Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

No.1, No.2 Dan No.3

Rebutan harta kekayaan almarhum haji thahir oleh isterinya, ny. kartika dan sanak saudaranya. (nas)

1 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKARA almarhum Haji Thahir nampaknya bakal tambah ramai. Bekas Asisten Umum Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo itu semasa hidupnya ternyata tidak saja mewarisi harta karun yang puluhan juta dollar AS -- dan kini menjadi sengketa di Pengadilan Tinggi Singapura -- tapi juga meninggalkan banyak istri. Dari Palembang pekan lalu terdengar bantahan bahwa keluarga almarhum telah menyerahkan sengketa harta warisan itu kepada Pemerintah. Sebelumnya menurut Menteri PAN J.B. Sumarlin, salah seorang anak Thahir dari istri pertama di Jakarta, secara lisan telah menyerahkan perkara deposito bersama sejumlah US$ 35 juta di Sumitomo Bank cabang Singapura itu kepada Pemerintah. Jadi kini yang bersengketa memperebutkan harta karun di bank Singapura itu adalah Pertamina versus Ny. Kartika Ratna dikenal sebagai Tante Els, istri muda almarhum H. Thahir (TEMPO, 23 Februari). Tapi Syahziar Syaarani SH, pengacara, atas nama ahli waris almarhum menyangkal "seolah-olah kami telah menyerahkan seluruh harta warisan almarhum H. Thahir yang kini sedang menjadi perkara di Pengadilan Tinggi Singapura." Sebab, lanjut pengacara yang berdomisili di Palembang itu, "ini akan mudah menimbulkan kesan seolah-olah kami mengakui harta itu sebagai hasil korupsi." Atas nama keluarga Thahir yang manakah Syahziar berbicara? Rupanya bukan dari istri pertama, Rukiah ataupun Ibrahim Thahir, putra sulung almarhum. Pengacara mereka ini adalah Tasrif SH. Pengacara Syahziar Syaarani menurut pengakuannya bertindak sebagai penasihat hukum keluarga istri kedua dari almarhum. "Tetapi saya hanya mengurusi sekitar 12,5% dari seluruh kekayaan almarhum yang ada di Indonesia," katanya kepada Bastari Asnin dari TEMPO di Palembang pekan lalu. Namun yang lebih penting, menurut Syahziar, "kami (maksudnya anak-anak almarhum dari istri kedua -- Red.) berpendirian, demi kerukunan keluarga ingin mencari penyelesaian yang terbaik dan terpuji dengan cara musyawarah dan mufakat, tanpa harus menimbulkan rasa kecewa kepada salah satu pihak." Tapi itu pula yang sulit dicapai. Ibrahim Thahir belum tentu setuju. Di pihak lain Ny. Kartika Ratna, yang bersama almarhum H. Thahir membuka rekening bersama di 3 bank di Singapura sejumlah US$ 80 juta -- termasuk yang di bank Sumitomo -- tak mau berkompromi. Istri Keempat Kartika, yang menikah dengan almarhum pada 19 Juli 1974, tanpa dikarunia anak, ternyata bukan istri ketiga almarhum, tapi istri keempat. Dari Rukiah, istri pertama, almarhum punya 5 anak. Dan menurut sebuah sumber yang mengetahui, dari istri kedua almarhum mendapat 3 anak. Dari istri ketiga, seorang wanita Aceh yang telah dicerai almarhum, seperti halnya dengan Kartika, tak lahir anak. Persoalan ini bisa rumit, mengingat Fatma Sari, putri almarhum dari istri kedua, dikabarkan jadi kesayangan almarhum. Ia pernah belajar mode di Paris. Di kota itu Fatma tinggal seapartemen dengan Kartika Ratna. Fatma sendiri setelah berkeluarga kabarnya punya usaha bungalow di Puncak bersama suaminya. Tapi menurut sumber lain yang lekat dengan keluarga almarhum, Fatma Sari juga menempati pavilyun rumah mewah yang ditempati Rukiah dan anak-anaknya di Kemang Raya, Jakarta. Ibu kandung Fatma dan kedua saudara seibunya, Fuad dan Fauzi, telah lama dicerai Haji Thahir. Wanita itu kini menetap di Cianjur, Jawa Barat. Semua anak almarhum menetap di Jakarta. Meskipun hampir semuanya sudah mendapat warisan rumah, rupanya masih terdapat ketidak-sepakatan antara anak-anak itu mengenai kekayaan yang ditinggalkan almarhum. Adanya dua penasihat hukum itu, menurut sebuah sumber, merupakan pertanda adanya ketidak-sepakatan itu di antara anak-anaknya. Ketidakcocokan dua kelompok anak almarhum itu bertambah kusut ketika Kartika Ratna kabarnya menuntut pula warisan almarhum yang ada di dalam negeri, karena merasa diganggu simpanan bersamanya yang di bank Sumitomo itu. Kekayaan Haji Thahir, menurut sumber TEMPO yang lain, sebanyak 70% bersemayam di bank-bank di luar negeri. Sisanya, berbentuk deposito berjangka di bank, tanah dan rumah, ada di Jakarta. Salah seorang famili almarhum di Palembang merasa yakin "tak satu pun kekayaan dia tinggal atau tertanam di Palembang, kecuali rumah tua itu." Rumah di mana almarhum dilahirkan dan dewasa di Karang Bengkuang 10 Ilir Palembang masih tetap seperti dulu -- sebuah rumah papan bertiang, tua dan hampir tak dijamah pembaruan. Rumah ini sekarang ditinggali keluarga adik-adiknya. Almarhum adalah anak tertua dari 6 bersaudara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus