Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tiga Perwira Yang Disangka

Membunuh sopirnya, tapi beberapa pelakunya segera tertangkap.(kt)

22 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULANYA hanya seperti pertengkaran kecil sesama pengendara, di keramaian lalulintas Palembang sebuah sepeda motor, Vespa, mendadak memotong jalan sebuah sedan di belokan Kampung 8 Ulu. Anwar, pengemudi Toyota Corolla BC 247 AD yang membawa dua orang kasir Pabrik Karet Hok Tong yang baru saja menguangkan cek sebesar Rp 73 juta dari Bank Bumi Daya (BBD), dapat menguasai kendaraannya. Tidak terjadi sesuatu kecelakaan. Namun, rupanya insiden lalulintas kecil 3 Maret sekitar jam 10.00 tersebut merupakan awal sebuah cerita menarik. Pengendara Vespa marah-marah dan menuntut agar Anwar dkk mempertanggungjawabkan tas yang terjatuh di hadapan mobilnya. Memang tidak lucu. Tapi, melihat yang mengggertak dan mendesak adalah anggota tentara berpakaian seragam lengkap, seorang kapten TNI-AD, Anwar meladeninya juga. Sang Kapten minta agar pegawai-pegawai Hok Tong mengganti isi tasnya -- sebuah pesawat telepon -- yang katanya rusak akibat terjatuh tadi. Tentu saja -- Anwar menolak. Tapi si Kapten mendesak terus. Ia memaksa pegawai pabrik karet tersebut menemui pemilik barang itu sendiri, katanya komandan pak Kapten, di Indralaya yang letaknya 40 km dari Palembang ke arah Kayuagung. Tertembak Di Kepala Begitulah, sekitar dua jam setelah kejadian di belokan 8 Ulu, polisi menerima laporan: mobil Elok Tong terperosok sekitar 100 meter dari pinggir jalan di Km 29 Prabumulih. Usman, kasir Hok Tong, ditemukan mati tertembak kepalanya. Helmi, kawannya, dapat berjalan ke kantor polisi scndiri walaupun rahangnya cedera berat -- juga kena tembak. Ada apa? Rupanya sebuah perampokan berdarah. Jutaan uang Hok Tong yang dipercayakan kepada kedua kasirnya tersebut ludes. Anwar agak "beruntung". Ia tidak kebagian peluru. Perampok hanya menyiram mukanya dengan air aki (ada yang bilang itu air cuka). Oleh nasibnya yang lebih baik itulah Anwar, yang masih berobat di rumahsakit, sedikit dicurigai siapa tahu .... ? "Statusnya memang tahanan," kata Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV/SriwiJaya Mayor Karsidi SH. Syukurlah, tak sampai dua minggu kepolisian dan Laksus, dalam operasi gabungan mereka, dapat membekuk beberapa orang yang diduga para pelaku. Petunjuknya, misalnya seorang polisi yang bertugas di BBD, Senin pagi itu, melihat seorang perwira tentara mondar-mandir di dekat loket penerimaan. Tentu saja tak ada yang berani menegurnya walaupun sikapnya memang agak mencurigakan. Ia selalu mengawasi Usman dah Helmi menghitung uang. Ditambah dengan keterangan Anwar, yang mengemukakan ciri-ciri kapten yang menggarapnya, tiga orang ditahan sebagai tersangka. Yang pertama, Kamis dua minggu lalu ditangkap Kapten Rustam Effendi Mustofa (35 tahun). Perwira ini adalah Kepala Biro pada Staf Perencanaan Kodam IV/Sriwijaya. Bersamanya ditangkap juga Letnan I Murni Syarif (45 tahun), asal Bengkulu -- yang sedang kena skorsing karena kedapatan beristri dua. Besoknya, 7 Maret sekitar jam 07.00 giliran Kapten A Sumarna (36 tahun). Menurut pemeriksaan, orang yang mondar-mandir di depan loket BBD dan bertengkar dengan Anwar di belokan 8 Ulu tak lain Kapten Sumarna itulah. Perwira ini, sehari-harinya bertugas di Pendam ebagai anak buah Kapendam Karsidi. Kapten Sumarna, yang pernah memberi ceramah dalam penataran wartawan, Humas Pemda dan Humas 4 Angkatan bulan lalu, ditangkap di Lapangan terbang Talangbetutu. Kodam IV Sriwijaya, hingga minggu lalu, belum mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap perwira-perwiranya yang disangka brengsek tersebut. Namun Kapendam Karsidi membenarkan ada tersangka lain, bernama Mukhtaruddin alias Ajidin, yang sedang diburu. Sumber di Kodam menyatakan orang ini adalah rentenir yang biasa beroperasi di tempat perjudian di Taman Ria Kampus. Dan Kapten Sumarna disangka "terpaksa merampok" karena terikat utang dengan Ajidin, sekitar Rp 10 juta. Sebab, sejak Desember lalu, perampokan itu merupakan peristiwa yang keempat yang terjadi di seputar Palembang. Pertama, 4 Desember 1979, korbannya adalah gaji guru Tanjungbatu di Ogan Komering Ilir lebih dari Rp 5 juta. Kapten Arsyad, yang kebetulan menumpang oplet yang dibajak di tengah jalan oleh 4 orang perampok, tertembak mati. Hingga kini yang berwajib belum menangkap seorang pelakunya pun. Kedua, menimpa penduduk Sungaibuaya (Kertapati), minggu terakhir bulan lalu. Tusin, pengusaha penggergajian kayu, dipaksa menyerahkan uangnya, Rp 200 ribu, serta barang perhiasan yang semuanya berjumlah Rp 2 juta kepada 4 orang penodongnya. Siapa pelakunya? Entahlah. Sebelumnya, 22 Februari, Toko emas Samajaya di Pagaralam (Kabupaten Lahat) juga jadi sasaran. Di samping uang tunai Rp 500 ribu, tiga orang perampoknya masih menggaet perhiasan yang dipajang di etalase. Tapi kali ini mereka sial. Seorang di antara mereka, ditembak mati oleh seorang polisi berpakaian preman ketika hendak melarikan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus