Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim hukum PDIP memberikan penjelasan soal kunjungan mereka ke berbagai instansi.
Mereka meyakini bahwa operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan hanya kasus penipuan dan pemerasan.
Tim hukum merasa kasus tersebut berbau politik.
TIM ini bergerak cepat dengan bertandang ke sejumlah lembaga, seperti KPU, Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan Pers, dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kunjungan itu bertujuan menjelaskan sikap PDIP dalam kasus yang diduga menyeret Hasto Kristiyanto. Termasuk soal upaya tim KPK menyegel ruang kerja Hasto di kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP pada Kamis, 9 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator tim hukum PDIP, I Wayan Sudirta, sempat memberikan sejumlah penjelasan saat ditemui Tempo. Namun dia enggan penjelasannya dikutip. Kepada Tempo dan sejumlah media yang meliput kunjungan tim hukum, Wayan memberikan sejumlah penjelasan. Wawancara ini juga dilengkapi dengan keterangan tertulis dari wakil koordinator tim hukum, Yanuar Prawira Wasesa, dan anggota tim, Teguh Samudera.
Apa alasan PDIP membentuk tim hukum?
Posisi PDIP sudah babak-belur dipojokkan oleh pemberitaan. Kami sangat dirugikan karena sebentar lagi menghadapi momen-momen elektoral, termasuk pilkada.
Yanuar: Tim hukum dibentuk karena penanganan kasus ini tidak lagi berdasarkan pada keadilan dan kebenaran. Tapi ada agenda politik, seperti upaya penggeledahan yang dilakukan tanpa surat serta tanpa izin pemilik tempat. Ini bisa dipidanakan.
Apa saja tugas tim hukum?
Yanuar: Tim hukum tak hanya memeriksa cacat prosedur yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus ini, tapi juga melakukan seluruh tindakan hukum. Misalnya konsultasi ke Dewan Pengawas KPK, Dewan Pers, dan Bareskrim Polri.
Kenapa tim hukum menganggap penangkapan Wahyu Setiawan beserta tersangka lain oleh KPK bukan bentuk operasi tangkap tangan?
Teguh: Ini tidak dapat dikategorikan sebagai operasi tangkap tangan karena tak sesuai dengan definisi tangkap tangan, yaitu tertangkap pada saat melakukan tindak pidana. Surat perintah penyelidikan kasus ini dikeluarkan 20 Desember 2019 dan ditandatangani oleh Ketua KPK sebelumnya, Agus Rahardjo. Dengan kata lain, dugaan pidana terjadi pada akhir Desember 2019, sedangkan penangkapan pada 8 Januari. Ini bukan operasi tangkap tangan, tapi perkara penipuan dan pemerasan.
Apa yang tim hukum laporkan ketika bertemu dengan anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho?
Kami menyerahkan sebuah surat yang isinya tujuh poin. Isinya mempertanyakan apa bedanya penyidikan dan penyelidikan. Hal ini terkait dengan upaya penggeledahan kantor DPP PDIP. Tim KPK yang datang mengibas-ngibas surat penggeledahan.
Tim hukum PDIP melaporkan tim KPK yang bermaksud menyegel kantor DPP?
Kami meminta Dewan Pengawas KPK memeriksa tim yang dikirim ke DPP PDIP. Selain itu, kami meminta pemeriksaan terhadap kebocoran surat perintah penyelidikan terhadap eks calon legislator PDIP, Harun Masiku.
Tim hukum juga melapor ke Bareskrim. Apa langkah selanjutnya?
Saat ke Bareskrim, kami melaporkan satu bundel berkas pemberitaan media. Kalau memenuhi unsur pidana, kami akan melaporkannya ke pimpinan pusat untuk dibahas lebih lanjut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo