PERCEKCOKAN mertua-menantu, Indira vs Maneka, menjadi seru pada petang 29 Maret 1982. Maneka-23 tahun saat itu, dan 21 tahun ketika suaminya, Sanjay Gandhi, tewas dalam kecelakaan pesawat olah raga yang dikemudikannya sendiri-sudah tinggal bersama Nyonya Gandhi sejak menikah. Namun, masa tujuh tahun rupanya tidak cukup bagi keduanya untuk saling menyesuaikan diri. Jabatan Indira, selaku perdana menteri India, juga tak mampu menahannya dari cakar-cakaran. Malahan, Nyonya Gandhi telah mengusir menantunya sendiri. Senin petang itu, Maneka datang memenuhi panggilan mertua. Tampaknya, ia sudah siap mental. "Apa yang saya perbuat?" tanyanya. "Semuanya telah saya jelaskan pada Ibu." "Kau hadir dalam pertemuan itu. Dan sekarang terimalah akibatnya!" seru Nyonya Gandhi. Rapat yang mereka persoalkan itu, yang dihadiri Maneka, dilangsungkan sehari sebelumnya oleh pengikut Sanjay yang kecewa. Konvensi itu sendiri dikecam Indira sebagai aksi subversi terhadap pemerintahannya. Sedangkan bagi Maneka, konon, itu tak lebih dari sekadar pertemuan mengenang dan menghormati Sanjay, serta memperkenalkan karyanya. Tak jelas karya apa. Tuding-menuding pun berlangsung di rumah kediaman sang PM. Sang mertua bertanya, apa hak si menantu tetap nangkring di rumahnya, dan siapa sebenarnya yang berkuasa di situ. Siapa pula yang lancang terhadap siapa. Suasana diramaikan lagi oleh Bruno dan Sheba, anjing-anjing kesayangan Maneka, yang menyalak-nyalak dan melompat-lompat tak terkendalikan. "Anjing-anjing Maneka . . . sangat galak hari itu," tulis wartawan beken Arun Shourie dalam harian nasional Indian Express. "Binatang-binatang itu cuma mau tunduk pada Maneka dan seorang pelayan . . . yang telah dipecat sehari sebelumnya." Menendang keluar Maneka, tampaknya, memang menjadi rencana Indira. Itulah kesimpulan Ved Mehta dalam tulisannya di majalah The New Yorker, 16 Mei 1983. Untuk menyusun karangan yang cukup panjang itu, Mehta mengutip para wartawan surat kabar India. Lalu meramu semuanya dengan wawancara terhadap saksi mata, surat-surat, dan pernyataan yang bersangkutan. Dari situ ia menyingkapkan banyak segi dan latar belakang perselisihan kedua tokoh itu. Kesimpulan Mehta bahwa maksud mengusir Maneka sebenarnya sudah direncanakan, dilihatnya dari kehadiran dua pembantu dekat Indira ketika sang menantu dipanggil menghadap. Mereka adalah R.K. Dhawan, yang sudah sejak lama menjadi sekretaris pribadi Indira, dan Dhirendra Brahmachari. Berjuluk "bujangan tua", Dhirendra adalah instruktur yoga Nyonya Indira. Menurut Mehta, mereka tinggal menunggu perintah menggiring Maneka ke luar rumah. Didesak untuk segera hengkang, Maneka meminta waktu dua hari. Ibu muda itu menunjuk putranya Feroze Varuna, 2 tahun, yang biasa dipanggil Varun, yang sedang sakit: temperatur tubuhnya naik menjadi 104 derajat. Di samping itu, ia juga perlu untuk berbenah dan mencari tempat pindah. Tapi, Nyonya Gandhi bilang, Varum tidak perlu ikut pergi - bukankah itu rumah neneknya? Akan halnya Maneka sendiri, kata Indira, ia bisa pulang ke rumah ibunya. Ibu Maneka, Amteshwar Anand, memang punya rumah di New Delhi. Maneka berseru: bukankah ia menantu Nyonya Gandhi? Sesuai dengan adat Hindu, sekali seorang gadis kawin, ia menjadi milik keluarga suaminya. Maneka lalu kembali ke kamar. Ia mengadakan serangkaian pembicaraan telepon, di antaranya dengan Ambica, adiknya. Kemudian berbenah. Para pelayan mulai mengangkuti barang-barangnya ke truk yang menanti di luar. Dhawan dan Brahmachari menghentikan mereka: koper dan kantung-kantung harus dibuka dan digeledah. "Harus diperiksa dulu," kata Brahmachari. "Jangan coba sentuh sepotongpun! pekik Maneka. Saat itulah adik perempuan Maneka, Ambica, tiba dan membantu kakaknya mengusir kedua pegawai Nyonya Indira. Kini giliran sang PM keluar-dengan telanjang kaki-lalu menjerit-jerit. Maneka juga tak tinggal diam. Ia memekik-mekik, diikuti salak anjing aniingnya . Ambica, dengan suara lantang, berkata bahwa sejak Sanjay mati, kakaknya diperlakukan tak semena-mena di rumah itu. Tak seorang pun punya hak menggeledah barang-barang kakaknya, atau mengusirnya! Nyonya Gandhi menyuruh Ambica pergi. "Ini rumah kakak perempuanku," balas Ambica. "Siapa Anda maka berani-berani menyuruhku pergi?" "Ini rumahku!" jerit Indira lalu merasa perlu memperkenalkan dirinya, "Aku perdana menteri!" Membiarkan adiknya bertengkar dengan sang PM, Maneka menghampiri barang-barangnya. Tanpa membukanya, ia mengangkutinya sendiri dan memuatkannya ke truk - di bawah tatapan ratusan wartawan, anggota keamanan, sopir, dan pelayan. Yang paling gembira, tentunya, para wartawan. Maneka kemudian bilang akan membawa Varun yang, waktu itu, berada di kamar Nyonya Gandhi. "Tidak," kata Indira. Kemudian nenek ini menangis. Sejak meninggalnya Sanjay, sang cucu memang lebih sering tidur di kamar neneknya. Dhawan dan Brahmachari menegaskan sikap tuannya kepada Maneka, "Baba tinggal bersama neneknya. Ia tidak ikut bersama Anda." Maneka menjawab, jika tidak membawa Varun, ia akan bersimpuh di luar sebagai pernyataan membangkang. Nyonya Gandhi tergopoh kembali ke kamarnya. Hari sudah pukul 4.15. Maneka masih berada di kediaman mertuanya, sementara Dhawan dan lainlain bercakap-cakap dengan polisi dan pengacara. Tampaknya, mereka ingin mencari segi-segi hukum yang dapat membenarkan Nyonya Gandhi menahan cucunya sambil mengusir ibu anak itu. Sekitar pukul enam, Bruno dan Sheba dibawa ke rumah Nyonya Anand, ibu Maneka. Sekitar 7.30, Ambica mengawal pengakutan barang-barang Maneka kesana. Kira-kira 8.30, putra Nyonya Gandhi yang lain, Rajiv, mengambilkan mainan Varun dari sana. Sementara itu, Nyonya Gandhi dan Maneka berada di kamar yang berlainan. Mereka melanjutkan pertengkaran melalui perantara - para pembantu dan pelayan, yang mondar-mandir membawakan pesan tuannya masing-masing. Siapa bilang perempuan tidak aneh, apa pun jenjang kedudukannya? Perselisihan mertua-menantu itu, ternyata, berangkat dari perbedaan latar belakang keluarga Nyonya Gandhi dengan Nyonya Anand, yang sangat berbeda dalam watak dan kepribadian. Nyonya Gandhi aristokratis dan angkuh, sedangkan Nyonya Anand lugu dan banyak omong. Nyonya Gandhi seorang "wanita besi" dan "si jantan di antara para betina", sementara Nyonya Anand seorang "kupu-kupu masyarakat" dan "janda periang". Akan halnya Maneka, ia mirip ibunya. Orang yang memiliki semangat bebas. Pada usia belasan tahun ia jebol dari college, dan segera tertarik pada bidang peragaan. Mula-mula menjadi model untuk perusahaan anduk, kemudian perusahaan kasur, lalu menaruh minat pada bidang kewartawanan. Setelah itu, pada usia 17, ia bertemu dengan Sanjay. Menyalahi kebiasaan di India-perjodohan menjadi urusan orangtua - pasangan ini kemudian pacaran dan menikah. Ayah Maneka adalah Letnan Kolonel T.S. Anand. Tuan Anand mati dibunuh pada awal Juni 1977, segera setelah Partai Janata mengalahkan Nyonya Indira dalam pemilu untuk kemudian berkuasa. Beberapa pihak menuduh, Sanjay yang membunuhnya. Soalnya, konon, si menantu khawatir bahwa sang mertua akan menjadi saksi yang memberatkan terhadap beberapa perkara yang menyangkut Sanjay, yang hendak dimejahijaukan Pemerintah Janata. Perkaranya, dikatakan, berkaitan dengan tindakan Sanjay di masa pemerintahan darurat Indira Gandhi 1975-1977. Dalam periode tangan besi ibunya itu Sanjay, yang tidak ikut terpilih menduduki suatu jabatan resmi, ternyata memiliki peranan mirip putra mahkota. Tapi, pihak lainnya mengatakan bahwa Kolonel Anand menjadi sangat kecewa terhadap tindakan tindakan menantunya yang melawan hukum, lalu memilih bunuh diri. Apapun kebenarannya, Nyonya Anand sendiri menganggap bahwa Sanjay-lah penyebab kematian suaminya. Segera setelah Sanjay tewas, Nyonya Anand meminta kepada Indira agar Maneka - hitung-hitung sebagai imbalan duka - diangkat sebagai ketua bagian pemuda Partai Kongres Indira. Inilah basis politik Sanjay semasa hidupnya. Nyonya Gandhi menolak. Alasannya, belum waktunya bagi Maneka didongkrak ke atas. Ini yang turut mendorong orang-orang di sekitar Indira menjuluki Maneka sebagai "badut politik". Julukan itu, rupanya, tidak memudarkan ambisi Keluarga Anand. Maneka dan ibunya mendesak Indira agar si janda muda dijadikan calon anggota parlemen Partai Kongres Indira dari daerah pemilihan Amethi, Uttar Pradesh. Di sini pula Sanjay, pada Januari 1980, terpilih sebagai anggota parlemen, dan hingga sekarang Partai belum memilih calon penggantinya. Namun, kembali Nyonya Gandhi keberatan. Ia menginginkan tongkat estafet itu tidak diteruskan oleh Maneka, melainkan oleh Rajiv - kendati Rajiv, hingga saat itu, belum pernah bergiat di bidang politik. Kariernya tak lain sebagai penerbang Indian Airlines. Lagi pula ia menikahi perempuan asing, Sonia, asal Italia-hal yang dianggap merupakan rintangan yang tidak bisa dilampaui begitu saja di India. Di ujung cerita perebutan kursi itu, Rajiv-lah yang menang. Melalui usulan Partai, ia terpilih menggantikan Sanjay pada 1981. Pada saat-saat itu pula Nyonya Gandhi melarang besannya dekat-dekat ke pagar halaman kediamannya. Padahal, sudah menjadi kebiasaan Nyonya Anand untuk datang menjenguk Maneka dan bermain dengan Varun . Kata Nyonya Indira, Maneka toh dapat datang menengok ibunya di rumah sang ibu sendiri. Indira malahan memerintahkan Varun diantar ke rumah neneknya saban petang. Maka, Maneka pun merasa semakin terasing di kediaman Indira. Usianya 23. Janda. Tapi tidak memiliki kebebasan keluar rumah atau bertemu orang yang diinginkan. Sebagai janda dalam lingkungan agama Hindu, praktis ia tidak memiliki hak apa-apa. Tentunya, ia dapat menerima sejumlah teman di kediaman mertuanya, tapi hanya sekian sajalah keleluasaannya. Bagai dalam cerita film India, perempuan malang itu masih menerima perlakuan diskriminasi, setidaknya begitulah yang dituturkan penulis ini. Ada contoh ketika Nyonya Gandhi dan keluarga melawat ke Nairobi, 1981. Saat itu, kabarnya, Maneka tersinggung oleh kenyataan bahwa anak-anak Rajiv, yakni Rahul dan Priyanka, menggunakan paspor diplomatik-seperti Nyonya Gandhi - sementara ia sendiri memakai paspor biasa. Ini berarti, ia tak lebih dari seorang pengasuh anak-anak. Sementara itu, layang-layang Rajiv makin tinggi membubung. Bekas pempimpin redaksi Indian Express, S. Nihal Singh, memang mencatat bahwa sejak secara resmi terjun ke bidang politik, Rajiv sebenarnya "gagal menampilkan dirinya secara mengesankan." Setelah berhasil menempati kursi parlemen, mulanya ia meremehkan kesan bahwa suatu waktu ia akan dapat menggantikan ibunya. Tapi kemudian, ternyata, ia berbicara tentang suksesi sebagai hal yang dapat dipertimbangkan. Kepada seorang wartawan Times di New York ia berkata, "Yah, warisan dapat diwariskan." Pada Februari 1982, terjadilah hal yang oleh banyak orang disebut sebagai "pembalasan Nyonya Anand terhadap Nyonya Gandhi." Yaitu dijualnya majalah bulanan Surya, yang berhubungan erat dengan nama dan ingatan kepada Sanjay. Nyonya Anand dan Maneka mulai mengelola majalah itu dalam masa Pemerintahan Darurat, dan berhasil membiayainya melalui taktik tekanan politik tingkat tinggi model India. Misalnya, membujuk teman-teman dan kaum pengusaha agar mau memasang iklan dengan imbalan konsesi politik (dan ekonomi) tertentu. Tetapi, setelah tewasnya Sanjay, majalah itu mulai merugi, dari 15 sampai 20 juta rupee sebulan. Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, rupee mengalami fluktuasi antara delapan dan sepuluh terhadap dolar. Penyebabnya, sebagian besar, tanpa Sanjay Surya ternyata tidak lagi memiliki pengaruh politik. Nyonya Gandhi tersinggung. Bukan saja karena majalah itu dijual diam-diam di belakang punggungnya, tapi juga karena ia dijual ke tangan dua musuh yang dibencinya. Pemilik baru majalah itu-Dr. Janendra Kumar Jain dan Sardar Sambhaji Chandroji Angre - memiliki hubungan dengan dua organisasi oposisi. Yaitu partai sayap kanan sauvinis Hindu, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), dan sisa-sisa Partai Janata yang bernama Bharatiya Janata Party (BJP). Lebih buruk lagi, Sardar Angre adalah sekretaris pribadi dan kepercayaan Rajmata Vijaya Raje Scindia. Nyonya Scindia adalah ibu suri bekas Kerajaan Gwalior, yang menjadi lawan politik Nyonya Gandhi dalam pemilu 1980-yang kampanyenya ditandai serangan-serangan pribadi yang kotor-dan wakil ketua BJP. Lagi pula, putri muda Nyonya Scindia, Vasundhara, kebetulan teman baik Maneka-yang leluasa keluar masuk rumah kediaman Nyonya Gandhi. Pun, Nyonya Gandhi merasa, proses penjualan majalah kepada musuhnya itu berlangsung di bawah atapnya. Ia merasa dikhianati, lalu sakit hati. Sebaliknya, Dr. Jain dan Angre dengan girang dan terang-terangan menyatakan telah memenangkan "kup istana", dan bahwa Nyonya Gandhi memperhitungkannya. Dua karangan sensasional ditulis Jain dalam Surya: "Menulis di Dinding" dan "Adakah Rencana Pembunuhan terhadap Maneka?" Di sana Jain melaporkan: segera setelah ia berhasil mengoper majalah itu, katanya, kalangan Istana Perdana Menteri mencoba membelinya kembali. Dikatakannya, ia dipanggil menghadap ke kediaman PM, dan diterima oleh Brahmachari, Maneka, dan Vasundhara. Apa alasan keterlibatan dua wanita itu, Maneka dan Vasundhara, tidak dijelaskan Jain. Hanya Brahmachari, menurut Jain lagi, dalam pertemuan itu, selama satu jam, mencoba menggertaknya agar menjual kembali majalah itu kepada mereka. Dikatakan, uang bukan soal-malahan Jain dan Angre, konon, ditawari kursi MPR dan DPR. Perdana menteri di India, memang, dapat mencalonkan sejumlah calon anggota MPR. Jain mengaku menolak tawaran. Hari berikutnya, katanya, ia menerima tawaran dua setengah juta rupee-mungkin beratus kali lebih besar dari pengeluarannya untuk membeli Surya - dari seorang yang diduga suruhan Perdana Menteri. Tetapi Jain menolak lagi, dan berteguh hanya mau berunding dengan "orangnya" sendiri, sang Perdana Menteri herself. Menurut Jain lebih jauh, jasa baik penengah yang lain juga dicari. Misalnya, Nyonya Gandhi berbicara dengan pendeta Hindu, Anandamayi Ma, yang pada gilirannya berbicara dengan Maneka, dan Maneka meneruskannya kepada Jain. Namun, tanpa hasil. Jain juga melaporkan desas-desus adanya usaha pembunuhan terhadap Maneka oleh suatu komplotan yang diatur kalangan rumah tangga Perdana Menteri. Menurut Mehta, wartawan kita ini, kebenaran laporan Jain sukar dicek. Tidak lama setelah Surya dilego, Nyonya Gandhi dikirimi informasi. Yakni bahwa di luar restunya, Akbar Ahmed, populer dengan panggilan Dumpy, menyelenggarakan pertemuan celaka yang sudah disebut di muka. Rapat cabang Partai Kongres Indira bagian pemuda Uttar Pradesh itu berlangsung di Lucknow, ibu kota negara bagian. Dumpy sendiri anggota legislatif Uttar Pradesh mewakili Partai Kongres Indira. Ia akrab dengan Sanjay. Malahan, kedua keluarga mereka sudah berhubungan dekat hampir sepanjang abad ini. Ia juga teman rapat Maneka dan Vasundhara. Dumpy mengatakan, ia berharap pertemuan Lucknow dapat memberi arah dan semangat baru bagi pengikut Sanjay yang sudah tidak memiliki pimpinan. Ia mengaku, Maneka setuju hadir dan membukanya. Namun, para peserta pertemuan itu segera dikenali para pengawas politik sebagai anti-Nyonya Gandhi, anti-Partai, dan anti-Rajiv. Rajiv ternyata memang tidak bermanfaat bagi sebagian besar teman setia Sanjay dan rekan-rekan. Mereka, seperti Dumpy, dulu masuk ke lingkaran kekuasaan melalui buntut San jay, baik di tingkat daerah maupun nasional, lewat pemilu 1980. Sepeninggal Sanjay, banyak pengikutnya yang turun pangkat dan jabatan dalam peringkat Partai Kongres Indira sambil merasa khawatir bahwa Rajiv dan pengikutnya tidak akan memberi mereka kesempatan menjadi calon pada pemilu berikutnya. Dumpy adalah salah seorang di antara pengikut Sanjay yang kecewa itu. Dan, seperti yang lainnya, ia berharap dapat menjadikan Maneka landasan awal adu rally kekuasaan melawan pengikut Rajiv. Partai Kongres Indira di Uttar Pradesh dengan segera memecat Dumpy, dalam upaya mempertahankan legislator Partai lainnya. Kenyataannya, Partai memang memerintah negeri, tapi politik negara bergolak, dan selalu ada kesempatan terjadinya penyeberangan besar-besaran - di belakang nama Sanjay dan Maneka -yang bisa mengguncangkan dan boleh jadi juga menjungkir balikkan pemerintahan negara. Maneka memang bisa mengaku atau menyangkal merencanakan menghadiri pertemuan Lucknow. Tapi pada 25 Maret, ketika Nyonya Gandhi menghadiri Festival India di London, ia pergi dengan mobil ke Taman Corbett, sebuah lembaga perlindungan binatang di Moradabat, dekat Delhi, bersama Varun, abang Viren, dan sejumlah teman. Maneka memang penyayang binatang. Di sana ia bertemu dengan Dumpy, dan menitipkan sepucuk surat kepada Nyonya Gandhi. "Kukira Anda dapat mengatakan apa yang harus saya lakukan, atau setidaknya membantu saya mengambil keputusan,"tulisnya. "Tapi, karena Anda tidak mengatakan suatu apa, saya pergi ke Taman Corbett untuk memikirkannya." la menambahkan, "Saya mohon Anda tidak marah. Sebab, apa yang saya lakukan dapat sedikit merusakkan keadaan. Sikap yang berkembang beberapa minggu belakangan ini - terutama berkenaan dengan penengah dan wartawan saya harapkan akan selesai pada tanggal 28 ini." Nyonya Gandhi kembali pada petang 27 Maret, dan pada jumpa pers di bandar udara ia menyinggung pertemuan Lucknow itu."'Jelas, bagi semua anggota Partai, itu adalah suatu tindakan anti-Partai karena didorong oleh mereka yang menentang kami dan saya - RSS, BJP. Banyak orang yang kini mendukung pertemuan itu dan menopang pembiayaannya tak lain sesungguhnya anti-Sanjay." Petang ketika Maneka tiba di Lucknow dengan mobil, penyelenggara pertemuan mengelu-elukannya di jalan-jalan. Tapi, para anggota Partai yang setia melontari mobilnya dengan batu. Esok harinya, ketika ia siap membuka pertemuan, sebuah surat Nyonya Gandhi diserahkan kepadanya di hotel tempat ia menginap. Surat menyatakan, Maneka harus memilih antara dia (Nyonya Gandhi) dan pertemuan. Itu berarti, jika ia berkeras tetap menghadiri pertemuan, pintu rumah kediaman Nyonya Gandhi tertutup. Janda muda itu memilih pertemuan. Dan pertemuan berlangsung di sebuah ruangan kecil, yang dihiasi poster-poster bergambar Maneka, Nyonya Gandhi, dan Sanjay, serta slogan sejenis "Hidup Nyonya Gandhi" dan "Sanjay adalah Keabadian". Pengunjung, yang duduk di lantai, berjumlah lebih dari dua ribu orang. Maneka berbicara sekitar 10 menit, seperti "Saya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya atas penyelenggaraan pertemuan ini .... Saya seorang RSS, atau apa pun, baru saya dengar sekarang. Istri Sanjay Gandhi yang matimatian menentang Partai Janata dan dituduh terlibat 11 perkara, bagaimana bisa berkomplot dengan RSS?" Hendaknya diketahui, RSS adalah pemilih Partai Janata, dan Pemerintahan Janata banyak menekan anggota keluarga Nyonya Gandhi, antara lain dengan memperkarakannya. "Saya," kata Maneka lagi, "akan menjunjung tinggi-tinggi disiplin dan reputasi keluarga agung (Nehru-Gandhi), yang saya juga masuk di dalamnya." Dan, "Seperti yang dibuktikan suami saya, bahwa tuduhan yang memperkarakannya adalah tidak berdasar, saya juga bersumpah memperteguh dukungan lebih jauh kepada Perdana Menteri." Pertemuan itu memutuskan mulai mengadakan pengorganisasian secara nasional dengan membentuk cabang di tiap negara bagian, yang dikenal sebagai Forum Lima Pasal Sanjay. Seperti diketahui, dalam masa Pemerintahan Darurat, Sanjay mencanangkan Program Empat Pasal-nya. Isinya: pengendalian pertumbuhan penduduk, pelestarian keindahan negeri, pemberantasan buta huruf, dan pemberantasan uang mahar. Belakangan, pelestarian keindahan negeri dipecah menjadi peniadaan rumah-rumah gubuk dan penghijauan. Maka, datanglah saat Nyonya Indira Gandhi menyuruh Maneka meninggalkan rumah kediaman PM. Sekitar pukul 21.00, beberapa saat setelah barangbarang Maneka diangkut pergi, sebuah surat ketikan, dengan koreksian tangan Nyonya Gandhi, disampaikan ke tangan janda Sanjay itu. Bunyinya tak pernah disiarkan - karena Maneka menganggap lebih baik memberangusnya. Tapi ia membuat surat balasan dalam bahasa Inggris. Jawaban itulah yang kemudian muncul di harian-harian nasional. Bunyinya: Mummy sayang, Seperti biasauya Auda menulis surat ditujukau kepada umum dan pers. Sejumlah keterangan yaug Anda keluarkan, terus terang, tidak benar, Tindakan pertama yang menyinggung perasaan ialah bahwa Anda masih berbicara tentang "langgam bahasa buruk" (lndira menuduh Maneka sering bicara dengan bahasa kasar), dan Anda mendoroug keluarga Anda dan orang-orang Anda sebagai saksi. Itu, lagi-lagi, tidak benar Yaug kedua, Anda berbicara mengenai keluhan Sanjay (tentangn Maneka). Padahal, Anda tahu, dan hampir semua orang, bagaimana cintanya ia tehadap saya. Sekarang mengenai peristiwa akhir-akhir ini. Penghinaan dan penderitaan lahir batin yang saya alami di rumah, tidak, saya ulangi, tidak seorang manusia pun sanggup menanggungkannya. Segera setelah Sanjay meninggal, Anda langsung saja menyakiti saya pada setiap kesempatan. Saya tanggungkan itu demi Sanjay, dan karena saya adalah bahu (menantu) Anda. Jika saya memang ingin menentang Anda, itu sudah saya lakukan dengan tidak bertarung melawan Janata dulu. Fakta ini agaknya telah Anda lupakan. Padahal, saat itu, seluruh keluarga (tuduhan ini terutama tertuju kepada Rajiv dan Sonia) sudah bersiap kabur ke luar negeri. Saya ulangi apa yang sudah saya singgung lebih awal. Saya bukan insan politik dan tidak berminat ke sana. Tapi, please, biarkan saya hidup menurut gaya saya, jangan siksa dan fitnah saya sepanjang waktu. Sekarang Anda mengusir saya dan rumah ini di depan hidung banyak orang, memerintahkan barang-barang saya digeledah, menculik putra saya serta melarang saya membawanya, menjelek-jelekkan nama keluarga saya, dan mengasari pelayan saya. Uutuk apa? Saya datang ke pertemuan sebagai tamu. Saya telah berbicara dan berbicara demi Anda-lalu semua ini terpulang pada Anda. Segunung surat kepada saya tidak akan menyelesaikan persoalan, tapi setetes rasa cinta akan dapat .... Putra saya akan selamanya menjadi cucu Anda. Bahkan, jika Anda tidak ingin melihat saya, ia akan datang kepada Anda. Saya, tetap menantu Anda, MANEKA Tanpa ini-itu lagi, Maneka masuk ke mobil bersama Varun, seorang pengasuh, seorang teman keluarga, dan sejumlah barang miliknya. Mereka meninggalkan rumah kediaman PM, dan Maneka tidak lupa melambai ke arah kerumunan wartawan dan tukang potret yang mengerubung di sekitar pintu gerbang. Mereka, para wartawan, pontang-panting ke mobil masing-masing dan langsung membuntutinya. Maneka sendiri, bagai hendak menekankan kebebasannya, tidak pulang ke rumah ibunya, tapi ke sebuah hotel kecil di kawasan modern yang disebut Golf Links. Dalam pada itu, di kediaman Perdana Menteri, Sharada Prasad, pejabat hubungan masyarakat PM, menelepon kantor berita United Press of India dan menyampaikan, secara garis besar, apa yang dikatakan Indira dalam surat kepada Maneka yang telah disebut. Keterangan itu, bersama surat Maneka, muncul dalam harian-harian nasional pagi berikutnya: Menghadapi berbagai siaran pers bernada miring itu, Maneka tak tinggal diam. Ia mengadakan jumpa pers untuk memberikan keterangan balasan. "Bukan masalah tiga kesempatan," katanya, "tapi suatu proses yang terus-menerus." Ia terutama merasa dihina dengan ungkapan "latar belakang keluarga yang berbeda": "Terasa ganjil bagi saya, di abad sekarang, ada yang berbicara tentang latar belakang dan kelas sosial. Saya selalu memperlakukan manusia sebagai manusia. "Berikut ini laporan yang dimuat sebuah surat kabar: Namun, Maneka mengeluh kepada seorang reporter Indian Express, dalam suatu wawancara yang terpisah: "Sejak Sanjay meninggal, surat-surat saya disensur, hubungan telepon saya disadap. Saya harus mengembalikan semua perhiasan, dan sekembali dari Lucknow saya dilarang makan di meja makan keluarga. Maksudnya untuk memencilkan saya karena suatu kekhawatiran .... Saya rasa itu berkaitan dengan kebudayaan India: pertama-tama tendang dulu anak menantu, lalu tulis surat cacian, kemudian siarkan kepada pers. Saya sangat terluka." Begitu cabut dari rumah kediaman Nyonya Gandhi, Maneka mangkal di Hotel Golf Links itu. Ia menyibukkan dirinya, sebagian, dengan mengawasi pembangunan rumah sakit hewan di New Delhi (yang dibiayai dengan uang yang diam-diam diberikan kepada Sanjay oleh Ruth Cowell, seorang wanita Australia), tapi yang paling utama di perusahaan truk itu. Sanjay, yang gandrung mobil, telah menyiapkan Maneka di bidang bisnis sejak 1978, dengan mengusahakan pinjaman 2.400.000 dari Oriental Bank of Commerce, New Delhi. Dengan uang itu Sanjay membelikan sang istri 22 buah truk, yang sekalian diusahakannya disewakan kepada Pure Drinks Company, perusahaan minuman ringan. Sejak 1977, Campa Cola, produksi perusahaan itu, melonjak pasarannya seiring dengan tidak diperpanjangnya lisensi Coca Cola. Pure Drinks membayar Maneka sekitar 132.000 sebulan untuk ongkos sewa armada truknya. Tetapi, setelah Maneka keluar dari kediaman Perdana Menteri, Pure Drinks menangguhkan pembayaran. Alasannya, perempuan itu berutang padanya sekitar 800.000 rupee, untuk beberapa barak yang dibangun buat para sopir truk. Maneka mengadukannya ke pengadilan, dan pembayaran dilakukan kembali. Saat itu pula Maneka melakukan serangkaian perlawatan ke berbagai negara bagian untuk mengkampanyekan Forum Lima Pasal Sanjay. Ke mana saja pergi ia berusaha membangkitkan kembali kenangan kepada Sanjay. Langsung tak langsung, halus maupun kasar, ia mengimbau anggota MPR-DPR dari Partai Kongres Indira agar bergabung dengannya. Maneka mendapat sedikit kesulitan dalam menghimpunkan dana dari kalangan pengusaha dan politik yang tidak puas. Ia juga tidak dengan mudah dapat memanfaatkan sejumlah simpati khalayak kepadanya mengenai perlakuan mertuanya. Pun sebagian pidatonya tidak bergaung di telinga orang politik. Sebaliknya, untuk memonitor kegiatan Maneka dan Dumpy, dikabarkan ada sekitar 400 spion disebar oleh Central Intelligence Bureau. Pers ternyata tidak hanya mencatat perbedaan antara Nyonya Gandhi dan Maneka, tapi juga persamaan. Seperti Nyonya Gandhi, Maneka konon berjalan dengan langkah cepat. Mirip Nyonya Gandhi, Maneka mengembara dari satu rapat ke rapat lain untuk mengulang ungkapan-ungkapan umum dan sederhana yang itu-itu juga: "Bukan Maneka yang jadi masalah, tapi kepentingan bangsa," atau "Kita berkumpul di sini bukan untuk menghancurkan sebuah partai tapi membangun sebuah bangsa." Ia juga membuat pernyataan-pernyataan yang kabur: "Pemimpin sedang menyebarkan ketegangan masyarakat," "Bagian-bagian lebih lemah dari masyarakat sedang dilukai," "Anasir-anasir antisosial berada di luar negeri," dan "Korupsi berakar di dalam sistem." Surat-surat kabar pun lalu menggunakan ungkapan yang sama - "kesekolah-sekolahan" - untuk mencela pidato Maneka. Suatu hari,-surat-surat kabar melaporkan bahwa Nyonya Gandhi akan beranjangsana ke asrama seorang pendeta, Vinoba Bhave, untuk memohon berkah. Pada hari yang sama koran-koran juga memberitakan, Maneka pun akan menemui pendeta yang sama. Hari yang lain, bagian pemuda Partai Kongres Indira mengumumkan bahwa mereka tidak akan mengundang Maneka pada peringatan tahun kedua meninggalnya Sanjay. Lain hari, Maneka dan pendukungnya menyiarkan, mereka akan memperingatinya dengan berkunjung kepada para jompo, janda, yatim piatu, dan menyerahkan sumbangan pakaian. Tetapi pada hari peringatan itu sendiri, mereka justru muncul di tempat perabuan Sanjay. Mula-mula datang Maneka bersama Varun. Satu jam kemudian nongol Nyonya Gandhi bersama Rajiv, Sonia, dan tiga anak mereka. Para pendukung Maneka memanggilnya Madam, yang juga menjadi panggilan Nyonya lndira di kalangan pengikutnya. Kedua kelompok sama-sama sering berucap begini: "Apa pun kata Madam, kami akan menurut." Seorang pendukung Maneka berkata, "Seorang yang tidak bisa setia pada Sanjay dan jandanya tidak mampu setia kepada Rajiv. Tapi Rajiv terlalu tua. Usianya 39. Yang dibutuhkan negeri ini adalah seorang pemimpin muda, orang seperti Madam. "Pada 25 Agustus, dalam jumpa pers, Maneka menyatakan bahwa sejumlah anggota Partai Kongres Indira menjadi tidak puas akan "tidak berfungsinya pemerintahan". Ini pulalah ungkapan yang ditudingkan Nyonya Gandhi dulu terhadap pemerintahan Janata. Impotensi yang menjangkiti pemerintah itu, katanya, harus mendorong Forum Sanjay yang nonpolitik mengubah dirinya menjadi sebuah partai politik. "Seluruh kekuasaan (Nyonya Gandhi) dipusatkan di satu rumah, pada satu kelompok yang terdiri dari tiga atau empat orang," katanya. Disamping itu, menurut dia, pekerja-pekerja Forum mulai diusik. Satusatunya cara yang harus ditempuh: menggempur tata politik yang tidak adil itu. Harian nasional Times Of India mencatat dalam editorialnya: "Jadi, akhirnya Nyonya Maneka Gandhi sudah membuka kartunya .... Ini akan mengakhiri mitos yang dengan rajinnya disebarluaskan, bahwa ia tidak memiliki ambisi politik. Dan bahwa, mengesampingkan rasa cintanya kepada binatang hasratnya yang utama adalah menyebarluaskan gagasan mendiang suaminya. Dan bahwa perselisihannya dengan Nyonya Indira Gandhi, yang melemparkannya dari rumah perdana menteri itu, bukan sekadar cekcok mertua menantu biasa. Pernyataannya (25 Agustus) menumbuhkan kesangsian yang kurang beralasan bahwa Formasi (Forum Lima Pasal Sanjay) awal tahun ini benar-benar sebuah akta politik. Dan bahwa keputusan Maneka mengucapkan pidato pada pertemuan Lucknow 28 Maret merupakan pengibaran lebih tinggi panji-panji perlawanan terhadap Nyonya Gandhi ...." Maneka juga tidak menyembunyikan lagi pertengkarannya dengan Nyonya Gandhi, dengan kalangan pemerintah yang dipimpinnya, dan dengan Partai Kongres Indira. Buktinya, ia memperjelas: Perdana Menteri adalah sasaran pokok kegiatan politiknya .... Pertarungan, karenanya, menjadi terbuka. Pertarungan politik, bahkan jika itu lebih merupakan akibat kebesaran jiwa dan keluhuran budi ketimbang pertentangan ambisi atau kepribadian, yang dapat diperjuangkan sebagai'pertarungan politik. Demikian Times of India. Pertarungan itu dikatakan untuk memperjuangkan nasib bangsa. Atau, seperti dalam kata-kata dwimingguan India Today, "monarki demokratis" - dengan mempertaruhkan warisan nenek moyang yang bernama India. Sementara itu, para pewarisnya sendiri bercekcok terus. Bulan Maret tahun lalu Maneka meresmikan nama partainya: Rashtriya Sanjay Manch, Organisasi San jay Nasiona!. Saat itu juga dinyatakanj didirikan cabang di hampir seluruh negara bagian, dengan anggota 800 ribuan. Ia juga menyatakan akan menantang Rajiv di Amethi dalam pemilu mendatang. Namun, hasrat itu ternyata tidak mudah. Pada bulan September penguasa menangkap tiga pendukung utama Maneka-termasuk Dumpy-karena dituduh membunuh seorang pelayan. Tapi perkaranya dilepas begitu saja oleh pengadilan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus yang segera menyita banyak perhatian pers itu? Para pendukung Nyonya Gandhi, demikian terkesan di mata umum, sudah menghalalkari segala cara untuk menindas organisasi Maneka pada usianya yang muda-seperti yang dinyatakan Maneka sendiri. Pers pun mempergencar serangannya kepada Nyonya Gandhi. Tentang "komplotan rahasia"-nya, "partainya yang monolitis dan tidak toleran", "memerintah negara seperti satrap", dan tentang "diktatur pribadi"-nya. Dikemukakan bahwa usia Nyonya Gandhi sudah 65 tahun, dan bahwa Rajivdan pendukungnya gagal mengambil kendali di mana-mana. Pendukung Nyonya Gandhi melanjutkan memojokkan Maneka, dan kritik umum pun bagaikan badai dalam mangkuk. Para pendukung itu berpaling ke pujian Presiden Reagan kepada Nehru dan keturunannya. Ketika menawarkan toast kepada Nyonya Gandhi di Gedung Putih, dalam perlawatan Indira ke AS bulan Juli, Reagan berucap, "Sumbangan yang diberikan keluarga Anda banyak miripnya dengan sejarah keluarga Adams di pihak kami: Mereka berasal dari Massachisetts, bukan Kashmir .... "Secara kebetulan mereka acap dijuluki 'kaum Brahma dari Boston'. Dan tradisi mereka juga tradisi kesarjanaan, pengabdian, dan pelayanan umum. Generasi-generasi penerus keluarga Adams menyumbang kepada pengembangan negeri kami. Pertama dengan perjuangan kemerdekaan dan peneguhan cita-cita nasional, kemudian pencapaian kemajuan melalui pengorbanan yang tidak mementingkan diri sendiri. Anda juga, Nyonya Perdana Menteri, ayah Anda, dan tiap putra Anda, telah mengabdikan diri kepada India." Awal Desember, Nyonya Gandhi mengagetkan setiap orang dengan memerintahkan dilangsungkannya pemilu pada bulan Januari depannya. Pemilu itu bermaksud memilih dewan legislatif yang akan mengesahkan undang-undang berkenaan dengan penggabungan dua negara bagian di selatan, Andhra Pradesh dan Karnataka. Menurut undang-undang, pemilu berlangsung saban llma tahun. Tapi, jika pada suatu waktu partai yang berkuasa di suatu negara bagian tertentu dijatuhkan secara paksa, atau dengan sukarela menyerahkan kekuasaan, dan tidak ada yang dapat membentuk pemerintahan1 pemilu istimewa dapat diadakan. Andhra Pradesh dan Karnataka berada di bawah kendali Partai Kongres Indira, tapi Nyonya Gandhi menganggap perlu pemerintah menyerahkan kekuasaan agar mereka dapat kembali berkuasa dengan kekuatan yang lebih besar. Daerah itu memang secara utuh berada dalam rangkuman pengaruh Nyonya Gandhi dan ayahnya sejak Kemerdekaan 1947. Pada 1980 Indira sendiri berkiprah untuk pemilihan anggota DPR dari Andhra Pradesh, dan meraih kemenangan besar. Ada anggapan umum, dua negara bagian itu dapat membuat partai Indira meraih mayoritas mutlak. Ini dapat memberinya kepercayaan yang diperlukan untuk menindas karier awal Maneka, dan mengkon-solidasikan posisi Rajiv sebagai putra mahkota yang baru. Untuk pemilihan itu, Partai Kongres Indira sudah menikmati semua keuntungan awal. Masa kampanye singkat, sedangkan kaum oposisi lemah dan kurang persiapan. Di Andhra Pradesh, lawannya terdiri dari Partai Nasion Telugu yang berusia sembilan bulan. Di Karnataka, para kontestan terdiri dari- kelompok nasional dan regional yang berbeda - terutama Partai Janata dan Partai Kranti Ranga - yang kesusupan Partai Kongres Indira. Para pemimpin puncak pemerintahan Nyonya Gandhi terbang ke pelosok-pelosok untuk berkampanye. Indira dan Rajiv sendiri mondar-mandir di beratus daerah pemilihan, mengucap ratusan pidato-di antaranya mengingatkan bahwa merekalah satusatunya partai nasional dan kampiun kaum minoritas. Sementara itu, Mohammed Yunus, sahabat lama keluarga Gandhi, menerbitkan karangannya tentang Sanjay, Son of India. Di dalamnya, Yunus mencela watak Maneka dan bertanya, seperti yang dikutip India Today, "Masih ingatkah Maneka Gandhi akan tanggapannya sendiri ketika mendiang suaminya Sanjay Gandhi, dijebloskan ke penjara, yakni katakata 'Banyak kedamaian bagi bajingan itu di pen "Tidakkah ia memperlakukan Sanjay begitu buruknya, sehingga mendorongnya putus asa dan melakukan akrobat udara yang fatal? Tidakkah ia memperturutkan saja nafsu memuaskan diri, setelah kematiannya (Sanjay), dengan hadir di pesta-pesta mewah dan berpakaian tak senonoh?" Buku itu dimuat berseri dalam National Herald, terompet Partai Kongres Indira - dan di media ini Nyonya Gandhi menjadi komisarisnya. Kendati kaum oposisi tidak memiliki waktu untuk menggalang kekuatan, pemimpin Partai Telugu, Nandamuri Taraka Rama Rao, membuktikan dirinya sebagai juru kampanye yang piawai. Ia menyerang Nyonya Gandhi dan orang-orangnya yang memerintah negeri untuk tindakan-tindakan korup, kelangkaan pangan, dan kebijaksanaan ekonomi yang berengsek. Supaya tahu, Rao adalah bintan terkenal dalam, film-film (berbahasa) Telugu. Ini mungkin kemunduran politik terbesar Nyonya Gandhi sejak 1977: kekalahan parah yang ternyata dideritanya di Andhra Pradesh dan Karnataka, juga di Tripura. Partai baru Maneka memenangkan empat dari lima kursi. Para pengulas politik malah menyimpulkan, hasil pemilihan itu bukan saja kekalahan Rajiv dan kemenangan Maneka, tapi juga berarti suramnya masa depan karier politik Nyonya Gandhi dan partai yang dipimpinnya. Mereka menunjuk pada kenyataan, sejak Nyonya Indira kembali berkuasa telah berlangsung lima kali pemilihan negara bagian - dan tak satu pun bisa dimenangkannya secara mutlak. Setelah kalah di Andhra Pradesh dan Karnataka, Nyonya Gandhi mencoba unjuk kekuatan. Ia memecat atau menggeser anggota kabinet dan pimpinan tinggi Partai, serta mengangkat Rajiv sebagai sekretaris jenderal, seperti terhadap Sanjay sebelumnya. "Kendati perubahan itu lebih bersifat kosmetis ketimbang subtantif, ternyata mampu menolong Partai Kongres Indira memenangkan mayoritas yang memadai di daerah pemilihan New Delhi pada bulan Februari," tulis Mehta. "Dan, dengan demikian, mampu menyelamatkan ibu kota negeri dari penguasaan pemerintahan oposisi." Nyonya Gandhi merendahkan Maneka yang datang dari "latar belakang keluarga yang berbeda". Minus nada miringnya, itu memang suatu kenyataan. Kakek-nenek Maneka, dari pihak ibunya, adalah orang-orang Sikh, yang dipandang tidak setaraf oleh keluarga Nyonya Gandhi. Orang Sikh, dua persen dari penduduk India, menikmati pengaruh politik melampaui persentase jumlahnya. Ini mungkin karena mereka merupakan minoritas yang dipaksa menjadi garang dan ulet, serta dipersatukan oleh satu bahasa dan kepercayaan agama yang kuat. Sejak terciptanya Pakistan, 1947, sejumlah ekstremis Sikh memperjuangkan negara sendiri, Khalistan-atau sedikitnya otonomi yang lebih besar. Pada tahun 1966, pemerintah India membentuk negara baru Punjab yang terpisah, dan di dalamnya orang Sikh berkuasa. Tapi konsesi itu tidak mampu menjinakkan para pembangkang Sikh, yang melakukan pembunuhan dan pengacauan untuk menarik perhatian umum. Juni 1983 lalu, dalam upaya kembali menjinakkan mereka, Nyonya Gandhi mengajukan seorang Sikh, Zail Singh, sebagai calon presiden yang di India tak lebih dari lambang. Zail Singh, konon, hanya mampu berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa I nggris, bahasa pengantar negeri itu . Setelah pengusiran Maneka dari kediaman PM, surat-surat kabar secara teratur menyiarkan berita "kematian karena mahar". Sebenarnya, di India, ada tindak membakar diri oleh kaum wanita, disebut sati, yang pada abad ke-19 dilarang oleh pemerintah kolonial Inggris. Bakar diri ini biasanya dilakukan di tempat pembakaran mayat suami. Tapi, yang kini lebih sering terjadi adalah tindakan kejahatan untuk meminta mahar yang lebih besar yang di India diberikan oleh wanita kepada pria yang menjadi suaminya. Pembunuhan bisa berlangsung ketika wanita sedang memasak di dapur, yang kemudian dinyatakan sebagai membakar diri sampai mati. Keluarga suami acap ikut berkomplot. Gencarnya pemuatan berita "kematian karena mahar", menyusul pengusiran Maneka dari kediaman PM, tetunya dipakai untuk menyindir Nyonya Indira. BOKS "Sumber yang dekat dengan Perdana Menteri mengatakan, perbedaan-perbedaan di antara Nyonya Gandhi dan menantunya muncul ketika yang terakhir (Maneka melibatkan diri secara rahasia dengan pemimpin RSS Sardar Angre, berkaitan dengan penjuaian majalah Surya. yonya Maneka Gandhi dilaporkan tidak pernah menyinggung sepatah kata pun tentang hal itu kepada yonya Gandhi, yang merasa tindakan itu merupakan pengkhianatan terhadap nilai dan cita-cita Sanjay Gandhi. Semua tindakannya yang menyimpang itu sengaja direncanakan dengan itikad buruk terhadap Sanjay Gandhi .dan Perdana Menteri. Sumberitu mengatakan, kendati Nyonya Maneka Gandhi memiliki latar belakang keluarga yang berbeda, Nyonya Gandhi dan anggota keluarga lain telah menerimanya sepenuhnya sebagai teman hidup Sanjay Gandhi. Nyonya Gandhi juga telah memberikan kasih sayang dan cinta yang mendalam kepadanya, kata sumber itu. Dalam banyak hal baik ketika Sanjay masih hidup maupun setelah itu, tindakan tindakan Maneka telah menimbulkan rasa jengkel di antara keluarga. Bagaimanapun. Nyonya Gandhi telah mengambil sikap yang cukup toleran dan tidak berbuat apa-apa kecuali "mendekatinya dengan lemah lembut.'' Sumber itu berkata, tindakan Nyonya Maneka Gandhi, akhir-akhir ini, dengan menghadiri pertemuan (Lucknow) bertentangan dengan kehendak Nyonya Gandhi. Sambil menyatakan kesetiannya kepada kepemimpina nasional Nyonya Gandhi, dan menyerukan kepada seluruh rakyat untuk memperkuat barisan, Nyonya Maneka Gandhi dalam pidato Lueknow-nya telah mengubah dan mengutak-ngatik, pasal demi pasal, semua observasi yang dibuat Perdana Menteri dalam jumpa pers hari sebelumnya. Nyonya Gandhi menganggap pertemuan (Lucknw) sebagai "antipartai" dan berlangsung dengan dukungan RSS? BJP? dan unsur-unsur oposisi lainnya. Masih saja Nyonya Maneka Gandhi menyangkal memiliki hubungan dengan RSS Menurut sumber yang dekat dengarl Ph itu, kendati menyatakan setia kepada kepemimpinan nasional Nyonya Gandhi. Nyonya Maneka andhi mencoba meletakkan dasar kebijaksanaan politik bebasnya sendiri melalui persekutuan dengan unsurunsur yang secara total bertentangan dengan Perdana Menteri dan partainya .... Sudah diketahui umum, segera setelah matinya Sanjay, yonya Maneka Gandhi meneoba melontarkan diri ke dunia politik. Sejumlah penulis malahan menggambarkannya sebagai "Durga sejati" (dewi perang, julukan yang? tadinya dikenakan pada Nyonya Gandhi) yang, konon, lebih sesuai untuk mengenakan "jubah penerus" Nyonya Gandhi ketimbang yang "bertemperamen sedang" seperti Mr. RajiY Gandhi. Ibu Nyonya Maneka Gandhi juga dilaporkan mendorong upaya ini." Demikian berita yang datang dari sumber resmi. Namun? ada sumber tak resmi yang menyinkapkan isi surat Nyonya Gandhi. Demikian: "Nyonya Gandhi berkata dalam suratnya bahwa Nyonya Maneka Ganlhi ...tidak menaruh respek kepadanya? bahkan dihantui bayang-bayang pengaruh Sanjay Gandhi. Dalam tahun-tahun hidup bersama sang menantu? yonya Gandhi mengaku berbicara kasar dengan yanya Maneka Gandhi hanya tiga kali. Pertama, seusai upacara perkawinan, ketika Nyonya Maneka memakai kata-kata keji yang menyakitkan' terhadap suami dan mertuanya Lalu, ketika Nyonya Maneka datan berbicara tentang pertemuan Lucknow menjelang keberangkatan yonya Gandhi ke Londoni Terakhir, malam Senin (29 Maret) lebih di dalam nada sedih ketimbang marah'." Ditanya apakah ia akan kembali ke rumah ibunya? Maneka menjawab, setelah menikah tidak seorang pun gadis India pulang ke ibunya. 'Saya akan mencoba menyelesaikannya sendiri jika mertua saya tidak mau memanggil saya pulang kembali.' Ia menambahkan: 'Saya tak tahu bagaimana memulai membina sebuah rumah. Saya tidak mempunyai perabot rumah tangga atau sebuah peti es. Saya bergaji Rs 2.317750 per bulan.' (Ia direktur pelaksana Rajdhani General Traders, perusahaan truk yang didirikan untuknya oleh Sanjay. Menjawab pertanyaan apakah ia nnerencanakan menikah kembali, janda usia 2 tahun itu menjawab, 'Tak ada rencana menikah lagi. Saya seorang Gandhi.' yonya Maneka Gandhi berkata, ia lebih setia kepada ibu mertuanya 'ketimbang bahkan ibu sendiri. Apa yang dikerjakannya di rumah adalah haknya sebagai Seorang mertua'." Namun, Maneka mengeluh kepada seorang reporter Indian Expre.ss, dalam suatu wawancara yang terpisah: "Sejak Sanjay meninggal, surat-surat saya disensur, hubungan telepon saya disadap. Saya harus mengembalikan semua perhiasan, dan sekembali dari Lucknow saya dilarang makan di rneja makan keluarga. Maksudnya untuk memencilkan saya karena suatu kekhawatiran .... Saya rasa itu berkaitan dengan kebudayaan lndia: pertama-tama tendang dulu anak menantu, lalu tulis surat cacian. kemudian siarkan kepada pers. Saya sangat terluka."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini