Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Hanya "Pelaut Sinting" Mengikutinya

Lomba layar jakarta rotterdam memilih jalur kapal voc yang mengangkut rempah-rempah. delapan perahu bertolak dari tj. periok. (or)

22 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN menuju Rotterdam dengan perahu, kini masih disukai tapi oleh para petualang saja. "Orang mungkin akan menyebut kami pelaut sinting," kata Henry Maasakkers, awak perahu Batavier, peserta lomba layar Nedlloyd Spice Race 1980. Semua delapan perahu bertolak dari Tanjung Priok 12 Maret. Mereka akan menempuh jarak sekitar 22.000 km -- dihitung dari Selat Sunda sampai Selat Dover di Inggris. Tekad mereka ialah untuk memecahkan rekor Kelso, perahu pengangkut rempah milik John R. Kelso, orang Inggris yang menempuh jarak yang sama di tahun 1860 selama 63 hari. Maasakkers telah menyiapkan diri selama enam bulan. Untuk itu ia telah menghabiskan biaya A$ 80.000 (Rp 55. 600.000). Batavier -- panjang 21,94 m dan lebar 5,49 m -- dibuat oleh perusahaan Maas Bros Pty. Ltd di Sydney membawa awak sebanyak 14 orang dan akan menghadang ombak tanpa singgah di pelabuhan lain. Belum Bersuami Nakoda Batavier adalah Jos Maasakkers, saudara kandung Henry, yang membawa serta Tjaning, pelaut Indonesia. Tjaning dimungkinkan ikut atas anjuran Jakarta Offshore Sailing Club. Batavier juga memboyong pelaut wanita. Belum bersuami, Teresa Lambert bertugas sebagai juru masak. Ia mengaku sudah berlayar sejak enam musim lalu. "Cuma bersama nelayan," kata Nona Lambert, 20 tahun. Maasakkers membawa puluhan lusin makanan kaleng. "Cukup untuk dua bulan lebih pelayaran," katanya. Tersita satu kamar awak untuk keperluan makan itu. Peserta Prodent -- panjang 12,54 m dan lebar 3,92 m -- hampir tak punya ruang istirahat untuk enam awaknya. Tempat tidur hanya digantungkan dan merapat ke dinding perahu. Buat memasak, cuma tersedia oven kecil. Satu-satunya ruang yang punya alat pembatas adalah kakus. "Hanya ini keperluan pribadi yang masih kami pertahankan demi kesopanan," kata Dirk Nauta, nakoda Prodent. Pelayarannya disponsori oleh perusahaan tapal gigi Prodent. Lantaran awaknya sedikit, jam kerja di Prodent pun agak panjang. Setiap orang bertugas selama 10 jam per hari. Pemegang kemudi berganti tiap 30 menit. Tugas memasak dipegang oleh siapa saja yang lagi beristirahat. Makan tak dibatasi. Namun, kata Nauta, "bila terlalu kenyang, badan akan terasa tidak enak untuk bergerak." Yang dijatahkan di Prodent adalah air minum dan buku bacaan. Selama perjalanan setiap awak hanya mendapat 1« liter air bersih per hari. Sebab perahu ini bisa membawa 380 liter saja. Akan bahan bacaan, mereka masing-masing cuma diperkenankan membawa tiga buku. Tak ada latihan khusus bagi awak Prodent sebelum mengikuti Nedlloyd Spice Race. "Kami hanya berlatih bersama dalam berlayar," kata Nauta, ayah dari tiga anak. Biaya yang dikeluarkannya, katanya, sekitar US$ 150.000 (Rp 94.500.000). Ia menolak menyebutkan jumlah yang diterimanya dari Prodent. Nauta dkk. mengaku mereka tidak tergoda oleh hadiah, tapi asyik mencari pengalaman. Namun bagi juara pertama, selain piala, panitia Nedlloyd Spice Race menghadiahkan uang tunai N. Gld. 50.000 (Rp 16.050.000). Jika terjadi pemecahan rekor Kelso, tambahan disediakan sebesar N. Gld 25.000 (Rp 8.025.000). Tak semua peserta lomba ini beruntung seperti Nauta dkk. Batavier, misalnya, sama sekali tak mendapat sponsor. "Kami sudah menghubungi berbagai perusahaan," kata Maasakkers. Tapi "tidak ada yang mau." Mungkin karena Maasakkers belum berpengalaman dalam lomba layar internasional, sedang Nauta sudah tercatat mengikutinya seperti Whitbread Round the World Race (1977) dan Round Britain Race (1978). Gagasan untuk mengadakan Nedlloyd Spice Race timbul setelah kemenangan nakoda Conny van Rietschoten dari negeri Belanda dalam Whitbread Round the World Race. Kemenangannya itu mengingatkan orang kembali pada pelayaran mencari rempah-rempah ke Indonesia di abad XVI. Tak heran bila dipilih jalur perjalanan kapal dagang Belanda di zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Yang akan berlayar secara non-stop dari Jakarta ke Rotterdam, selain Batavier, adalah Flying Wilma dan Gauloises 3. Lima lainnya akan singgah di Cape Town. Para peserta sama sekali tidak didampingi kapal pengawal. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mungkin bantuan akan diberikan oleh kapal milik perusahaan Nedlloyd yang mengatur jadwalnya sedemikian rupa di jalur perlombaan. Tiap perahu peserta dilengkapi radio pemancar untuk berkomunikasi. "Siapa yang tidak akan bilang lomba ini adalah kerja 'orang gila'," kata Maasakkers.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus