ANAK-ANAK Indonesia dulu mengenal Abu Nawas. Kini mereka mulai
mengenal Mulla ("Guru") Nasrudin.
Kedua tokoh itu hampir sama. Keduanya adalah pahlawan cerita
humor, berasal dari sebuah negeri di sekitar Timur Tengah.
Keduanya sering melakukan hal-hal yang luar biasa: kombinasi
antara kecerdikan, kekonyolan dan kebijaksanaan. Bedanya
barangkali, Abu Nawas selalu dihubungkan dengan Baginda Harun
Al-Rasyid, sedang Mulla Nasrudin tidak. Ia lebih kabur
latarbelakang geografinya. Orang Turki mencoba membuktikan bahwa
sang Mulla wafat di Turki, dan tiap tahun mereka mengadakan
"Festival Nasrudin ". Di Uni Soviet tokoh ini juga populer. dan
sebuah film dibikin tentangnya. Di Arab ia muncul sebagai tokoh
lain. Ia sampai pula ke Sicilia, di Itali
Tapi mungkin yang menyebabkan tokoh Nasrudin jadi terhormat
ialah seorang penulis tentang kaum sufi asal Afghanistan, Idries
Shah. Konon Idries Shah masih punya darah keturunan Nabi. Tapi
yang terpenting ialah bahwa salah satu bukunya, The Sufis,
begitu terkenal (tentu saja lewat publikasi Barat), hingga
pengarang yang lahir di India tahun 1924 ini agaknya merupakan
salah satu penulis Timur yang terbanyak dibaca di kalangan
generasi baru di Barat setelah Gebran Khalil Gebran. Dalam The
Sufis, yang membicarakan Rumi, Syaikh Sa'adi, Ghazali dan
lain-lain, ia menyebut kisah-kisah Nasrudin sebagai "salah satu
prestasi paling aneh dalam sejarah metafisika". Dalam lelucon
Nasrudin, "ada lelucon, moral cerita -- dan sesuatu yang lebih
jauh membimbing si calon mistikus ke arah penyadaran".
Kisah Nasrudin tentunya banyak sekali. Idries Shah sendiri
mengumpulkannya beberapa puluh dalam The xploits of The
Incomparable Mulla Nasrudin (Pengalaman Mulla Nasrudin Yang Tak
tertandingi). Salah satunya:
Nasrudin sampai di kota Baghdad yang ramai sekali. Melihat
begitu banyak orang di situ, ia takut hilang. "Bagaimana orang
bisa tidak hilang di tempat macam ini", pikirnya. Waktu ia masuk
ke sebuah kedai, dan ingin tertidur sejenak, ia menghadapi
problim: bagaimana ia nanti menemukan dirinya kembali waktu
bangun.
Waktu ia bisikkan soal ini kepada orang di sampingnya, ia dapat
saran: ikatkan saja balon ke kakimu. 'Kalau kau bangun, cari
orang yang ada balon di kakinya itulah kamu".
Nasrudin setuju. Tapi waktu ia bangun, ia dapatkan balon itu
terikat di kaki temannya tadi. "Itu dia saya", kesimpulannya.
Tapi tiba-tiba ia bingung dan membangunkan si teman: "Bangun!
Jika kau adalah saya, lantas, ya Allah. siapa saya?".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini