JALAN menuju Rotterdam dengan perahu, kini masih disukai tapi
oleh para petualang saja. "Orang mungkin akan menyebut kami
pelaut sinting," kata Henry Maasakkers, awak perahu Batavier,
peserta lomba layar Nedlloyd Spice Race 1980.
Semua delapan perahu bertolak dari Tanjung Priok 12 Maret.
Mereka akan menempuh jarak sekitar 22.000 km -- dihitung dari
Selat Sunda sampai Selat Dover di Inggris. Tekad mereka ialah
untuk memecahkan rekor Kelso, perahu pengangkut rempah milik
John R. Kelso, orang Inggris yang menempuh jarak yang sama di
tahun 1860 selama 63 hari.
Maasakkers telah menyiapkan diri selama enam bulan. Untuk itu ia
telah menghabiskan biaya A$ 80.000 (Rp 55. 600.000). Batavier --
panjang 21,94 m dan lebar 5,49 m -- dibuat oleh perusahaan Maas
Bros Pty. Ltd di Sydney membawa awak sebanyak 14 orang dan akan
menghadang ombak tanpa singgah di pelabuhan lain.
Belum Bersuami
Nakoda Batavier adalah Jos Maasakkers, saudara kandung Henry,
yang membawa serta Tjaning, pelaut Indonesia. Tjaning
dimungkinkan ikut atas anjuran Jakarta Offshore Sailing Club.
Batavier juga memboyong pelaut wanita. Belum bersuami, Teresa
Lambert bertugas sebagai juru masak. Ia mengaku sudah berlayar
sejak enam musim lalu. "Cuma bersama nelayan," kata Nona
Lambert, 20 tahun.
Maasakkers membawa puluhan lusin makanan kaleng. "Cukup untuk
dua bulan lebih pelayaran," katanya. Tersita satu kamar awak
untuk keperluan makan itu.
Peserta Prodent -- panjang 12,54 m dan lebar 3,92 m -- hampir
tak punya ruang istirahat untuk enam awaknya. Tempat tidur hanya
digantungkan dan merapat ke dinding perahu. Buat memasak, cuma
tersedia oven kecil. Satu-satunya ruang yang punya alat pembatas
adalah kakus. "Hanya ini keperluan pribadi yang masih kami
pertahankan demi kesopanan," kata Dirk Nauta, nakoda Prodent.
Pelayarannya disponsori oleh perusahaan tapal gigi Prodent.
Lantaran awaknya sedikit, jam kerja di Prodent pun agak panjang.
Setiap orang bertugas selama 10 jam per hari. Pemegang kemudi
berganti tiap 30 menit. Tugas memasak dipegang oleh siapa saja
yang lagi beristirahat. Makan tak dibatasi. Namun, kata Nauta,
"bila terlalu kenyang, badan akan terasa tidak enak untuk
bergerak."
Yang dijatahkan di Prodent adalah air minum dan buku bacaan.
Selama perjalanan setiap awak hanya mendapat 1« liter air bersih
per hari. Sebab perahu ini bisa membawa 380 liter saja. Akan
bahan bacaan, mereka masing-masing cuma diperkenankan membawa
tiga buku.
Tak ada latihan khusus bagi awak Prodent sebelum mengikuti
Nedlloyd Spice Race. "Kami hanya berlatih bersama dalam
berlayar," kata Nauta, ayah dari tiga anak. Biaya yang
dikeluarkannya, katanya, sekitar US$ 150.000 (Rp 94.500.000). Ia
menolak menyebutkan jumlah yang diterimanya dari Prodent.
Nauta dkk. mengaku mereka tidak tergoda oleh hadiah, tapi asyik
mencari pengalaman. Namun bagi juara pertama, selain piala,
panitia Nedlloyd Spice Race menghadiahkan uang tunai N. Gld.
50.000 (Rp 16.050.000). Jika terjadi pemecahan rekor Kelso,
tambahan disediakan sebesar N. Gld 25.000 (Rp 8.025.000).
Tak semua peserta lomba ini beruntung seperti Nauta dkk.
Batavier, misalnya, sama sekali tak mendapat sponsor. "Kami
sudah menghubungi berbagai perusahaan," kata Maasakkers. Tapi
"tidak ada yang mau." Mungkin karena Maasakkers belum
berpengalaman dalam lomba layar internasional, sedang Nauta
sudah tercatat mengikutinya seperti Whitbread Round the World
Race (1977) dan Round Britain Race (1978).
Gagasan untuk mengadakan Nedlloyd Spice Race timbul setelah
kemenangan nakoda Conny van Rietschoten dari negeri Belanda
dalam Whitbread Round the World Race. Kemenangannya itu
mengingatkan orang kembali pada pelayaran mencari rempah-rempah
ke Indonesia di abad XVI. Tak heran bila dipilih jalur
perjalanan kapal dagang Belanda di zaman Vereenigde Oost
Indische Compagnie (VOC).
Yang akan berlayar secara non-stop dari Jakarta ke Rotterdam,
selain Batavier, adalah Flying Wilma dan Gauloises 3. Lima
lainnya akan singgah di Cape Town.
Para peserta sama sekali tidak didampingi kapal pengawal. Jika
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mungkin bantuan akan
diberikan oleh kapal milik perusahaan Nedlloyd yang mengatur
jadwalnya sedemikian rupa di jalur perlombaan. Tiap perahu
peserta dilengkapi radio pemancar untuk berkomunikasi. "Siapa
yang tidak akan bilang lomba ini adalah kerja 'orang gila',"
kata Maasakkers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini