Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

The sufis

Buku the sufis ditulis oleh idries shah, pengarang terkenal di dunia barat, tentang nasrudin sebagai suatu prestasi aneh dalam sejarah metafisika. dianggap bimbingan untuk mencapai kesadaran.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK-ANAK Indonesia dulu mengenal Abu Nawas. Kini mereka mulai mengenal Mulla ("Guru") Nasrudin. Kedua tokoh itu hampir sama. Keduanya adalah pahlawan cerita humor, berasal dari sebuah negeri di sekitar Timur Tengah. Keduanya sering melakukan hal-hal yang luar biasa: kombinasi antara kecerdikan, kekonyolan dan kebijaksanaan. Bedanya barangkali, Abu Nawas selalu dihubungkan dengan Baginda Harun Al-Rasyid, sedang Mulla Nasrudin tidak. Ia lebih kabur latarbelakang geografinya. Orang Turki mencoba membuktikan bahwa sang Mulla wafat di Turki, dan tiap tahun mereka mengadakan "Festival Nasrudin ". Di Uni Soviet tokoh ini juga populer. dan sebuah film dibikin tentangnya. Di Arab ia muncul sebagai tokoh lain. Ia sampai pula ke Sicilia, di Itali Tapi mungkin yang menyebabkan tokoh Nasrudin jadi terhormat ialah seorang penulis tentang kaum sufi asal Afghanistan, Idries Shah. Konon Idries Shah masih punya darah keturunan Nabi. Tapi yang terpenting ialah bahwa salah satu bukunya, The Sufis, begitu terkenal (tentu saja lewat publikasi Barat), hingga pengarang yang lahir di India tahun 1924 ini agaknya merupakan salah satu penulis Timur yang terbanyak dibaca di kalangan generasi baru di Barat setelah Gebran Khalil Gebran. Dalam The Sufis, yang membicarakan Rumi, Syaikh Sa'adi, Ghazali dan lain-lain, ia menyebut kisah-kisah Nasrudin sebagai "salah satu prestasi paling aneh dalam sejarah metafisika". Dalam lelucon Nasrudin, "ada lelucon, moral cerita -- dan sesuatu yang lebih jauh membimbing si calon mistikus ke arah penyadaran". Kisah Nasrudin tentunya banyak sekali. Idries Shah sendiri mengumpulkannya beberapa puluh dalam The xploits of The Incomparable Mulla Nasrudin (Pengalaman Mulla Nasrudin Yang Tak tertandingi). Salah satunya: Nasrudin sampai di kota Baghdad yang ramai sekali. Melihat begitu banyak orang di situ, ia takut hilang. "Bagaimana orang bisa tidak hilang di tempat macam ini", pikirnya. Waktu ia masuk ke sebuah kedai, dan ingin tertidur sejenak, ia menghadapi problim: bagaimana ia nanti menemukan dirinya kembali waktu bangun. Waktu ia bisikkan soal ini kepada orang di sampingnya, ia dapat saran: ikatkan saja balon ke kakimu. 'Kalau kau bangun, cari orang yang ada balon di kakinya itulah kamu". Nasrudin setuju. Tapi waktu ia bangun, ia dapatkan balon itu terikat di kaki temannya tadi. "Itu dia saya", kesimpulannya. Tapi tiba-tiba ia bingung dan membangunkan si teman: "Bangun! Jika kau adalah saya, lantas, ya Allah. siapa saya?".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus