaksin Nusantara yang dilakukan oleh tim besutan Terawan bersama RSPAD Gatot Soebroto serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. Alasan Gatot mendukung proyek Terawan adalah ia merasa sebagai prajurit TNI Angkatan Darat yang dibesarkan dan dididik di lingkungan matra ini. “Apalagi vaksin Nusantara dikembangkan oleh anak bangsa,” tutur dia.
Gatot tidak merinci bagaimana Terawan mengajaknya untuk turut terlibat menjadi bagian dari relawan vaksin. Dia hanya mengiyakan ketika diajak oleh Terawan. Saat ini tim peneliti tengah melakukan uji klinis fase kedua. Sampel darah Gatot, istri, anak, serta menantunya kemudian diambil dan diuji menggunakan metode sel dendritik. Setelah itu, sampel darah Gatot yang sudah menimbulkan imunitas seluler atau antigen akan disuntikkan kembali ke tubuh Gatot.
Sejumlah tokoh usai pengambilan sampel darah untuk penyuntikan vaksin nusantara di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, 14 April 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat
Gatot menyatakan saat ini belum mendapat vaksinasi menggunakan produk vaksin Nusantara. Proses yang ia lakukan saat ini hanya uji klinis fase II. Ia juga menyatakan belum mengetahui bahwa uji klinis fase I dan II vaksin Nusantara belum mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Selain dia, puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan tokoh nasional turut terlibat dalam proses vaksin Nusantara tersebut. Tercatat ada 40 anggota parlemen beserta anggota keluarganya yang sudah menjadi relawan uji klinis. Beberapa di antaranya Adian Napitupulu dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Saleh Partaonan Daulay dari Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Melkiades Laka Lena dari Fraksi Partai Golkar.
Nama mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan; mantan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie; hingga mantan Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi juga disebut ikut menjadi relawan. Bahkan Dahlan Iskan sudah banyak memberikan testimoni di blog pribadinya.
Dahlan Iskan belum menanggapi upaya konfirmasi dari Tempo. Dia hanya membaca pesan yang berisi daftar pertanyaan konfirmasi yang dikirim ke nomor ponselnya. Sebelumnya, Dahlan banyak menulis tentang vaksin Nusantara melalui blog pribadinya, Disway.id. Dahlan menerbitkan beberapa tulisan, satu di antaranya berjudul "Vaksin Nusantara", yang dimuat pada 19 Februari lalu. "Kini vaksin Nusantara-nya dokter Terawan akan menyalip di banyak tikungan sekaligus. Mulai bulan Mei nanti. Tidak lama lagi," begitu isi tulisannya.
Dahlan bersedia ikut menjadi relawan vaksin Nusantara karena telah mengenal Terawan sejak dulu. Sebelumnya, ia dan istrinya merupakan pasien Terawan dalam membersihkan saluran darah dalam otak. Dahlan menjadi bagian dari 40 ribu pasien yang menjalani terapi yang kontroversial tersebut. Dalam beberapa tulisannya, Dahlan menyebutkan bahwa orang yang ingin punya imunitas Covid-19 sudah bisa ditempuh melalui vaksin Nusantara yang ada di RSPAD Gatot Soebroto. "Atas keinginan sendiri. Dasarnya: otonomi pasien. Pasien berhak mendapatkan terapi sesuai dengan keinginannya. Vaksinasi pakai darahnya sendiri."
Dahlan juga mengulas tokoh-tokoh nasional dan konglomerat yang bersedia divaksin. Beberapa di antaranya Sudi Silalahi, Menteri Sekretariat Negara pada rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dahlan mengatakan sampel darah Sudi diambil sekitar 20 cubical centimeter. Darah tersebut diberi antigen, lalu disimpan di laboratorium selama dua pekan. Setelah muncul antibodi, sampel tersebut akan disuntikkan ke tubuh Sudi. Namun Sudi belum bisa dimintai konfirmasi oleh Tempo lantaran ponselnya tidak aktif.
Dahlan juga membeberkan bahwa ada penolakan uji coba fase II vaksin Nusantara. Terawan kemudian memindahkan peralatan laboratorium dendritik dari Semarang ke RSPAD Jakarta. Dia juga mengutip pernyataan Terawan yang menyebutkan, dalam pekan ini, pihaknya sudah bisa mengambil sampel darah 40 orang per hari. Kapasitas vaksinasi akan lebih banyak pada pekan berikutnya. "Mulai minggu depan satu hari sudah bisa 80 orang," tulis Dahlan, menirukan pernyataan Terawan dalam blog berjudul "Sudi Nusantara".
Terawan belum memberikan penjelasan rinci ihwal penelitian vaksin Nusantara ini. Terawan tak merespons upaya konfirmasi Tempo. Melalui keterangan tertulis pada Rabu lalu, Kepala RSPAD Albertus Budi Sulistya mengatakan penelitian fase kedua vaksin Nusantara ini tengah dalam proses penyiapan. Menurut dia, ethical clearance sedang dalam proses pembahasan di Komite Etik RSPAD Gatot Soebroto.
Albertus juga mengatakan telah menekankan kepada tim peneliti vaksin Nusantara untuk mengikuti tahapan penelitian serta taat pada kriteria inklusi dan eksklusi penelitian demi validitas penelitian. “Banyak pejabat publik dan anggota DPR yang meyakini vaksin Nusantara sebagai sesuatu yang bagus, meski masih dalam tahap penelitian,” kata dia.
Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, meminta pejabat publik, termasuk anggota parlemen, menjalankan tugasnya menengahi polemik vaksin Nusantara. Hanya, ia menginginkan proses mediasi tidak lantas mengabaikan prosedur pengujian vaksin yang standar. "Salah satunya melewati fase-fase uji klinis sebelum mendapat persetujuan BPOM," ucap Riris.
Riris menjelaskan bahwa proses mediasi seharusnya dalam konteks untuk memastikan bahwa penelitian vaksin Nusantara dilakukan secara proporsional dengan hasil penelitian yang kredibel. Dia juga meminta Kementerian Kesehatan dan BPOM lebih tegas dalam menguji vaksin tersebut. Sebab, hal ini berkaitan dengan keselamatan dan hak dasar kesehatan masyarakat. “Kalau soal vaksin ini sudah dibawa ke ranah politik, tentu jadi sulit. Yang paling bisa dilakukan Kementerian Kesehatan menegakkan aturan melalui badan yang berwenang,” kata Riris.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM Yogyakarta, Yodi Mahendradhata, mengatakan pihaknya belum berkomunikasi dengan Terawan semenjak menyatakan mundur dari tim pengembang vaksin Nusantara. Yodi menyatakan mundur pada awal Maret lalu. “Komunikasi terakhir (tim Terawan) dengan para peneliti hanya di awal, saat kami diminta membantu vaksin itu. Tapi, setelah itu sampai sekarang, tidak ada komunikasi lebih lanjut,” kata Yodi.
AVIT HIDAYAT | FRISKI RIANA | PRIBADI WICAKSONO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo