Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tanda Mata Di Galang

Kunjungan poul hartling kt pbb urusan pengungsi ke p. galang.(nas)

1 Maret 1980 | 00.00 WIB

Tanda Mata Di Galang
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
WARUNG kopi di Pulau Galang itu bisa menampung sekitar 100 pengunjung. "Dan selalu penuh tiap malam. Padahal enam bulan lalu tempat ini masih berwujud hutan belukar," ujar Dennis Blair, seorang petugas Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) Kantor Cabang Tanjung Pinang pekan lalu. Warungnya memang sederhana. Bangunan terbuat dari papan dengan meja dan bangku kayu panjang. Dinding belakang berupa rak yang dipenuhi makanan dan minuman kaleng, buah-buahn serta rokok luar negeri yang hampir semua didatangkan dari Singapura. Di halaman depan ada tempat reparasi jam. Sedang di sepanjang jalan yang penuh dengan orang lalu lalang berserakan kios penjual makanan kecil dan buah-buahan. Pulau Galang sekarang memang telah jauh berubah. Semula hanya dihuni sekitar 100 orang karyawan penggergajian kayu PT Mantrust, kini lebih 14.000 pengungsi tinggal di sana. Ratusan barak-barak berdinding papabelasan kilometer jalan beraspal, dermaga dan beton yang hampir rampung dan pipa air minum telah mengubah wajah pulau ini. Ada juga gereja Katolik dan pagoda yang dibuka awal Februari lalu. Dan rumahsakit dengan 28 kamar serta 40 tempat tidur. Galang tidak hanya sekedar tempat penampungan dan pemrosesan pengungsi, tapi nyaris telah menjadi sebuah kota kecil. Sejak 1975 tercatat sekitar 52.000 pengung si Vietnam yang masuk ke Indonesia. Sejak 1979 sampai pekan lalu telah diberangkatkan ke negara ketiga 25.815 pengungsi, hingga sisa pengungsi yang masih tinggal di sini sekitar 27,000 orang. Sejak November tahun lalu dalam sebulan rata-rata 4.000 pengungsi diberangkatkan, sebagian besar ke Amerika erikat dan Australia. Pulau Galang sendiri, bila dikembangkan, bisa menampung sekitar 20.000 pengungsi "Tapi masalah air menyebabkan jumlah yang tinggal di pulau ini dibatasi," kata Laksamana Pertama Kunto Wibisono, Pangdaeral II yang menjabat Ketua Panitia Penanggulangan Pengungsi Vietnam (P3V) Daerah. Selain Galang, para pengungsi di Kepulauan Riau ditampung di beberapa kamp pengungsi seperti di Jemaja, Tarempa, Bintan dan Natuna. Model Para pengungsi yang tinggal di Galang sendiri tampak sehat dan gembira. "Kami senang dan menikmati hidup di sini. Air? Memang belakangan menjadi masalah tapi pemerintah Indonesia bersama UNHCR telah berusaha keras mengatasinya," kata Phan Ngoc Tuan, 45 tahun, yang kini menjabat Wakil Koordinator Kamp. Tiap pengungsi menerima satu paket tiap 5 hari berisi antara lain beras 2 kg, gula 100 gr, garam 50 gr, kacang hijau 100 gr, lombok, supermie, makanan kaleng dan susu bubuk. Bisa dipahami bila Poul Hartling, Komisaris Tingi PBB Urusan Pengungsi yang bersama Menlu Mochtar Kusumaatmadja hari Minggu lalu meninjau Galang menganggap pusat pemrosesan Galang adalah tempat penampungan pengungsi yang terbaik yang pernah dilihatnya. "Galang bisa dijadikan model," katanya di pelabuhan udara Kijang Tanjung Pinang Minggu sore lalu. Untuk membangun Galang, UNHCR menyediakan dana US$ 6,5 juta dan juga sejumlah uang yang sama untuk menjalankannya. Keluhan umum para pengungsi adalah makanan yang kurang bervariasi hingga membosankan. Sistem paket itu memang memudahkan penyaluran makanan, tapi kenyataannya banyak yang menjual jatah paketnya untuk bisa membeli jenis makanan lain. Kabarnya sekitar 15R jatah beras dijual kembali sedang makanan kaleng hampir semua dijual kembali. "Dulu waktu dikoordinir Pusat Koperasi Angkatan Laut pembagian makanan bervariasi hingga tidak ada pengungsi yang menjual jatahnya," cerita suatu sumber TEMPO di Tanjung Pinang. Kini penyediaan dan penyaluran bahan makanan bagi pengungsi dipegang oleh PT Bawok Sinom, anak perusahaan PT Puspita yang berpusat di Jakarta. Beberapa perusahaan dikabarkan bersaing keras untuk menampung jatah pengungsi yang dijual kembali itu. Barang-barang ini kemudian dijual pada penduduk di Kepualaun Riau. Kedatangan pengungsi Vietnam memang telah dimanfaatkan banyak oknum setempat Konon cukup banyak petugas setempat yang memodali para pengungsi untuk berdagang. Kebocoran dana "Sampai saat ini belum kelihatan kebocoran yang menonjol. Sekarang semua pengeluaran sudah diaudit," kata Dennis Blair. Makanan yang kurang bervariasi tampaknya juga menimbulkan akibat lain. "Kasus penyakit yang agak menonjol di sini adalah asma. Mungkin ini karena alergi terhadap makanan kaleng dan karena debu dalam barak," tutur dr. Iwan Jusuf yang memimpin Rumah Sakit Galang. Tanda Mata Kapan Indonesia bebas dari pengungsi Vietnam? Berkat adanya RS Galang serta pebaikan fasilitas RSU Tanjung Pinang dengan bantuan Australia, pemeriksaan kesehatan para pengungsi yang dulu sangat lambat sekarang sudah lancar. Jika semuanya beres, terutama bila sponsor di negara ketiga sudah didapat, seorang pengungsi dapat diberangkatkan dalam waktu 4 sampai 5 bulan. Namun banyak pengungsi yang sudah setahun lebih tinggal di Riau. Mereka yang sakit, cacat dan tidak memiliki ketrampilan umumnya lebih sulit mendapat sponsor. Namun sejak Februari ini telah dilakukan survei untuk mencatat mereka yang cacat, sakit dan kurang trampil agar mereka juga bisa diberangkatkan dengan mengisi lowongan yang ada. "Yang jelas tidak akan ada sisa. Swiss dan Swedia bersedia menerima mereka yang cacat, tua atau kurang trampil itu," kata Menlu Mochtar. Di Tanjung Pinang sendiri sekarang sudah banyak diperbincangkan: mau diapakan Galang bila semua pengungsi sudah pergi? Bupati Firman Eddy mengusulkan pada Depdagri agar Galang dengan fasilitasnya yang bagus yang menurut Menlu Mochtar merupakan "tandamata" -- bisa dijadikan kecamatan. Pengusahaan tanaman keras serta pariwisata mempunyai prospek baik di pulau ini. Banyak yang menduga, Galang bisa dikosongkan dari pengungsi dalam 6 bulan ini. "Saya kok lebih pesimistis. Saya kira paling tidak masalah pengungsi baru bisa diselesaikan lebih dari satu tahun," kata Laksma Kunto Wibisono. Poul Hartling sendiri membayangkan Galang kelak bisa dipakai sebagai pusat pemrosesan pengungsi yang kini ada di Thailand atau Malaysia berdasar fungsi Galang yang "dijanjikan Indonesia". Pemerintah Indonesia tampaknya kurang menyukai prospek ini. "Pengungsi di Thailand dan Malaysia tidak harus pergi lewat Galang. Kalau mereka bisa pergi langsung ke negara penerima ya biar langsung saja. Dan mudah-mudahan keadaan tidak berkembang hingga hal itu perlu," tegas Menlu Mochtar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus