PRIA tampan 44 tahun itu, yang selalu berpakaian rapi tidak
berkelebihan, dan bicara dengan aksen Inggris yang baik yang
diwarisi dari ibunya, di kalangan tinggi Eropa masih terhitung
pria yang sederhana dalam sikap dan kepribadian. Namanya Karim.
Namun ia disebut Aga Khan. Ialah pemimpin yang dimuliakan
lebih dari 10 juta pengikut -- yakni kaum Ismailiah yang
tersebar di 25 negara Asia dan Afrika.
Ia keturunan Saidina Ali, saudara sepupu sekaligus menantu Nabi
Muhammad. Mengenai ini, di tahun 1866, seorang hakim Inggris di
bawah sumpah di Mahkamah Agung Bombay menegaskan hak keturunan
tersebut.
Entah untuk keperluan apa. Tapi, seperti anda pastikan, dengan
demikian ia berada satu barisan dengan para ulama Syiah di Iran
yang juga keturunan Nabi. Juga dengan kaum 'Alawi. Yang terakhir
ini adalah keturunan Nabi khususnya dari kalangan Arab, yang di
Indonesia misalnya biasa dipanggil dengan sayid atau habib.
Beda masing-masingnya: sementara golongan 'Alawi umumnya
bermazhab Sunni (mazhab kira-kira 90% umat Islam), Isma'iliah
adalah salah satu sekte Syi'ah --bahkan satu-satunya sekte yang
menonjol sekarang ini di luar Syi'ah Iran. Mereka mempercayai
hanya tujuh imam, sementara Syi'ah Iran 12 imam.
Keduanya memang hanya bersetuju sampai pada imam ke-6 keturunan
Ali, yang bernama Ja'far Shadiq. Ceritanya, Imam Ja'far itu
punya dua anak, Isma'il dan Musa. Nah. Orang Iran mengambil Musa
sebagai imam ke-7, yang menurunkan para Pengganti sampai imam
ke-12. Sebaliknya ka_um Isma'ili memilih Isma'il -- dan berhenti
di sana.
Dus Aga Khan itu keturunan langsung Isma'il bin Ja'far Shadiq.
Nama Aga Khan sendiri dulu diberikan oleh Syah Iran dari wangsa
Qajar, dinasti yang tumbang sebelum naiknya Reza Pahlavi, ayah
Syah yang ditendang kemarin.
Kerajaan yang dipimpin Aga Khan dengan demikian kerajaan
spiritual, yang ketertibannya terpelihara bukan oleh polisi tapi
oleh ketaatan ibadah. Oleh pengikutnya ia dipercaya memiliki Nur
Ilahi -- dan dalam gambaran klasik apapun juga akan
dipersembahkan oleh sang umat kepada sang imam bila beliau
menghendaki. Maka sang imam pun bersabda mengenai segala aspek
-- dari hal-hal yang menyangkut kesucian formal sampai soal-soal
keuangan.
Baru-baru ini misalnya, awal Maret ia bicara tentang pers Barat.
Ia, yang dewasa ini hidup di Paris, bilang bahwa keluhan-keluhan
terhadap pers negara-negara industri maju -- yang melaporkan
hal-hal di negeri-negeri dunia ketiga -- kadang-kadang punya
alasan sangat kuat. Laporan Barat itu suka "dibuat-buat, bernada
menghina, kadang-kadang tidak akurat dan tanpa latar belakang
yang cukup mengenai budaya, ekonomi dan politik" negeri
setempat. Dia bicara di Institut Pers Internasional, badan yang
memperjuangkan kemerdekaan pers dan berpusat di London. Aga Khan
sendiri, harap diingat adalah pemilik saham terbesar dari
National Newspapers Ltd. di Nairobi, penerbit koran-koran dan
mingguan terbesar di Afrika Timur.
Tidak berarti Aga Khan seorang "pejuang sengit". Dalam kehidupan
pribadinya, ia seorang ayah dari 3 anak -- dari seorang istri
cantik asal bangsawan Inggris, dengan rumah indah tersebar di
daratan Eropa, kuda-kuda dan suatu bisnis raksasa yang
menghimpun 250.000 tenaga kerja di seluruh dunia.
Februari yang lalu ia memberi ceramah di Lembaga Smithsonian
Washington DC dalam rangka pemberian hadiah di bidang Arsitektur
Islam -- 25 hadiah bernilai $ 500.000 untuk 15 proyek Arsitektur
Islam terbaik. Kompetisi ini diadakan tiap 3 tahun sekali. Dan
termasuk yang mendapat hadiah adalah Indonesia -- untuk bangunan
Pesantren Pabelan, Muntilan, Ja-Teng, dan untuk Proyek Muhammad
Husni Thamrin dari pemerintah DKI Jakarta (TEMPO, 1 November
1980).
Arsitektur Islam memang sebagian dari hidupnya. "Saya menjadi
amat terlibat dengan bidang ini semula karena keadaan. Begitu
banyak yang harus dibangun untuk masyarakat: sekolah, rumah
sakit, perumahan dan sebagainya, dan setiap kali saya bertanya
dalam hati kecil: tepatkah bangunan itu dengan lingkungannya.
Dan akan ke manakah kita?" Di Barat, seperti dikatakannya,
persepsi masyarakat mengenai Islam dan kebudayaannya adalah
lewat arsitektur. "Namun kita sering lengah dan membiarkannya
tenggelam."
AGA KHAN melihat masalah terpokok dalam pembangunan adalah
bagaimana memadukan kebutuhan akan bangunan hasil teknologi
dengan kebutuhan untuk tetap berada dalam kerangka tradisi
arsitektur Islam. Itu berarti, khususnya untuk dunia muslim
sekarang ini, yang penting bukanlah (hanya) bangunan monumental
-- tapi seberapa jauh bangunan atau kompleks atau proyek fisik
itu benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat muslim
(yang mayoritas miskin) -- dan bukan terpukau oleh model maupun
teknologi dari Barat tapi tercerabut dari lingkungannya. Hadiah
kepada Pabelan maupun Proyek MHT Jakarta (yang berhasil
memperbaiki perkampungan tanpa mengobrak-abrik cirinya yang
semula) didasarkan pada pertimbangan itu.
Aga Khan sendiri sarjana dalam ilmu-ilmu keislaman. Kakeknya,
Aga Khan III, seorang tokoh besar yang menaruh minat terhadap
perubahan-perubahan di masanya, kepada cucunya Karim -- sewaktu
masih kuliah di Harvard -- sering menanyakan soal pengaruh
pendidikan Barat atas mahasiswa muslim. Nampaknya Karim berhasil
memberi jawaban yang tepat. Dan ketika kakeknya meninggal,
dirinyalah yang diangkat sebagaiga Khan IV bukan ayahnya Ali
Khan atau pamannya Sadruddin.
Soalnya sang kakek, menurut keterangan, prihatin atas tingkah
laku anaknya Ali yang terkenal sebagai playboy. Dalam
testamennya disebutkan alasan pengangkatan cucunya, antara lain:
"Sehubungan dehgan perubahan yang mendasar yang terjadi di dunia
akibat penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, dan dalam
rangka menjamin kepentingan umat Syi'ah, diperlukan seorang
pengganti muda yang dibesarkan dan dididik dalam situasi baru
tersebut, yang diharapkan akan dapat memberikan pandangan baru
dalam jabatannya sebagai imam."
Tanggal 19 Oktober 1957, Karim resmi dinobatkan menjadi Aga Khan
IV dengan suatu upacara kebesaran yang khidmat. Diiringi alunan
ayatayat suci Al Quran, dikenakannya jubah kebesaran dan
atribut-atribut lain. Ini terjadi di Dar-es Salam, Tanganyika --
di tempat yang di masa lalu Aga Khan sang kakek pernah ditimbang
dengan bandul timbangan berlian.
Upacara penobatan serupa dialaminya berturut-turut di Karachi,
Nairobi dan terakhir di Kampala, dalam rangka kunjungan resminya
ke daerah-daerah tersebut.
Jarang yang tahu, Aga Khan IV adalah warga negara Iran. Sebab
banyak pengikutnya hidup dalam lingkungan negara-negara
Commonwealth. Ratu Inggris sendiri mengakui kekuasaannya dengan
membubuhkan gelar Highness kepadanya.
Kebesaran yang disandangnya memang tidak melarutkan pribadinya
yang masih tergolong sederhana. Mengakui banyak kekurEIngan,
tahun 1958 ia kembali menyelesaikan studi di Harvard. Dan
setahun kemudian lulus dengan nilai tinggi.
Tahun 1969, ia menikah dengan wanita Inggris yakni Lady James
Crichton-Stuart -- yang semenjak itu memeluk Islam dan beroleh
nama baru: Putri Salima. Disebutkan, pada upacara pernikahan itu
ditaburkan mutiara -- sebagai 'pengganti beras -- di hadapan
kedua pengantin sebagai simbol pengharapan keberuntungan.
Perhatian Agha Khan terutama tertuju pada Pakistan, India,
Iran, Afghanistan, Kenya, Tanzania -- dan terakhir ini juga
Kanada. Sejumlah 16.000 umat Ismailiah baru-baru ini diusir dari
Uganda dan bermigrasi ke Kanada, hal yang tidak sulit bagi
mereka oleh faktor keuangan dan tingkat pendidikan yang cukup
tinggi. Umat Ismailiah umumnya terpandang dalam lingkungannya,
meski tidak selalu populer biarpun memiliki kekayaan maupun
industri. Mereka, oleh paham keimaman yang khas itu, memang agak
berbeda dari mayoritas muslimin di dunia.
Aga Khan pernah menyatakan, bahwa dalam Islam memang tidak ada
pembedaan tegas antara masalah-masalah kerohanian dan sekular.
Itu nampak dalam ayat-ayat Al Quran yang juga berbicara tentang
hal-hal sekular. Bukankah Nabi Muhammad sendiri dahulu
berdagang? katanya. Aga Khan sendiri mengepalai Usaha Promosi
Industri -- yang menjembatani penanam modal swasta dengan modal
lokal maupun internasional. Hampir 100 buah perusahaan lahir
dari korporasi tersebut. Di antaranya pengusahaan intan,
asuransi, hotel, surat kabar dan majalah-majalah di Kenya,
industri pakaian dan sepatu, pertambangan dan penggilingan. Ia
mengepalai juga suatu konsorsium pengembangan pusat-pusat
pariwisata di Costa Smeralda, Sardinia.
YAYASAN Aga Khan, yang didirikannya tahun 1967, adalah
departemen kesejahteraan rakyat dari Keimamannya -- dengan
simbol 3 bulan sabit merah. Ia telah membangun 3 rumah sakit di
Kenya, 100 klinik kesehatan di beberapa negara berkembang dan
pusat kesehatan di Pakistan, yang membawahkan 106 pusat
kesehatan di Pakistan saja. Juga melanjutkan proyek pembangunan
rumah bersalin di Karimabad yang telah dibuka tahun 1979. Tahun
1984 ia harapkan akan selesai pembangunan sebuah rumah sakit
tahan gempa dan sebuah fakultas kedokteran seluas 88 acres di
Karachi. Sebelum membuat desainnya, para arsitek yang dikontrak
diwajibkan lebih dulu mengunjungi pusat-pusat arsitektur Islam,
dan mengangkat sebagai konsultan seorang arsitek Islam terkenal,
Mozhan Khadem.
Aga Khan memang mencintai kecantikan, selain segi manfaat dan
tradisi. Dan itu memang pantas baginya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini