Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tidur Kekal di Sisir

Jenazah Munir sempat ditolak mendarat di bandar udara Malang. Bendera setengah tiang dikibarkan tujuh hari di Batu.

8 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengacara Deddy Prihambudi tak bisa melepas kenangannya pada senja ketika jenazah Munir hendak tiba di Bandar Udara Abdulrachman Saleh, Malang, sepuluh tahun lalu. Sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Deddy masuk kepanitiaan lokal kedatangan jenazah Munir dari Amsterdam, yang transit di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, sebelum ke Malang.

Pengelola pangkalan milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara itu tak mengizinkan jenazah Munir mendarat di situ. Menurut Deddy, otoritas Abdulrachman Saleh tak mau jurnalis asing mengambil gambar di situ. Maka mereka meminta agar jenazah dialihkan ke Bandara Juanda, Surabaya. "Tapi kami dan kawan-kawan dari Jakarta terus melobi agar jenazah Munir bisa mendarat di Malang," kata Deddy, Senin pekan lalu.

Akhirnya pengelola Abdulrachman Saleh mengizinkan panitia lokal penyambutan jenazah dan lima wartawan—seorang di antaranya Abdi Purmono dari Tempo—masuk. Tak ada jurnalis asing yang diizinkan masuk kawasan bandara. "Mohon maaf, ini soal keamanan. Kami khawatir ada yang memanfaatkan kedatangan jenazah," ujar Komandan Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Marsekal Pertama Amirullah Amin.

Setelah kerumitan di Abdulrachman Saleh berlalu, mobil jenazah melesat ke kampus Universitas Brawijaya di tengah Kota Malang. Di lobi gedung rektorat, sejak petang telah berlangsung tahlilan yang diikuti buruh, mahasiswa, petani, nelayan, dan kelompok masyarakat lain. Jenazah disambut Rektor Universitas Brawijaya Bambang Guritno. Munir adalah lulusan fakultas hukum di situ, sehingga kampus ini ikut kehilangan. Munir pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam dan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum. Ratusan orang berdesakan untuk menyalatkan. Sejumlah pelayat histeris, ada juga yang pingsan.

Dari kampus, ambulans mengusung jenazah Munir menuju rumah ibunda Munir, Jamilah, di Jalan Diponegoro 169, Kelurahan Sisir, Kota Batu. Rumah ini berada di tepi jalan raya Malang-Batu. Ribuan orang berjubel di depan rumah dan sepanjang jalan hingga satu kilometer dari rumah duka. Karangan bunga, spanduk, dan bendera berjajar menyatakan kehilangan Munir. "Munir milik semua," kata Deddy Prihambudi. Ia adik angkatan kuliah dan kolega Munir ketika di Lembaga Bantuan Hukum Surabaya. Kini Deddy membuka kantor pengacara di Surabaya.

Orang dari banyak penjuru berdatangan ke Batu. Wali Kota Batu Imam Kabul menginstruksikan pemasangan bendera Merah Putih setengah tiang selama tujuh hari. Ia juga memberikan penghargaan kepada Munir sebagai warga terbaik Kota Batu. Seniman membalut patung buah apel raksasa di alun-alun Kota Batu dengan kain hitam.

Pada Ahad pagi, 12 September 2004, ketika jarum menunjuk angka sembilan, prosesi pemakaman dimulai. Sejumlah tokoh menyampaikan sambutan. Mereka di antaranya Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, advokat Todung Mulya Lubis, Adnan Buyung Nasution dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung Abdul Rahman Saleh. "Kematian Munir adalah kematian indah karena terjadi saat ia melakukan perjalanan untuk menegakkan HAM," ucap Todung.

Dari rumah duka, jenazah disalatkan di Masjid At Taqwa, sekitar seratus meter dari rumah ibunda Munir. Di masjid ini, Munir menghabiskan masa kecil dan remaja untuk mengaji. Dia juga pernah menjadi sekretaris organisasi sosial keagamaan, Al Irsyad Kota Batu. Setelah disalatkan, jenazah digotong menuju pemakaman umum Sisir, yang berjarak sekitar satu kilometer dari situ.

Sepanjang jalan menuju makam, pelayat berebut memanggul keranda mayat Munir. Perempuan dan anak-anak memadati tepi jalan dengan wajah sedih. Sesampai di kuburan, ribuan orang telah menyesaki area makam. Kumandang azan mengantar Munir masuk persemayaman abadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus