DENGAN dibelinya kelompok The Times oleh Rupert Murdoch, untuk
sementara selamatlah kelompok harian terkenal di Inggris itu
dari bencana. Diduga The Times, The Sunday Times dan ketiga
suplemennya akan dapat terbit kembali dengan lancar.
Dalam kondisinya yang gawat, koran itu pernah tidak muncul di
pasaran selama 347 hari. Krisis dianggap dapat dilalui ketika ia
terbit kembali sejak 13 November 1979 tanpa adanya kesepakatan
antara penerbit Times Newspaper Limited dan karyawan yang
berkelompok dalam Serikat Grafika Nasional (NGA), dapat
dipastikan suratkabar itu tetap tidak akan muncul di pasaran.
Para karyawan di bagian setter dan opmak waktu itu menentang
digunakannya teknologi komputer. Kalau teknologi itu dipakai,
berarti sebagian besar tenaga mereka tidak diperlukan lagi. Buat
penerbit, teknologi komputer itu sendiri memang lebih
menguntungkan. Bukan saja karena koran dapat terbit lebih cepat,
tapi juga tenaga karyawan dapat diperciut.
Selain menentang teknologi komputer, karyawan juga menuntut
kenaikan upah, dan kondisi kerja yang lebih baik. Perundingan
yang tak kunjung selesai itu membuat koran itu istirahat selama
hampir satu tahun. Kemudian ia menemui pelanggannya lagi setelah
perundingan mencapai kompromi. Karyawan bersedia menerima
teknologi komputer itu di bagian opmak dan setter asal
dimasukkan secara bertahap dalam waktu 2 - 3 tahun.
Ternyata setelah ia terbit lagi hampir setahun, persoalan lama
timbul kembali sementara pihak penerbitnya mengalami kerugian
sebesar US$28 juta dalam tahun 1980. Lord Thomson of Fleet
pemilik saham terbesar akhirnya memutushan menjual atau
menutupnya. Pengumuman yang dikeluarkan Oktober lalu itu
memberikan batas waktu sampai Januari lalu. Lord Thomson of
Fleet yang sekarang berkantor pusat di Toronto, Kanada -- tidak
mau lagi menambah kerugian sedikinya US$ 170 juta sejak 1966,
ketika almarhum ayahnya membeli kelompok Times ini.
Times Newspaper Ltd kemudian mengirimkan sebuah prospektus
keuangan kepada 29 'kalangan yang berminat' yang diharapkan
dapat menyelamatkan surat kabar terkenal itu. Beberapa calon
pembeli muncul, di antaranya Rupert Murdoch, raja koran
Australia.
Akhirnya dia pulalah yang berhasil mengambil alih suratkabar
yang telah terbit sejak tahun 1785 itu.
Sebagai syarat untuk membelinya Murdoch diwajibkan mencapai
kesepakatan dengan buruh dan wartawan. Kompromi ternyata dapat
dicapai, walaupun nadanya merugikan buruh. Betapa tidak. Dari
pekerja tetap yang ada 563 akan diberhentikan. Murdoch sendiri
sebenarnya ingin melepaskan lebih dari itu, yaitu 40% dari
4.200 tenaga kerjanya.
Juga dicapai kesepakatan tentang pembekuan kenaikan upah selama
tiga bulan dan dibuatnya pasal khusus tentang diperbaharuinya
proses penyelesaian sengketa perburuhan. Yang paling drastis
ialah bersedianya buruh menerima penggunaan teknologi komputer
dalam waktu 6 bulan mendatang.
Dalam persetujuan lain yang dicapai antara buruh dan majikan
baru termasuk tidak campur tangannya Murdoch dalam urusan
redaksi, sedang wartawan hanya dapat diangkat dan dilepaskan
oleh direktur independen. The Times tidak dapat dijual tanpa
persetujuan, para direktur independen dan tiga suplemennya akan
dicetak di luar London untuk menekan biaya produksi, demikian
kesepakatan mereka.
The Times dikenal di seluruh dunia karena sejarah dan
tradisinya. Integritas dan kebebasan redaksinya dipujikan
sekali. Tipuan hukumnya yang luas yang dikumpulkan oleh para
pengacara dianggap setaraf dengan laporan resmi dan dapat
digunakan dalam proses peradilan.
Rubrik In Memoriam-nya sangat digemari dan dianggap sebagai
penghormatan terhadap tokoh-tokoh terkenal. Berbagai editorial
dalam suratkabar itu berhasil menempatkan isu-isu dalam agenda
nasional. Koran ini memang tidak berhasil membuat dirinya dibaca
oleh semua orang, namun statusnya yang khusus terutama sekali
diperoleh karena kualitas liputan di samping pendapatnya yang
menguasai masalah secara mendalam dan bertanggungjawab.
The Time dianggap sebagai alat kelas yang berpengaruh di
Inggris dan merupakan bacaan wajib bagi mereka yang ingin masuk
ke dalam kelas elite itu. Demikian besarnya pengaruh koran ini
sehingga orang Inggris belum mempercayai sesuatu berita atau
liputan sebelum muncul dalam suratkabar itu. Demikian besarnya
penghormatan pada suratkabar itu, sehingga saat ini banyak
sekali yang yakin, The Times akan tetap dapat bertahan dan
merayakan hari jadinya yang ke-200 pada tahun 1985.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini