Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Nasib Jalan Trans Sumatera

Jalan Tol Trans Sumatera tidak menarik investor. Perlu peraturan presiden untuk mewujudkan proyek besar itu.

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PATUT disayangkan, sampai "detik-detik" terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Jalan Tol Trans Sumatera masih tinggal rencana. Sampai sekarang, belum ada peraturan presiden yang menjadi "payung hukum" pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang 2.771 kilometer itu. Padahal rencana itu sudah masuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi pemerintah Yudhoyono.

Tanpa "payung hukum", nasib proyek besar yang membentang dari Aceh sampai Lampung itu tak menentu. Sumber dana belum jelas. Koordinasi antara provinsi dan badan usaha milik negara simpang-siur. Pemerintah juga belum berhasil meyakinkan Dewan Perwakilan Rakyat tentang pentingnya Trans Sumatera. Buktinya, DPR tidak menyetujui pengucuran anggaran negara tahun lalu dan tahun ini untuk proyek itu.

Skema pendanaan alternatif yang dirancang pemerintah juga belum berjalan mulus. Pemerintah mencoba "mengakali" dana pembangunan dengan mengerahkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) agar memberikan pinjaman kepada PT Hutama Karya, badan usaha milik negara yang ditugasi membangun Trans Sumatera tersebut. Pinjaman itu wajib dikembalikan. Skema ini didukung Sekretaris Kabinet Dipo Alam, juga Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung.

Justru urusan pengembalian pinjaman itulah yang menjadi pokok persoalan. PIP pastilah tak sanggup memberikan pinjaman untuk seluruh jalan tol yang terdiri atas 23 ruas itu—yang ditaksir sekitar Rp 130 triliun—bahkan untuk empat ruas pertama yang menelan bujet Rp 31,5 triliun, kepada Hutama Karya. Artinya, Hutama perlu mencari tambahan dana dari pihak swasta. Keharusan membayar pinjaman kepada PIP dan pihak swasta pastilah tak dapat ditanggung Hutama.

Padahal Hutama Karyalah satu-satunya pihak yang saat ini bersedia membangun Trans Sumatera. BUMN itu bersedia setelah tak satu pun investor swasta tertarik ketika pemerintah menawarkan empat ruas tahap pertama—Medan-Binjai (16,8 kilometer), Palembang-Indralaya (22 km), Bakauheni-Terbanggi Besar (150 km), dan Pekanbaru-Dumai (135 km). Dua kali lelang diadakan, peminat selalu sepi.

Barangkali investor tak berminat lantaran membayangkan rumitnya mengurus perizinan, repotnya membebaskan lahan, atau sulitnya menangani pungutan liar dalam proyek jalan tol di tempat-tempat lain. Sampai sekarang pun jalan bebas hambatan belum sepenuhnya menyambungkan Pulau Jawa. Investor agaknya juga menghitung prospek pengembalian investasi mereka lanta­ran belum ramainya jalur lintas Sumatera ini.

Sesungguhnya yang paling berkepentingan dengan jalan tol itu adalah pemerintah kabupaten dan provinsi di Sumatera. Biaya tinggi yang selama ini muncul lantaran kondisi jalan lintas provinsi yang parah bisa ditekan. Truk-truk yang mengangkut kelapa sawit dari Sumatera ke Jawa bisa bergerak lancar. Masa depan Sumatera semakin cerah apabila jalan itu terkoneksi dengan Asian Highway Network, jalan Asia yang sambung-menyambung, yang dicita-citakan sejak 1992.

Presiden Yudhoyono perlu mengeluarkan peraturan pemerintah untuk Trans Sumatera. Peraturan pemerintah itu juga mesti mengatur cara mendanai proyek besar ini, misalnya lewat penyertaan modal negara (PMN). Karena Hutama Karya seratus persen milik negara, pemerintah bisa saja menambah modal BUMN itu lewat skema PMN. Dengan tambahan modal itulah Hutama dapat lebih feasible mencari pinjaman dari lembaga keuangan. Trans Sumatera bisa menjadi warisan penting pemerintah Yudhoyono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus