Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tiga Tahun Perburuan

20 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

7 September 2004 Munir, 39 tahun, meninggal dalam pesawat Garuda GA-974 yang sedang terbang menuju Amsterdam, Belanda. Polisi Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum.

11 November 2004 Keluarga Munir mendapat kabar soal hasil otopsi di Institut Forensik Belanda (NFI). Ditemukan racun arsenik dengan kadar yang fatal.

18 November 2004 Markas Besar Polri memberangkatkan tim penyelidik (termasuk ahli forensik) dan Koordinator Kontras, Usman Hamid, ke Belanda. Tim bertugas meminta dokumen otentik serta mendiskusikan hasil otopsi dengan ahli-ahli forensik di Belanda.

28 November 2004 Mabes Polri melakukan pemeriksaan terhadap delapan kru Garuda yang melakukan penerbangan bersama almarhum Munir. Total ada 21 orang yang diperiksa.

23 Desember 2004 Presiden SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta (TPF) untuk Kasus Munir.

14 Maret 2005 Penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus selama 13 jam lebih dengan lie detector.

18 Maret 2005 Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.

5 April 2005 Polri menetapkan dua kru Garuda, Oedi Irianto (kru pantry) dan Yeti Susmiarti (pramugari), sebagai tersangka kasus Munir.

11 April 2005 Untuk kedua kalinya mantan Sekretaris Utama (Sesma) BIN, Nurhadi Djazuli, menolak hadir dalam pemeriksaan TPF. Nurhadi diduga mengangkat Pollycarpus sebagai agen utama BIN lewat Surat Keputusan Kepala BIN No. 113/2/2002.

15 April 2005 Penyidik Mabes Polri memeriksa dua orang warga negara Belanda yang duduk di sebelah Munir.

8 Juni 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi P.R. untuk kedua kalinya.

9 Juni 2005 TPF gagal memeriksa Hendropriyono untuk kedua kalinya.

14 Juni 2005 TPF menemukan dokumen empat skenario pembunuhan Munir.

24 Juni 2005 TPF menyerahkan laporannya kepada Presiden Yudhoyono.

27 Juni 2005 Brigjen Pol. Marsudhi Hanafi, mantan Ketua TPF, ditunjuk menjadi ketua tim penyidik Polri yang baru untuk kasus Munir.

28 Juni 2005 Mabes Polri mengerahkan 30 penyidik untuk menuntaskan kasus Munir pasca-TPF. Mereka berasal dari Badan Reserse Kriminal, Interpol Polri, dan Polda Metro Jaya.

9 Agustus 2005 Sidang kasus Munir dengan terdakwa Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati.

17 November 2005 Muchdi P.R. (mantan Deputi V BIN) bersaksi di persidangan. Dia menyangkal punya hubungan dengan Pollycarpus.

18 November 2005 Pollycarpus diperiksa dalam sidang. Pollycarpus mengatakan tidak pernah mengontak Munir sebelum penerbangan dan mengaku hanya berbasa-basi memberikan kursinya di kelas bisnis kepada Munir.

1 Desember 2005 Jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.

20 Desember 2005 Majelis Hakim membacakan putusan. Pollycarpus terbukti turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen. Pollycarpus dijatuhkan hukuman penjara 14 tahun. Pollycarpus mengajukan banding.

27 Maret 2006 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 14 tahun penjara bagi Pollycarpus dalam berkas 16/Pid/2006/PT. DKI. Putusan ini sama dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

6 September 2006 Suciwati mengajukan gugatan perdata terhadap PT Garuda atas terbunuhnya Munir dalam pesawat Garuda.

3 Oktober 2006 Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menyatakan Pollycarpus tidak terbukti terlibat pembunuhan berencana terhadap Munir. Pollycarpus hanya terbukti bersalah menggunakan dokumen palsu dan divonis dua tahun penjara.

25 Desember 2006 Pollycarpus bebas dari masa tahanan setelah mendapat remisi.

Para Spion Itu

Kesaksian agen muda Badan Intelijen Negara, Raden Muhammad Patma Anwar, menyingkap selubung gelap yang selama ini menutupi dinas rahasia itu. Dari mulutnya terungkap struktur komando dan pembagian tugas dalam tubuh BIN. Benarkah lembaga itu ada di balik pembunuhan Munir?

Kepala BIN A.M. Hendropriyono ”Semakin banyak pejabat BIN yang dituduh terlibat, jelas arahnya pasti saya.”

Wakil Kepala BIN M. As’ad Indra Setiawan mengaku menerima surat yang ditandatangani As’ad agar menugaskan Pollycarpus ke bagian keamanan penerbangan. Menurut Hendropriyono, pengakuan itu tak masuk akal.

  • Deputi I (Penyelidikan Luar Negeri)
  • Deputi II (Penyelidikan Dalam Negeri)

    Manunggal Maladi ”Sentot memang anak buah saya, tapi secara kelembagaan baik saya maupun Sentot tidak berencana melenyapkan Munir.” (Februari 2005)

    ”Ucok hanya informan dari Sentot. Pada 2003, dia pernah berniat mengganggu Munir, tapi Sentot melarangnya.”

  • Deputi III (Pengolahan Produk Intelijen)

  • Deputi IV (Counter Intelijen)

    Wahyu Saronto Menurut Raden Muhammad Patma Anwar, Wahyu bersama Sentot dan dirinya bersama-sama mencari rumah paranormal Ki Gendeng Pamungkas untuk menyantet Munir. Tapi menurut Hendropriyono, Wahyu adalah Katolik yang taat dan tidak percaya santet.

  • Deputi V (Penggalangan)

    Muchdi P.R. Indra Setiawan mengaku pernah menanyakan keterlibatan Garuda dalam kasus pembunuhan Munir, yang dijawab, ”Tenang saja, nanti akan diselesaikan.” Tercatat hubungan telepon yang intens antara nomor telepon yang biasa ia pakai dan nomor Pollycarpus. Muchdi mengatakan tak kenal Pollycarpus.

  • Deputi VI (Hubungan Antarlembaga/Daerah)

  • Deputi VII (Deputi Teknologi Intelijen)

  • KAUP 01

  • KAUP 02

    Sentot Waluyo Raden Muhammad Patma Anwar ”Ada tugas dari deputi II BIN: karena sebentar lagi pemilihan presiden, maka Munir harus mati.”

  • KAUP 03

    Yang Baru Sekaligus Sumir

    Polisi berhasil menemukan sejumlah fakta baru yang membuka tabir siapa komplotan pembunuh Munir. Namun, di balik kesaksian dan bukti baru yang menggemparkan itu terselip sejumlah kejanggalan.

    Fakta Baru: Agen Muda Badan Intelijen Negara Raden Muhammad Patma Anwar mengaku pernah ditugasi membunuh Munir sebelum Pemilihan Presiden 2004. Perintah itu datang pada Juli 2004 dari Deputi II BIN, Manunggal Maladi.

    Kejanggalan: Kesaksian Patma Anwar sudah diberikan kepada polisi pada Juni 2005. Mengapa keterangan penting itu diabaikan dalam persidangan pertama kasus ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Agustus–Desember 2005?

    Fakta Baru: Saksi kunci Raymond J.J. Latuihamallo mengaku melihat Pollycarpus minum bersama Munir di restoran Coffee Bean, Bandara Changi, Singapura, pada malam nahas 6 September 2004. Sebelumnya, Pollycarpus selalu mengaku langsung menuju hotel setibanya di Singapura.

    Kejanggalan: Saksi lain, Asrini Utami Putri, justru melihat Munir duduk di Coffee Bean bersama dua pria lain yang ciri-cirinya mirip Pollycarpus dan Raymond J.J. Latuihamallo. Mengapa kesaksian Asrini diabaikan?

    Fakta Baru: Direktur Utama Garuda, Indra Setiawan, mengaku menempatkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai petugas aviation security di pesawat Garuda setelah menerima surat permintaan dari Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad pada Juni atau Juli 2004, dua bulan sebelum kematian Munir.

    Kejanggalan: Surat resmi berkop BIN yang ditujukan kepada PT Garuda Indonesia itu kini hilang. Indra Setiawan mengaku mobilnya dibobol maling di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada Desember 2004 dan tas plus surat itu di dalamnya raib. Tapi mengapa Indra Setiawan menenteng-nenteng surat sepenting itu di dalam tasnya lima bulan setelah dia menerimanya?

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus