DESI Williams cuma bisa merintih dan menangis sepanjang hari. Kondisi wanita 26 tahun istri warga negara Australia ini memang mengenaskan. Api yang membara di Paddy's Club, Kuta, Bali, pada Sabtu nahas itu menyergap sekujur badannya. Wajah, leher, dada, perut, serta kedua tangannya menghitam terbakar. Penyejuk udara di Ruang Melati Rumah Sakit Sanglah tak kuasa meredam panas yang menyengat tubuhnya meski sudah diberi obat.
Di ruangan lain, Yayuk juga tengah mengerang menahan sakit. Betapa tidak. Sebagian muka dan dadanya melepuh dan memutih lantaran lapisan atas kulitnya terbakar. Salep obat luka bakar yang dioleskan di seluruh bagian yang menghitam membuatnya berminyak. Keluarga pemilik warung makan Road Kill di Kuta ini berharap Yayuk—kini tak kelihatan wajah aslinya—bisa dioperasi plastik di Tanah Air dan tak jadi cacat.
Namun keduanya masih "beruntung" ketimbang Endang. Api tak cuma menyerang kulitnya, tapi sudah sampai ke organ-organ bagian dalam. Beberapa bagian tubuhnya retak. Meski sempat mendapat perawatan intensif, Endang tidak sanggup menolak kedatangan sang maut. Ia berpulang dengan tubuh menghitam dan lebam.
Begitulah. Meski puing-puing bekas ledakan sudah dibersihkan, rintihan, dan tangisan para korban belum akan usai. Mereka yang lolos dari maut masih harus berjuang untuk sembuh. Menurut Dokter Tjakra Wibawa Manuaba, Ketua Tim Medis Korban Bom Kuta, sebagian besar pasien menderita karena heat injury (luka akibat panas) dan blast injury (luka akibat ledakan). Walhasil, banyak pasien yang terbakar dan mengalami fraktur (retak tulang).
Tjakra kemudian menjelaskan tiga jenis luka bakar yang menimpa para korban. Yang pertama adalah tingkat "rendah". Itulah yang terjadi jika kulit "hanya" sampai melepuh dan mengelupas di bagian paling luar. Kedalaman luka ini sekitar 20 persen. Kulit tampak merah menyala, tapi tidak rusak. Luka bakar masuk tingkat "menengah" apabila kedalaman dan luas kulit yang terbakar mencapai 20 sampai 40 persen. Kulit luar (epidermis) memerah, bengkak, terasa amat panas, bibir biru, dan jari seperti ditusuk paku.
Luka bakar baru disebut parah apabila mencapai 60 persen lapisan kulit si korban. Dalam kondisi ini, nyaris seluruh lapisan kulit sudah rusak seperti gosong, disertai membekunya pembuluh darah di bawah kulit. Wilayah yang terbakar seperti mati rasa. Jika api sudah menyengat lebih dari 60 persen lapisan kulit, itu artinya sudah mencapai organ tubuh seperti hati, usus, lambung, dan ginjal. Ini yang diderita Endang, pasien yang—karena beberapa organnya retak dan luas luka bakarnya meliputi 80 persen—akhirnya meninggal.
Bagaimana dengan pemulihan pasien yang luka-luka tadi? Menurut Tjakra, bedah plastik memang satu-satunya jalan. Cuma caranya yang berbeda-beda. Ada banking culture (penanaman jaringan kulit saja) atau tissue culture (penanaman jaringan kulit yang dibiakkan dulu). Kedua jenis operasi plastik ini, menurut Tjakra, sudah bisa dikerjakan di Indonesia, misalnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Sebenarnya tim dokter Indonesia sudah bisa menangani kasus-kasus luka bakar tingkat menengah. Tapi memang fasilitas di dalam negeri dalam hal penanganan korban luka bakar masih kurang dibandingkan dengan di Amerika Serikat, misalnya. Menurut Tjakra, di sana, rumah sakit memiliki burning room atau ruangan khusus yang didesain untuk penderita luka bakar. Suhu, konstruksi, dan peralatannya didesain sesuai dengan kondisi pasien, yang tentu berbeda dengan jenis penyakit lain.
Diakui atau tidak, RSUP Sanglah kewalahan menghadapi banjirnya pasien luka bakar kali ini. Baru Selasa pekan lalu, misalnya, Ruang Melati yang menampung sekitar 20 pasien luka bakar itu diberi penyejuk udara. Beberapa jendela baru ditutup (demi mencegah kebocoran udara dingin) ketika TEMPO datang meliput.
Untuk menangani tragedi Kuta ini, sekitar 20 dokter bedah dari berbagai rumah sakit besar di Jakarta didatangkan. Begitu juga tim medis dari Taiwan, Jepang, Australia, dan Filipina. Maklum, persediaan dokter dan obat-obatan di Bali masih terbatas. Itu sebabnya banyak warga negara asing yang buru-buru membawa pergi anggota keluarganya yang jadi korban, ke Jakarta atau ke kampung halamannya.
Namun, seperti ditulis BBC.com, awal pekan lalu, bahkan rumah sakit terbesar dan terbaik di Inggris dan Amerika Serikat akan kesulitan menangani musibah kebakaran dengan skala sebesar ini. Apalagi Bali.
Andari Karina Anom, Sunudyantoro (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini