SATU demi satu kepingan bom di Kuta, Bali, mulai bicara. Dari bekas-bekas ledakan, polisi memastikan bom yang dipakai berjenis C-4. Buktinya? Di situ ditemukan sisa-sisa RDX (research development explosive) dan pembungkus plastik. RDX merupakan salah satu senyawa kimia pembentuk C-4.
Sering juga disebut bom plastik, C-4 dikenal sebagai peledak yang stabil. Putih warnanya, mirip adonan tepung yang padat. Biasanya berbentuk balok persegi setebal 1 inci, lebar 2 inci, dan panjang 11 inci. Beratnya sekitar 562 gram. Setiap balok terbungkus plastik hijau atau putih transparan. Bahan ini tak mudah meledak meski mendapat tekanan maupun gesekan. Saat Perang Vietnam, prajurit Amerika Serikat sering mengiris-irisnya dengan pisau menjadi potongan yang lebih kecil tanpa khawatir bakal meledak.
Sebagian besar bahan aktif C-4 berupa cyclotrimethylene trinitamine (nama kimia RDX), yang sama sekali tidak berbau, dan beberapa senyawa lain semacam TNT (trinitrotoluene) dan PETN (pentaerythritetetranitrate). Tapi ada beberapa C-4 jenis tertentu yang bisa dideteksi lewat hidung karena diberi kontaminan. Enam dari tujuh pabrik C-4 di Amerika Serikat mencampurkan nitrogliserin atau campuran EGDN—yang sering dipakai dalam pembuatan dinamit—dalam C-4 buatannya. Dengan adanya bahan campuran ini, C-4 bisa terdeteksi oleh anjing pelacak atau alat sensor mekanis.
Hanya, kesimpulan Kepolisian Daerah Bali itu diragukan oleh sumber TEMPO, seorang pakar bom di TNI. Dia sempat meninjau lokasi kejadian beberapa jam setelah ledakan. Sumber ini tidak terlalu yakin bom tersebut berjenis C-4. Alasannya, C-4 sangat eksklusif, mahal, dan relatif lebih sulit didapat ketimbang peledak lain. Selain itu, berbeda dari jenis peledak kelas bawah (misalnya amonium nitrat alias bom pupuk), bom canggih seperti C-4 justru tak meninggalkan jejak residu.
Ahli bom di TNI itu justru meyakini ledakan di Kuta berasal dari bahan pupuk (amonium nitrat) yang dicampur minyak solar. Bom ini tak kalah ampuh. Untuk menghasilkan ledakan seperti yang terjadi di Kuta cuma dibutuhkan dua karung amonium nitrat. Kemungkinan lain, kata sumber ini, bahannya yang dipakai berupa TNT. Jika yang dipakai bahan ini, untuk ledakan sedahsyat itu cuma diperlukan 80 kilogram TNT.
Apa pun jenisnya, setiap bom memerlukan sebuah pemicu (detonator) dan bahan peledak utama. Detonator sesungguhnya bahan peledak juga. Detonator diaktifkan melalui beberapa cara, misalnya lewat sinyal elektronik (remote control). Ledakan detonator akan mengakibatkan peledak utama ikut menggelegar, menghasilkan rentetan reaksi kimia berikutnya, dan mengakibatkan apa yang disebut efek ledakan.
Efek ledakan mula-mula berupa gelombang tekanan kecepatan tinggi. Tiap bahan peledak punya laju ledakan berbeda. Laju ledakan RDX, misalnya, mencapai 8,1 kilometer per detik. Gelombang ini menghantam lingkungan sekitarnya dan meremukkan semua obyek yang dilalui, misalnya kaca, pagar kayu, juga manusia. Jangan heran jika tubuh korban dalam tragedi Bali terpotong-potong tak keruan.
Gelombang tekanan akan semakin berbahaya bila merambat di tempat terbuka. Oksigen yang diserap kian banyak dan semakin banyak pula obyek yang tersapu. Teroris di Kuta tampaknya sengaja memilih kawasan Sari Club dan Paddy's, yang lokasinya agak terbuka, untuk mendapatkan efek kerusakan yang meluas dan korban lebih banyak.
Jika gelombang tekanan membentur obyek padat yang kuat, misalnya dinding beton, dia akan memantul. Pantulan ini justru punya daya rusak dua sampai sembilan kali lipat dari tekanan awal karena energinya lebih terfokus. Kendati jumlah korban belum tentu lebih kecil, wilayah kerusakan jadi lebih sempit bila ledakan terhalang tembok.
Dampak ledakan belum berhenti di situ. Sesaat kemudian mengalirlah gas panas dalam jumlah besar. Suhunya 3.000 hingga 4.000 derajat Celsius, cukup buat melelehkan kulit manusia. Hawa panas menjalar ke segala penjuru, membakar apa saja yang dilaluinya. Itu sebabnya, sebagian besar korban di Legian menderita luka bakar parah.
Lebih mengerikan lagi jika udara panas itu mengalir ke benda-benda yang mudah terbakar, misalnya kayu, atap rumbia, tangki gas, mobil berisi bensin, dan sebagainya. Serta-merta obyek akan ikut menyala. Itu sebabnya, setelah ledakan, api pun berkobar di Sari Club dan Paddy's, karena bangunan ini terbuat dari bahan yang mudah terbakar.
Untuk meningkatkan efek ledakan, bahan peledak kerap diselipi paku atau benda-benda logam lainnya. Benda-benda tambahan ini akan menjelma menjadi serpihan kecil yang melesat ke segala penjuru dalam kecepatan tinggi, seperti peluru yang meluncur dari laras senapan. Teknik ini pernah dipakai pada bom yang meledak di Plaza Atrium, Jakarta.
Walhasil, selain bahannya, cara meramu bom dan penempatan di lokasi selalu jadi perhitungan oleh para teroris. Dan pelaku peledakan di Kuta tampaknya tahu betul cara meremukkan orang-orang yang tak berdosa dalam sesaat.
Wicaksono, Nurkhoiri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini