DAVID Jenkins, atlet unggulan Inggris, tampil mengecewakan di babak final lari 400 m Olimpiade Moskow 1980. Ia hanya mampu mencapai urutan ke-7. David kemudian memuntahkan berbagai kilah penampilan terakhirnya yang buruk itu. Di antaranya ia menuduh penonton Rusia tidak sportif, sehingga mengacaukan langkahnya di start. Ketidakkompetenan administrasi tim Inggris, yang gagal memasok air minum steril ke Moskow pun ia sebut-sebut, hingga para atlet Inggris menceret-menceret. Bulan lalu, David menambah satu lagi alasannya. Ia mengaku telah menggunakan obat-obatan di final Olimpiade itu. Alasan inilah yang kini dianggapnya musabab kegagalan yang paling tepat. "Sederhana saja, imbangan steroids yang saya tenggak keliru," ujarnya ketika diwawancarai oleh The Sunday Times di La Jolla, California, AS. David Jenkins pernah merupakan atlet terbaik di dunia. Betapa tidak. Pada 1980, John Anderson -- bekas pelatihnya -- menyebutnya sebagai "pelari 400 m paling menarik dan sprinter terbesar yang pernah dimiliki Inggris". Pada tahun 70-an, David memecahkan berbagai rekor nasional. Selama 1971-1980, ia memecahkan 31 dari 33 rekor tercepat 400 m yang pernah dicapai atlet Inggris. Ia menjadi orang non-Amerika pertama yang unggul di turnamen Amerika untuk 400 m. David sempat ikut dalam 3 olimpiade. Berhasil meraih satu medali perak, menjadi juara Eropa pada usia 19 tahun, dan peraih medali emas dalam kejuaraan Persemakmuran. Seharusnya ia bisa meraih emas dalam olimpiade. Juga memecah rekor dunia. Banyak ahli menilai ia mampu melakukan keduanya sekaligus. Tapi tengoklah, apa yang terjadi dengan orang ini sekarang. Bersama sejumlah terdakwa lainnya, David kini sudah 14 bulan berurusan dengan pihak yang berwajib di San Diego, California Selatan. Ia dituduh terlibat jaringan penyelundup steroids terbesar yang pernah diajukan ke pengadilan. Komplotan yang mengapalkan steroids dari Tijuana, Meksiko, ke AS ini sudah lama diendus pemerintah federal. Davidlah "Mr. X" penyelundupan barang terlarang yang diduga sudah merusakkan jutaan generasi muda AS. David sendiri sudah mengakui semua tuduhan itu. Usia kepala 3-nya diperkirakan akan habis di penjara. Kini ia 36 tahun. Banyak orang tak habis pikir: kok orang macam David bisa "rusak" seperti itu. Bagaimana mungkin seorang pemuda lapisan menengah atas Inggris, bekas atlet hebat, mentok di San Diego, diancam 5 sampai 7 tahun kurungan, dan. . . bangkrut? Sejak pandangan pertama, pelatih John Anderson sudah memastikan David bakalan menggegerkan arena pertandingan atletik tingkat tinggi. Kisahnya dimulai pada tahun 1967, ketika David, 15 tahun, masih seorang siswa di Edinburg Academy, sebuah sekolah yang terbilang paling bergengsi. Dengan tubuh jangkung (6 kaki 3 inci) dan bobot ideal untuk menjadi pelari, David ditontonkan oleh guru olahraga Pak Jake, kepada sahabatnya pelatih John Anderson. "Bakat David memang edan. Sekali lirik, seorang awam yang buta tentang lari-berlari pun bakal mengetahuinya," kata Anderson mengenang. David tampil hampir tanpa kesalahan. Toh Anderson mencium apa yang mungkin akan mengganjal anak itu kelak. Ia menganggap David begitu "bermoral super". Dalam arti terlalu tajam membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Bagaikan seorang pahlawan, ia memilih mati ketimbang melakukan kesalahan. David tumbuh menjadi pemuda yang kelewat serius, tanpa selera humor sedikit pun. "Tingkah laku dan pikirannya seperti diprogram," kata Anderson. Ini bukan fitnah. Mereka yang mengenal David sejak kecil juga berkesimpulan David terlalu disetir oleh kedua orangtuanya, khususnya ayahnya, Arthur Jenkins. Kedua orangtua David tak akan pernah puas jika David hanya mencapai kurang dari nomor satu, dalam bidang apa pun. Mereka selalu ingin anaknya terdepan. Kisah-kisah aneh sekitar rumah tangga orangtua David sering jadi bahan gunjingan. Menurut John Anderson, David dan abang serta adiknya -- semua laki-laki -- wajib pulang ke rumah tepat pukul 20.30 tiap malam, selama menjalani masa puber mereka. Bakal terjadi ribut besar jika mereka terlalu banyak meluangkan waktu dengan para cewek. Teguran keras akan dimulai dengan menaruh surat dalam amplop -- bagi anak-anak yang melanggar jam malam -- yang diletakkan di anak tangga paling bawah di rumah mereka. "Orangtua David lebih suka jika David menjadi bankir ketimbang atlet," kata seorang rekan David di tim atletik Inggris. "Tapi melihat David berkeras menjadi pelari, mereka mengoper tekad dengan menuntut sang anak harus menjadi atlet nomor wahid. Demikianlah dengan pakaian paling necis dibanding atlet-atlet lainnya, David harus menjadi pendekar moral yang membawa nama besar keluarga." Lahir tahun 1952, David merupakan anak nomor 2 dari 3 bersaudara. Ketiga bersaudara itu tumbuh menjadi atlet yang berbakat, dan semuanya sekolah di Edinburg Academy. (Suatu masa Arthur Jenkins bahkan pernah bercita-cita, agar ketiga anaknya bersama-sama berlaga di 400 m kejuaraan tingkat dunia). Ketiga Jenkins berperi laku teladan. Tapi dibanding sang abang Roger, dan sang adik Trevor, David mempunyai otak yang lebih alot. Kedua saudaranya kini menjadi pengusaha yang berhasil. Mereka yang mengenal ketiga bersaudara Jenkins, termasuk para guru mereka, menganggap David memang kalah pintar. "Tragedi David," kisah John Anderson, "adalah bakat atletnya yang luar biasa, yang sekaligus merupakan bakat yang paling tak disukai ayahnya." David sendiri, kini, mengakui, "Saya kira Ayah tak begitu gembira dengan kemampuan atletik saya." Tapi Arthur cepat membantah. "Saya akan gembira sekalipun, misalnya, David hanya meraih nomor dua sebagai pemain biola dalam orkes sekolahnya." Bukan rahasia lagi, Arthur tak puas pada putranya. Padahal, satu-satunya dambaan David adalah berusaha menyenangkan dan memuaskan keinginan sang ayah. Arthur bekerja sebagai general manager di sebuah perusahaan pengilangan minyak di Edinburg. Sebelumnya ia pernah dituasi perusahaannya di Hindia Barat, di sanalah David dilahirkan. Keluarga Jenkins pindah ke Edinburg ketika David masih bocah usia enam tahun. Mereka kemudian tinggal Jalan Thirlestain, wilayah tempat "seks dikirim segampang mengirim batu bara," kata David. Menurut David Hemery -- rekan sesama atlet yang beberapa kali diundang makan di rumah keluarga Jenkins Arthur merupakan "pria yang tak bahagia, yang sering melecehkan kemampuan David". Waktu John Anderson menjadi pelatih David, atlet muda itu terimpit di antara dua figur ayah. Keduanya cenderung memaksakan keinginan mereka pada David. John Andersonlah yang sering bersikap keras, ia tak segan memukul jika "muridnya" melakukan kesalahan. Arthur dan Anderson otomatis saling memusuhi. Perang di antara keduanya berlangsung sejak mereka pertama kali bertemu, dan berakhir pada 1972. Yang mereka perebutkan adalah pilihan David. Anderson unggul selama David menang dalam perlombaan. Sebagaimana diketahui, di antara 1968 dan 1972, tak ada yang dilakukan David selain menjadi juara. Ia dikenal sebagai atlet muda paling berbakat di Inggris. Terutama setelah ia membuat terperangah kalangan atletik dengan memenangkan kejuaraan Eropa di Helsinki pada 1971, dalam usia 19 tahun, dengan mencatat waktu 45,45 detik. Tampaknya, waktu itu ambisi Anderson untuk menjadikan David atlet 400 m dunia tinggal selangkah lagi. Setahun kemudian David mengalami kemunduran, dan Anderson pun dicoret dari pos pelatih. Kegagalan David di Olympiade Munich selalu membingungkan kalangan atletik. Penjelasan-penjelasan sang atlet muda tak memuaskan banyak pihak. Sempat meroket pada putaran kedua, ternyata, David hanya meraih nomor 4 dalam semifinal. Ia langsung tersisih. Tak lama setelah kegagalan itu, Anderson berpisah dengan David. Dan, seperti kini diketahui, sesudah itu David mulai menggunakan steroids. Menurut pengakuan David, perpisahannya dengan Anderson bukan atas kemauan ayahnya tapi atas keputusannya sendiri. "Ada perbedaan besar antara pelatih yang dapat membawa atlet pada penampilan terbaik dan pelatih yang dapat bekerja sama dengan sang atlet untuk mendapatkan medali. John Anderson bukan pelatih untuk atlet juara", ujar David.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini