BERAPA kata tiap minggu muncul dalam TEMPO? Paling sedikit
20.000. Tapi itu hanyalah pucuk dari gunung es yang nampak. Di
kantor TEMPO, setiap pekan sebenarnya jumlah kata yang kami
proses paling sedikit 3 kali jumlah itu.
Mungkin banyak pembaca yang ingin tahu bahwa sebagian dari
jumlah kata muncul dalam sebuah majalah. Mungkin banyak pembaca
yang belum tahu (dan karenanya sekarang kami beritahu) bahwa di
kantor TEMPO tiap minggu kami sebenarnya mengolah dua buah
majalah.
TEMPO dan Zaman? Bukan. Zaman, sebuah majalah umum yang unik,
punya staf tersendiri -- terdiri dari sejumlah penulis dan
pelukis yang dipimpin Putu Wijaya. Kantor kami tak sama,
meskipun bertetangga dan ada hubungan cinta. Putu sendiri masih
tetap mengerjakan rubrik Suka Duka TEMPO, sebagaimana penulis
TEMPO kadang menyumbangkan ceritanya ke Zaman. Tapi tim Zaman
pada dasarnya adalah tim yang terpisah.
Baiklah kami ceritakan bahwa berkala yang jadi rangkapan TEMPO
adalah sebuah berkala yang tanpa Surat Izin Terbit. Para pejabat
Departemen Penerangan dan Kopkamtib mungkin tak tahu
kehadirannya. Juga para agen dan distributor. Sebab majalah itu,
bernama Otokritik, adalah majalah intern kami.
Seperti tersirat dari namanya, isinya berisi kritik, yang
ditujukan pada diri sendiri. Ia diisi oleh segenap karyawan --
tak cuma wartawan -- yang sehari-hari mempersiapkan isi,
penyebaran dan penghasilan TEMPO. Di situlah kami menilai
sendiri majalah ini tiap nomor yang baru terbit.
Bentuknya bersahaja: sebuah koran dinding -- seperti yang dulu
pernah dibikin waktu sekolah menengah. Karena itu pemimpin
redaksinya disebut Pangkodin Panglima Koran Dinding) -- kali
ini dijabat Goenawan Mohamad, dengan Redaktur Pelaksana Alex
Korompis dari Tatamuka.
Tiap Selasa siang TEMPO yang baru selesai dicetak dibagikan
kepada karyawan. Setelah cukup membacanya, Rabu pagi biasanya
sudah diketahui apa saja yang dianggap patut dipuji atau dicela
dalam nomor itu. Naskah-naskah penilaian masuk: ada yang dari
Direksi kritikus terbaik selama ini adalah Harjoko Trisnadi --
cermat, jelas dan kena), bagian iklan, keuangan atau, yang
paling banyak, dari para wartawan sendiri. Setelah di-IBM oleh
bagian produksi, ditempelkan di sebuah papan khusus. Di situlah
Otokritik dibaca sambil berkerumun. Di situ pula terdengar
ledakan tawa dan sindir-menyindir.
Yang terkena kritik oleh rekan lain (kadang ada juga yang
mengritik hasilnya sendiri) tentu saja boleh membalas, pada
"dinding demokrasi" yang sama. Balasan ini boleh pula dibalas
lagi, asal singkat dan dianggap perlu oleh Pangkodin. Biasanya
balas-membalas ini tak berlarut-larut, sebab ada penyelesaian
lain: si pengritik ditraktir yang kena kritik. Sakit hati
umumnya dihindari dengan lelucon salah satu syarat tulisan untuk
Otokritik ialah harus pakai humor. Untuk itu S. Prinka
menyelipkan kartun-kartunnya. Atau koran dinding itu diselipi
gambar gadis cantik yang kebetulan menggelikan.
Seminggu sekali "dinding demokrasi" itu dibersihkan, untuk
diganti isinya. Tempelan yang lama didokumentasikan, untuk
kemudian dikirimkan ke wartawan TEMPO di daerah yang dianggap
membutuhkan. Sebab di situ ada misalnya "pemilihan judul
terbaik", contoh sistematik yang dinilai kacau, dan dengan
sendirinya "teori-teori" yang kebetulan bertemu sendiri. Dari
daerah juga para wartawan mengirim naskah buat Otokritk. Orang
bilang ini untuk melaksanakan saling asah saling asih, saling
asuh. Tapi sayang sekali para pembaca tak bisa membacanya ....
MAJALAH dinding Otokritik hanyalah salah satu dari cara kami
mencoba menyempurnakan kerja. Apa boleh buat. Kami telanjur
ketularan kata-kata yang konon datang dari Picasso. Kata
Picasso, karyanya yang terbaik bukanlah karya yang sudah dia
bikin, tapi yang akan dia bikin.
Supaya lebih bisa puas dalam memperbaiki diri, sebuah biro dalam
TEMPO kami dirikan. Namanya "Biro Pendidikan". Ada yang mau
menyingkatnya jadi "Rodik", tapi lantaran kedengaran serem jadi
ditangguhkan. Ketua Biro ini Susanto Pudjomartono. Anggotanya
para Redaktur Pelaksana, Koordinator Reportase, Pemimpin Redaksi
dan, khususnya untuk segi fotografi, Redaktur Foto. Anggaran
biro ini diputuskan dalam rapat budget tiap November -- seperti
anggaran perusahaan di bidang lain -- yang dipimpin Kepala
Divisi Keuangan H. Prajna.
Kegiatan Biro macam-macam percayalah. Ia mengundang ceramah
berkala, mengadakan pengajian bentuknya diskusi), mengirim
tenaga untuk kursus bahasa atau manajemen. Ia juga mengadakan
pertunjukan film atau video kaset, menerbitkan buku pegangan
dan, tentu saja, menyelenggarakan penataran wartawan TEMPO dari
daerah dan pusat.
Salah satu hasil penerbitan Biro ialah sebuah buku (terbit tahun
lalu) yang diberi judul Misalkan Anda Seorang Wartawan TEMPO.
Ini tak lain kitab pegangan setebal 95 halaman untuk penulisan.
Soal lead, penggambaran profil, pemeliharaan kecermatan dan
pemilihan fokus dibahas di sini. Seorang bekas tokoh penerangan
pernah menilai, buku ini "bisa jadi best-seller kalau dijual di
luar." Sayangnya tidak dapat dijual di luar. Sebabnya "ilmu" ini
belum bisa disebar. Juga karena di dalamnya terdapat
potret-potret orang TEMPO dalam posisi yang agak "miring",
pilihan Ed Zoelverdi.
Hasil lain Biro adalah sebuah naskah penyeragaman ejaan, yang
disimpan baik-baik terutama di bagian produksi. Penyusun "kamus"
ini adalah Slamet Djabarudi -- yang karena itu dijuluki "Slamet
Purwadarminta". Slamet mengadakan kontak teratur dengan Pusat
Bahasa, dan salah satu hasil kasak-kusuknya ialah diskusi
ahli-ahli bahasa Yus Badudu, Anton Moeliono dan Lukman Ali di
kantor TEMPO. Kontak ini kontinyu. Dari sinilah antara lain
sebabnya kata Prancis (bukan Perancis) muncul di TEMPO. Jangan
kaget. Insya Allah ejaan semacam itu akan resmi sebentar lagi.
Slamet memang anggota Biro yang antara lain bertugas -- selain
bidang penelitian -- juga jadi wali penjaga ketertiban bahasa.
Tiap minggu ia menyusun satu daftar untuk menegur yang salah
tulis dan yang kurang cermat. Ia pun mengusulkan hal-hal yang
perlu diralat.
Kalau dengan sistem ini kami masih juga "kebobolan", yah,
pembacalah yang kami harap menegur. Sebab baik perencanaan
maupun penelitian, bukanlah "radar" yang akan memberitahukan
kesalahan -- misalnya dalam hal data -- sebelum terjadi.
Kecelakaan seperti itu separuhnya tetap tergantung pada "faktor
pilot", alias manusianya -- baik yang di Jakarta maupun yang di
daerah. Ditambah lagi soal "manusiawi" lain, baik
kesalah-pahaman si wartawan maupun "perubahan sikap" sumber
berita, misalnya.
Dan separuhnya lagi terletak pada referensi. Karena itulah
perpustakaan & dokumentasi memegang peranan sangat penting.
Usaha pembenahan sektor ini ternyata tak mudah. Tetapi oleh
kepalanya, Nico J. Tampi, efisiensi diusahakan meningkat --
termasuk penggunaan alat mikrofilm. Di sayap lain, di bawah
Redaktur Foto, sistem dokumentasi foto diusahakan "mampu
melayani pesanan penulis naskah dalam 5 detik" (ini kecap dari
redakturnya, Ed Zoelverdi). Berkat itulah TEMPO misalnya dapat
menyajikan foto Haji Thahir almarhum, dari simpanan foto lama
semasa ia belum jadi pembicaraan orang ramai.
***
TENTULAH sistem kami bukan yang terbaik dari yang ada. Kami
hanya menganggapnya sebagai yang paling cocok dengan kemampuan
kami saat ini.
Sebab kami, terus terang saja, pagipagi sudah mendaftar
kelemahan kami sendiri. Istilah manajemen yang sering dipakai
ialah kami telah mengadakan 'SWOT Analysis' -- ketika di tahun
1978 Direktur Utama Eric F.H. Samola menggerakkan seluruh divisi
untuk membikin perencanaan 5 tahun.
Daftar kelemahan itu kami coba atasi dengan pelbagai program
perbaikan. Tiap kali ia ditinjau kembali. Tiap tiga bulan Tim
Asistensi Direksi Urusan Perencanaan mengorganisasi rapat
evaluasi, yang dihadiri oleh para "manajer" di kalangan
keredaksian serta ketatausahaan.
Yah, biasa, semuanya berangkat ke Megamendung -- sembari
bersantai, tentu. Kadang-kadang sampai menginap, seluruhnya atau
sebagian. Sebab di tempat istirahat di Bogor ini memang telah
disediakan WTS -- lengkap, syukur, dengan kolam renang plus
kehijauan. WTS, pembaca, adalah singkatan kami untuk 'Wisma
TEMPO Sirnagalih' yang juga buat tempat rekreasi karyawan dan
keluarganya.
Kok banyak benar rapat di TEMPO? Taya seorang tamu. Memang --
dan kami sendiri kadang tak tahu bagaimana semua itu bisa
dilakukan seraya dikejar deadline naskah. Tapi alhamdulillah,
ternyata lulus juga.
Harun Musawa misalnya. Dia bertanggungjawab tiap minggu atas
rubrik Hukum dan Kriminalitas. Tapi juga dia anggota tim
Asistensi Direksi, bersama Nugroho Pradigdo (Kepala Divisi
Pemasaran) dan Bambang Halintar (Kepala Departemen Sirkulasi)
yang harus menggerakkan program-program perbaikan jangka pendek
dan mengontrol hasilnya.
Tapi begitulah. Kata orang, jadi wartawan memang harus bisa
banyak macam. Siapa tahu kalau tiba-tiba .... Mudah-mudahan
tidak. Terimakasih atas semua ucapan selamat ulang tahun.
Setahun sekali kami keluarkan kecap dapur. Tahun lalu kami
ngecap tentang kerja dinihari bagian Tatamuka, tentang rapat
perencanaan dan tentang Dewan Karyawan. Juga tentang perbaikan
organisasi. Tahun ini kami ngecap soal lain ....
20.000 kata tiap minggu dimunculkan di TEMPO. Kurang-lebih 3 x
20.000 diproses di kantor kami di Pusat Perdagangan Senen. Di
antaranya untuk sebuah berkala, bernama Otokritikt yang pembaca
tak pernah lihat.
Profil dan Pendapat Pembaca: Sebuah Survei
BAGAIMANA menilai TEMPO? Kami menilainya sendiri dengan
"dinding demokrasi" Otokritik, dan dengan penelitian Biro
Pendidikan. Kemudian pembaca juga ikut dengan membeli atau tak
membeli TEMPO, dengan mengirim surat kecaman atau pujian.
Tapi di samping itu kami juga punya cara "kontrol" lain. Secara
diam-diam kami telah meminta sejumlah orang, yang kami anggap
berpengalaman dalam masalah media, buat mengirimkan penilaiannya
tiap bulan. Secara periodik para penilai itu bila perlu digilir
dengan orang lain, ditambah atau dikurangi.
Tak cukup dengan itu, dalam jarak waktu tertentu, kami
mengadakan survei pembaca. Dulu pernah kami adakan di tahun
1973. Kami kemudian melakukannya lagi, menjelang akhir tahun
lalu di tiga kota besar Indonesia (Jakarta, Medan, Surabaya).
Dilakukan oleh P.T. In-Search Data, Jakarta, laporannya belum
lama berselang telah kami terima. Petikan hasilnya:
Pembaca TEMPO adalah golongan yang berpendidikan cukup tinggi.
Hanya 7 dari 200 pembaca yang berpendidikan sampai SLP saja.
Ternyata di samping pembaca yang termasuk pekerja kantoran
(white collar) dan mahasiswa, besar juga jumlah pembaca dari
golongan blue collar: mereka ini tenaga-tenaga terlatih yang
bekerja di lapangan.
Ada 62% dari seluruh pembaca TEMPO yang masih aktif bekerja, di
samping siswa dan ibu rumah tangga. Dari semua yang aktif
bekerja, 38% bekerja pada pemerintah, 36% swasta dan 20% bekerja
sendiri.
75% dari pembaca TEMPO membaca 3/4 bagian sampai seluruh
majalah. Hanya 6% dari pembaca yang membaca ¬ bagian atau kurang.
Alasan paling penting membaca TEMPO adalah karena "keaktualan
beritanya". Di samping itu alasan penting lainnya yang cukup
besar ialah karena "beritanya jelas", terutama di kalangan para
pembaca muda. Dan juga karena "beritanya lengkap".
Tentang rubrik yang selalu (hampir selalu) dibaca, 88% pembaca
menyebut Pokok & Tokoh, 86% menyebut Nasional (Politik), 81%
menyebut Luar Negeri, 78% menyebut Ilmu, 77% menyebut
Kriminalitas, 65% menyebut Teknologi, 64% menyebut Hukum, 62%
menyebut Pendidikan, 59% menyebut Ekonomi & Bisnis, 54% menyebut
Surat & Komentar, 54% Catatan Pinggir, 52% Agama. (lihat grafik
bawah).
Rubrik Tari adalah satu-satunya yang paling tak disukai pembaca
TEMPO --tak saja oleh pembaca pria, tapi juga pembaca wanita.
Para pembaca wanita sendiri tak menyukai rubrik Olah Raga.
Resensi film dan teater tak disukai lebih banyak di kalangan
pria dan juga pembaca golongan tua.
Para pembaca pria maupun wanita ternyata menganggap ruangan
Wanita terlalu sedikit ditampilkan di TEMPO.
Perubahan apa yang dikehendaki pembaca? Cukup besar persentase
menghendaki halaman dan isi agar diperbanyak. Kemudian agar
berita Olah Raga ditambah. Menyusul: berita Luar Negeri, dan
kemudian Wanita.
Iklan yang dianggap paling cocok untuk TEMPO? Persentase
terbesar, terutama pembaca pria, menyebut "rokok", kemudian "jam
tangan" dan "kendaraan". Pembaca wanita menyebut produk semacam
kosmetik dan lainnya. Yang juga menarik ialah bahwa iklan "buku"
banyak disebut oleh pembaca tua.
Kepada pembaca yang sudah bersedia ikut serta dalam survei, kami
sangat berterimakasih. Hasil survei ini pada akhirnya akan
bermanfaat bagi kita semua -- cerminan keinginan yang harus
kami pertimbangkan dan sedapat-dapatnya kami penuhi.
Apa yang selalu dibaca di TEMPO? Mengapa anda membaca TEMPO?
Survei pembaca ke-2 yang baru kami adakan mengungkapkan hal-hal
yang menarik -- termasuk golongan apa saja yang membaca majalah
ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini