Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ulang Tahun Ke-10

1 Maret 1980 | 00.00 WIB

Ulang Tahun Ke-10
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BERAPA kata tiap minggu muncul dalam TEMPO? Paling sedikit 20.000. Tapi itu hanyalah pucuk dari gunung es yang nampak. Di kantor TEMPO, setiap pekan sebenarnya jumlah kata yang kami proses paling sedikit 3 kali jumlah itu. Mungkin banyak pembaca yang ingin tahu bahwa sebagian dari jumlah kata muncul dalam sebuah majalah. Mungkin banyak pembaca yang belum tahu (dan karenanya sekarang kami beritahu) bahwa di kantor TEMPO tiap minggu kami sebenarnya mengolah dua buah majalah. TEMPO dan Zaman? Bukan. Zaman, sebuah majalah umum yang unik, punya staf tersendiri -- terdiri dari sejumlah penulis dan pelukis yang dipimpin Putu Wijaya. Kantor kami tak sama, meskipun bertetangga dan ada hubungan cinta. Putu sendiri masih tetap mengerjakan rubrik Suka Duka TEMPO, sebagaimana penulis TEMPO kadang menyumbangkan ceritanya ke Zaman. Tapi tim Zaman pada dasarnya adalah tim yang terpisah. Baiklah kami ceritakan bahwa berkala yang jadi rangkapan TEMPO adalah sebuah berkala yang tanpa Surat Izin Terbit. Para pejabat Departemen Penerangan dan Kopkamtib mungkin tak tahu kehadirannya. Juga para agen dan distributor. Sebab majalah itu, bernama Otokritik, adalah majalah intern kami. Seperti tersirat dari namanya, isinya berisi kritik, yang ditujukan pada diri sendiri. Ia diisi oleh segenap karyawan -- tak cuma wartawan -- yang sehari-hari mempersiapkan isi, penyebaran dan penghasilan TEMPO. Di situlah kami menilai sendiri majalah ini tiap nomor yang baru terbit. Bentuknya bersahaja: sebuah koran dinding -- seperti yang dulu pernah dibikin waktu sekolah menengah. Karena itu pemimpin redaksinya disebut Pangkodin Panglima Koran Dinding) -- kali ini dijabat Goenawan Mohamad, dengan Redaktur Pelaksana Alex Korompis dari Tatamuka. Tiap Selasa siang TEMPO yang baru selesai dicetak dibagikan kepada karyawan. Setelah cukup membacanya, Rabu pagi biasanya sudah diketahui apa saja yang dianggap patut dipuji atau dicela dalam nomor itu. Naskah-naskah penilaian masuk: ada yang dari Direksi kritikus terbaik selama ini adalah Harjoko Trisnadi -- cermat, jelas dan kena), bagian iklan, keuangan atau, yang paling banyak, dari para wartawan sendiri. Setelah di-IBM oleh bagian produksi, ditempelkan di sebuah papan khusus. Di situlah Otokritik dibaca sambil berkerumun. Di situ pula terdengar ledakan tawa dan sindir-menyindir. Yang terkena kritik oleh rekan lain (kadang ada juga yang mengritik hasilnya sendiri) tentu saja boleh membalas, pada "dinding demokrasi" yang sama. Balasan ini boleh pula dibalas lagi, asal singkat dan dianggap perlu oleh Pangkodin. Biasanya balas-membalas ini tak berlarut-larut, sebab ada penyelesaian lain: si pengritik ditraktir yang kena kritik. Sakit hati umumnya dihindari dengan lelucon salah satu syarat tulisan untuk Otokritik ialah harus pakai humor. Untuk itu S. Prinka menyelipkan kartun-kartunnya. Atau koran dinding itu diselipi gambar gadis cantik yang kebetulan menggelikan. Seminggu sekali "dinding demokrasi" itu dibersihkan, untuk diganti isinya. Tempelan yang lama didokumentasikan, untuk kemudian dikirimkan ke wartawan TEMPO di daerah yang dianggap membutuhkan. Sebab di situ ada misalnya "pemilihan judul terbaik", contoh sistematik yang dinilai kacau, dan dengan sendirinya "teori-teori" yang kebetulan bertemu sendiri. Dari daerah juga para wartawan mengirim naskah buat Otokritk. Orang bilang ini untuk melaksanakan saling asah saling asih, saling asuh. Tapi sayang sekali para pembaca tak bisa membacanya .... MAJALAH dinding Otokritik hanyalah salah satu dari cara kami mencoba menyempurnakan kerja. Apa boleh buat. Kami telanjur ketularan kata-kata yang konon datang dari Picasso. Kata Picasso, karyanya yang terbaik bukanlah karya yang sudah dia bikin, tapi yang akan dia bikin. Supaya lebih bisa puas dalam memperbaiki diri, sebuah biro dalam TEMPO kami dirikan. Namanya "Biro Pendidikan". Ada yang mau menyingkatnya jadi "Rodik", tapi lantaran kedengaran serem jadi ditangguhkan. Ketua Biro ini Susanto Pudjomartono. Anggotanya para Redaktur Pelaksana, Koordinator Reportase, Pemimpin Redaksi dan, khususnya untuk segi fotografi, Redaktur Foto. Anggaran biro ini diputuskan dalam rapat budget tiap November -- seperti anggaran perusahaan di bidang lain -- yang dipimpin Kepala Divisi Keuangan H. Prajna. Kegiatan Biro macam-macam percayalah. Ia mengundang ceramah berkala, mengadakan pengajian bentuknya diskusi), mengirim tenaga untuk kursus bahasa atau manajemen. Ia juga mengadakan pertunjukan film atau video kaset, menerbitkan buku pegangan dan, tentu saja, menyelenggarakan penataran wartawan TEMPO dari daerah dan pusat. Salah satu hasil penerbitan Biro ialah sebuah buku (terbit tahun lalu) yang diberi judul Misalkan Anda Seorang Wartawan TEMPO. Ini tak lain kitab pegangan setebal 95 halaman untuk penulisan. Soal lead, penggambaran profil, pemeliharaan kecermatan dan pemilihan fokus dibahas di sini. Seorang bekas tokoh penerangan pernah menilai, buku ini "bisa jadi best-seller kalau dijual di luar." Sayangnya tidak dapat dijual di luar. Sebabnya "ilmu" ini belum bisa disebar. Juga karena di dalamnya terdapat potret-potret orang TEMPO dalam posisi yang agak "miring", pilihan Ed Zoelverdi. Hasil lain Biro adalah sebuah naskah penyeragaman ejaan, yang disimpan baik-baik terutama di bagian produksi. Penyusun "kamus" ini adalah Slamet Djabarudi -- yang karena itu dijuluki "Slamet Purwadarminta". Slamet mengadakan kontak teratur dengan Pusat Bahasa, dan salah satu hasil kasak-kusuknya ialah diskusi ahli-ahli bahasa Yus Badudu, Anton Moeliono dan Lukman Ali di kantor TEMPO. Kontak ini kontinyu. Dari sinilah antara lain sebabnya kata Prancis (bukan Perancis) muncul di TEMPO. Jangan kaget. Insya Allah ejaan semacam itu akan resmi sebentar lagi. Slamet memang anggota Biro yang antara lain bertugas -- selain bidang penelitian -- juga jadi wali penjaga ketertiban bahasa. Tiap minggu ia menyusun satu daftar untuk menegur yang salah tulis dan yang kurang cermat. Ia pun mengusulkan hal-hal yang perlu diralat. Kalau dengan sistem ini kami masih juga "kebobolan", yah, pembacalah yang kami harap menegur. Sebab baik perencanaan maupun penelitian, bukanlah "radar" yang akan memberitahukan kesalahan -- misalnya dalam hal data -- sebelum terjadi. Kecelakaan seperti itu separuhnya tetap tergantung pada "faktor pilot", alias manusianya -- baik yang di Jakarta maupun yang di daerah. Ditambah lagi soal "manusiawi" lain, baik kesalah-pahaman si wartawan maupun "perubahan sikap" sumber berita, misalnya. Dan separuhnya lagi terletak pada referensi. Karena itulah perpustakaan & dokumentasi memegang peranan sangat penting. Usaha pembenahan sektor ini ternyata tak mudah. Tetapi oleh kepalanya, Nico J. Tampi, efisiensi diusahakan meningkat -- termasuk penggunaan alat mikrofilm. Di sayap lain, di bawah Redaktur Foto, sistem dokumentasi foto diusahakan "mampu melayani pesanan penulis naskah dalam 5 detik" (ini kecap dari redakturnya, Ed Zoelverdi). Berkat itulah TEMPO misalnya dapat menyajikan foto Haji Thahir almarhum, dari simpanan foto lama semasa ia belum jadi pembicaraan orang ramai. *** TENTULAH sistem kami bukan yang terbaik dari yang ada. Kami hanya menganggapnya sebagai yang paling cocok dengan kemampuan kami saat ini. Sebab kami, terus terang saja, pagipagi sudah mendaftar kelemahan kami sendiri. Istilah manajemen yang sering dipakai ialah kami telah mengadakan 'SWOT Analysis' -- ketika di tahun 1978 Direktur Utama Eric F.H. Samola menggerakkan seluruh divisi untuk membikin perencanaan 5 tahun. Daftar kelemahan itu kami coba atasi dengan pelbagai program perbaikan. Tiap kali ia ditinjau kembali. Tiap tiga bulan Tim Asistensi Direksi Urusan Perencanaan mengorganisasi rapat evaluasi, yang dihadiri oleh para "manajer" di kalangan keredaksian serta ketatausahaan. Yah, biasa, semuanya berangkat ke Megamendung -- sembari bersantai, tentu. Kadang-kadang sampai menginap, seluruhnya atau sebagian. Sebab di tempat istirahat di Bogor ini memang telah disediakan WTS -- lengkap, syukur, dengan kolam renang plus kehijauan. WTS, pembaca, adalah singkatan kami untuk 'Wisma TEMPO Sirnagalih' yang juga buat tempat rekreasi karyawan dan keluarganya. Kok banyak benar rapat di TEMPO? Taya seorang tamu. Memang -- dan kami sendiri kadang tak tahu bagaimana semua itu bisa dilakukan seraya dikejar deadline naskah. Tapi alhamdulillah, ternyata lulus juga. Harun Musawa misalnya. Dia bertanggungjawab tiap minggu atas rubrik Hukum dan Kriminalitas. Tapi juga dia anggota tim Asistensi Direksi, bersama Nugroho Pradigdo (Kepala Divisi Pemasaran) dan Bambang Halintar (Kepala Departemen Sirkulasi) yang harus menggerakkan program-program perbaikan jangka pendek dan mengontrol hasilnya. Tapi begitulah. Kata orang, jadi wartawan memang harus bisa banyak macam. Siapa tahu kalau tiba-tiba .... Mudah-mudahan tidak. Terimakasih atas semua ucapan selamat ulang tahun. Setahun sekali kami keluarkan kecap dapur. Tahun lalu kami ngecap tentang kerja dinihari bagian Tatamuka, tentang rapat perencanaan dan tentang Dewan Karyawan. Juga tentang perbaikan organisasi. Tahun ini kami ngecap soal lain .... 20.000 kata tiap minggu dimunculkan di TEMPO. Kurang-lebih 3 x 20.000 diproses di kantor kami di Pusat Perdagangan Senen. Di antaranya untuk sebuah berkala, bernama Otokritikt yang pembaca tak pernah lihat. Profil dan Pendapat Pembaca: Sebuah Survei BAGAIMANA menilai TEMPO? Kami menilainya sendiri dengan "dinding demokrasi" Otokritik, dan dengan penelitian Biro Pendidikan. Kemudian pembaca juga ikut dengan membeli atau tak membeli TEMPO, dengan mengirim surat kecaman atau pujian. Tapi di samping itu kami juga punya cara "kontrol" lain. Secara diam-diam kami telah meminta sejumlah orang, yang kami anggap berpengalaman dalam masalah media, buat mengirimkan penilaiannya tiap bulan. Secara periodik para penilai itu bila perlu digilir dengan orang lain, ditambah atau dikurangi. Tak cukup dengan itu, dalam jarak waktu tertentu, kami mengadakan survei pembaca. Dulu pernah kami adakan di tahun 1973. Kami kemudian melakukannya lagi, menjelang akhir tahun lalu di tiga kota besar Indonesia (Jakarta, Medan, Surabaya). Dilakukan oleh P.T. In-Search Data, Jakarta, laporannya belum lama berselang telah kami terima. Petikan hasilnya:  Pembaca TEMPO adalah golongan yang berpendidikan cukup tinggi. Hanya 7 dari 200 pembaca yang berpendidikan sampai SLP saja.  Ternyata di samping pembaca yang termasuk pekerja kantoran (white collar) dan mahasiswa, besar juga jumlah pembaca dari golongan blue collar: mereka ini tenaga-tenaga terlatih yang bekerja di lapangan.  Ada 62% dari seluruh pembaca TEMPO yang masih aktif bekerja, di samping siswa dan ibu rumah tangga. Dari semua yang aktif bekerja, 38% bekerja pada pemerintah, 36% swasta dan 20% bekerja sendiri.  75% dari pembaca TEMPO membaca 3/4 bagian sampai seluruh majalah. Hanya 6% dari pembaca yang membaca ¬ bagian atau kurang.  Alasan paling penting membaca TEMPO adalah karena "keaktualan beritanya". Di samping itu alasan penting lainnya yang cukup besar ialah karena "beritanya jelas", terutama di kalangan para pembaca muda. Dan juga karena "beritanya lengkap".  Tentang rubrik yang selalu (hampir selalu) dibaca, 88% pembaca menyebut Pokok & Tokoh, 86% menyebut Nasional (Politik), 81% menyebut Luar Negeri, 78% menyebut Ilmu, 77% menyebut Kriminalitas, 65% menyebut Teknologi, 64% menyebut Hukum, 62% menyebut Pendidikan, 59% menyebut Ekonomi & Bisnis, 54% menyebut Surat & Komentar, 54% Catatan Pinggir, 52% Agama. (lihat grafik bawah).  Rubrik Tari adalah satu-satunya yang paling tak disukai pembaca TEMPO --tak saja oleh pembaca pria, tapi juga pembaca wanita. Para pembaca wanita sendiri tak menyukai rubrik Olah Raga. Resensi film dan teater tak disukai lebih banyak di kalangan pria dan juga pembaca golongan tua.  Para pembaca pria maupun wanita ternyata menganggap ruangan Wanita terlalu sedikit ditampilkan di TEMPO.  Perubahan apa yang dikehendaki pembaca? Cukup besar persentase menghendaki halaman dan isi agar diperbanyak. Kemudian agar berita Olah Raga ditambah. Menyusul: berita Luar Negeri, dan kemudian Wanita.  Iklan yang dianggap paling cocok untuk TEMPO? Persentase terbesar, terutama pembaca pria, menyebut "rokok", kemudian "jam tangan" dan "kendaraan". Pembaca wanita menyebut produk semacam kosmetik dan lainnya. Yang juga menarik ialah bahwa iklan "buku" banyak disebut oleh pembaca tua. Kepada pembaca yang sudah bersedia ikut serta dalam survei, kami sangat berterimakasih. Hasil survei ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi kita semua -- cerminan keinginan yang harus kami pertimbangkan dan sedapat-dapatnya kami penuhi. Apa yang selalu dibaca di TEMPO? Mengapa anda membaca TEMPO? Survei pembaca ke-2 yang baru kami adakan mengungkapkan hal-hal yang menarik -- termasuk golongan apa saja yang membaca majalah ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus