Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sang keturunan nabi

Sekilas tentang aga khan, pemimpin yang dimuliakan lebih dari 10 juta pengikut kaum ismailiah. aga khan kini mempunyai ratusan perusahaan tersebar di pelbagai negara. (sel)

14 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA tampan 44 tahun itu, yang selalu berpakaian rapi tidak berkelebihan, dan bicara dengan aksen Inggris yang baik yang diwarisi dari ibunya, di kalangan tinggi Eropa masih terhitung pria yang sederhana dalam sikap dan kepribadian. Namanya Karim. Namun ia disebut Aga Khan. Ialah pemimpin yang dimuliakan lebih dari 10 juta pengikut -- yakni kaum Ismailiah yang tersebar di 25 negara Asia dan Afrika. Ia keturunan Saidina Ali, saudara sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad. Mengenai ini, di tahun 1866, seorang hakim Inggris di bawah sumpah di Mahkamah Agung Bombay menegaskan hak keturunan tersebut. Entah untuk keperluan apa. Tapi, seperti anda pastikan, dengan demikian ia berada satu barisan dengan para ulama Syiah di Iran yang juga keturunan Nabi. Juga dengan kaum 'Alawi. Yang terakhir ini adalah keturunan Nabi khususnya dari kalangan Arab, yang di Indonesia misalnya biasa dipanggil dengan sayid atau habib. Beda masing-masingnya: sementara golongan 'Alawi umumnya bermazhab Sunni (mazhab kira-kira 90% umat Islam), Isma'iliah adalah salah satu sekte Syi'ah --bahkan satu-satunya sekte yang menonjol sekarang ini di luar Syi'ah Iran. Mereka mempercayai hanya tujuh imam, sementara Syi'ah Iran 12 imam. Keduanya memang hanya bersetuju sampai pada imam ke-6 keturunan Ali, yang bernama Ja'far Shadiq. Ceritanya, Imam Ja'far itu punya dua anak, Isma'il dan Musa. Nah. Orang Iran mengambil Musa sebagai imam ke-7, yang menurunkan para Pengganti sampai imam ke-12. Sebaliknya ka_um Isma'ili memilih Isma'il -- dan berhenti di sana. Dus Aga Khan itu keturunan langsung Isma'il bin Ja'far Shadiq. Nama Aga Khan sendiri dulu diberikan oleh Syah Iran dari wangsa Qajar, dinasti yang tumbang sebelum naiknya Reza Pahlavi, ayah Syah yang ditendang kemarin. Kerajaan yang dipimpin Aga Khan dengan demikian kerajaan spiritual, yang ketertibannya terpelihara bukan oleh polisi tapi oleh ketaatan ibadah. Oleh pengikutnya ia dipercaya memiliki Nur Ilahi -- dan dalam gambaran klasik apapun juga akan dipersembahkan oleh sang umat kepada sang imam bila beliau menghendaki. Maka sang imam pun bersabda mengenai segala aspek -- dari hal-hal yang menyangkut kesucian formal sampai soal-soal keuangan. Baru-baru ini misalnya, awal Maret ia bicara tentang pers Barat. Ia, yang dewasa ini hidup di Paris, bilang bahwa keluhan-keluhan terhadap pers negara-negara industri maju -- yang melaporkan hal-hal di negeri-negeri dunia ketiga -- kadang-kadang punya alasan sangat kuat. Laporan Barat itu suka "dibuat-buat, bernada menghina, kadang-kadang tidak akurat dan tanpa latar belakang yang cukup mengenai budaya, ekonomi dan politik" negeri setempat. Dia bicara di Institut Pers Internasional, badan yang memperjuangkan kemerdekaan pers dan berpusat di London. Aga Khan sendiri, harap diingat adalah pemilik saham terbesar dari National Newspapers Ltd. di Nairobi, penerbit koran-koran dan mingguan terbesar di Afrika Timur. Tidak berarti Aga Khan seorang "pejuang sengit". Dalam kehidupan pribadinya, ia seorang ayah dari 3 anak -- dari seorang istri cantik asal bangsawan Inggris, dengan rumah indah tersebar di daratan Eropa, kuda-kuda dan suatu bisnis raksasa yang menghimpun 250.000 tenaga kerja di seluruh dunia. Februari yang lalu ia memberi ceramah di Lembaga Smithsonian Washington DC dalam rangka pemberian hadiah di bidang Arsitektur Islam -- 25 hadiah bernilai $ 500.000 untuk 15 proyek Arsitektur Islam terbaik. Kompetisi ini diadakan tiap 3 tahun sekali. Dan termasuk yang mendapat hadiah adalah Indonesia -- untuk bangunan Pesantren Pabelan, Muntilan, Ja-Teng, dan untuk Proyek Muhammad Husni Thamrin dari pemerintah DKI Jakarta (TEMPO, 1 November 1980). Arsitektur Islam memang sebagian dari hidupnya. "Saya menjadi amat terlibat dengan bidang ini semula karena keadaan. Begitu banyak yang harus dibangun untuk masyarakat: sekolah, rumah sakit, perumahan dan sebagainya, dan setiap kali saya bertanya dalam hati kecil: tepatkah bangunan itu dengan lingkungannya. Dan akan ke manakah kita?" Di Barat, seperti dikatakannya, persepsi masyarakat mengenai Islam dan kebudayaannya adalah lewat arsitektur. "Namun kita sering lengah dan membiarkannya tenggelam." AGA KHAN melihat masalah terpokok dalam pembangunan adalah bagaimana memadukan kebutuhan akan bangunan hasil teknologi dengan kebutuhan untuk tetap berada dalam kerangka tradisi arsitektur Islam. Itu berarti, khususnya untuk dunia muslim sekarang ini, yang penting bukanlah (hanya) bangunan monumental -- tapi seberapa jauh bangunan atau kompleks atau proyek fisik itu benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat muslim (yang mayoritas miskin) -- dan bukan terpukau oleh model maupun teknologi dari Barat tapi tercerabut dari lingkungannya. Hadiah kepada Pabelan maupun Proyek MHT Jakarta (yang berhasil memperbaiki perkampungan tanpa mengobrak-abrik cirinya yang semula) didasarkan pada pertimbangan itu. Aga Khan sendiri sarjana dalam ilmu-ilmu keislaman. Kakeknya, Aga Khan III, seorang tokoh besar yang menaruh minat terhadap perubahan-perubahan di masanya, kepada cucunya Karim -- sewaktu masih kuliah di Harvard -- sering menanyakan soal pengaruh pendidikan Barat atas mahasiswa muslim. Nampaknya Karim berhasil memberi jawaban yang tepat. Dan ketika kakeknya meninggal, dirinyalah yang diangkat sebagaiga Khan IV bukan ayahnya Ali Khan atau pamannya Sadruddin. Soalnya sang kakek, menurut keterangan, prihatin atas tingkah laku anaknya Ali yang terkenal sebagai playboy. Dalam testamennya disebutkan alasan pengangkatan cucunya, antara lain: "Sehubungan dehgan perubahan yang mendasar yang terjadi di dunia akibat penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, dan dalam rangka menjamin kepentingan umat Syi'ah, diperlukan seorang pengganti muda yang dibesarkan dan dididik dalam situasi baru tersebut, yang diharapkan akan dapat memberikan pandangan baru dalam jabatannya sebagai imam." Tanggal 19 Oktober 1957, Karim resmi dinobatkan menjadi Aga Khan IV dengan suatu upacara kebesaran yang khidmat. Diiringi alunan ayatayat suci Al Quran, dikenakannya jubah kebesaran dan atribut-atribut lain. Ini terjadi di Dar-es Salam, Tanganyika -- di tempat yang di masa lalu Aga Khan sang kakek pernah ditimbang dengan bandul timbangan berlian. Upacara penobatan serupa dialaminya berturut-turut di Karachi, Nairobi dan terakhir di Kampala, dalam rangka kunjungan resminya ke daerah-daerah tersebut. Jarang yang tahu, Aga Khan IV adalah warga negara Iran. Sebab banyak pengikutnya hidup dalam lingkungan negara-negara Commonwealth. Ratu Inggris sendiri mengakui kekuasaannya dengan membubuhkan gelar Highness kepadanya. Kebesaran yang disandangnya memang tidak melarutkan pribadinya yang masih tergolong sederhana. Mengakui banyak kekurEIngan, tahun 1958 ia kembali menyelesaikan studi di Harvard. Dan setahun kemudian lulus dengan nilai tinggi. Tahun 1969, ia menikah dengan wanita Inggris yakni Lady James Crichton-Stuart -- yang semenjak itu memeluk Islam dan beroleh nama baru: Putri Salima. Disebutkan, pada upacara pernikahan itu ditaburkan mutiara -- sebagai 'pengganti beras -- di hadapan kedua pengantin sebagai simbol pengharapan keberuntungan. Perhatian Agha Khan terutama tertuju pada Pakistan, India, Iran, Afghanistan, Kenya, Tanzania -- dan terakhir ini juga Kanada. Sejumlah 16.000 umat Ismailiah baru-baru ini diusir dari Uganda dan bermigrasi ke Kanada, hal yang tidak sulit bagi mereka oleh faktor keuangan dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Umat Ismailiah umumnya terpandang dalam lingkungannya, meski tidak selalu populer biarpun memiliki kekayaan maupun industri. Mereka, oleh paham keimaman yang khas itu, memang agak berbeda dari mayoritas muslimin di dunia. Aga Khan pernah menyatakan, bahwa dalam Islam memang tidak ada pembedaan tegas antara masalah-masalah kerohanian dan sekular. Itu nampak dalam ayat-ayat Al Quran yang juga berbicara tentang hal-hal sekular. Bukankah Nabi Muhammad sendiri dahulu berdagang? katanya. Aga Khan sendiri mengepalai Usaha Promosi Industri -- yang menjembatani penanam modal swasta dengan modal lokal maupun internasional. Hampir 100 buah perusahaan lahir dari korporasi tersebut. Di antaranya pengusahaan intan, asuransi, hotel, surat kabar dan majalah-majalah di Kenya, industri pakaian dan sepatu, pertambangan dan penggilingan. Ia mengepalai juga suatu konsorsium pengembangan pusat-pusat pariwisata di Costa Smeralda, Sardinia. YAYASAN Aga Khan, yang didirikannya tahun 1967, adalah departemen kesejahteraan rakyat dari Keimamannya -- dengan simbol 3 bulan sabit merah. Ia telah membangun 3 rumah sakit di Kenya, 100 klinik kesehatan di beberapa negara berkembang dan pusat kesehatan di Pakistan, yang membawahkan 106 pusat kesehatan di Pakistan saja. Juga melanjutkan proyek pembangunan rumah bersalin di Karimabad yang telah dibuka tahun 1979. Tahun 1984 ia harapkan akan selesai pembangunan sebuah rumah sakit tahan gempa dan sebuah fakultas kedokteran seluas 88 acres di Karachi. Sebelum membuat desainnya, para arsitek yang dikontrak diwajibkan lebih dulu mengunjungi pusat-pusat arsitektur Islam, dan mengangkat sebagai konsultan seorang arsitek Islam terkenal, Mozhan Khadem. Aga Khan memang mencintai kecantikan, selain segi manfaat dan tradisi. Dan itu memang pantas baginya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus