Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH proposal datang dari PT Cirebon Electric Power ke manajemen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) pada awal Oktober lalu. Pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Unit 1 di Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, ini mengusulkan pembangkitnya masuk program pensiun dini (early retirement).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP), Cirebon Electric Power menilai proyeknya memenuhi kriteria program pensiun dini pembangkit berbahan bakar batu bara yang sedang dihelat PLN. “Jadi mereka (IPP Cirebon) yang ingin ikut program early retirement,” ujar Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo kepada Tempo, Sabtu, 19 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gayung bersambut. PLN menerima tawaran itu dan memasukkan PLTU Cirebon 1 ke program penghentian operasi PLTU, baik secara alami maupun lebih cepat, dan menggantinya dengan pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, pembangkit dengan kapasitas 6,7 gigawatt (GW) bakal diterminasi hingga 2040. Rinciannya, sebesar 3,2 GW masuk program penghentian operasi secara natural dan 3,5 GW menggunakan skema pensiun dini.
Perseroan, kata Darmawan, sedang menjajaki peluang kerja sama dengan lembaga keuangan internasional untuk mendukung penghentian operasi PLTU. “Kami terus berproses dengan mitra dan lembaga investasi global. Kami tidak akan melanjutkan operasi PLTU yang sudah usang,” ucapnya.
Hartanto menjelaskan, proposal Cirebon Electric Power sudah dibahas secara intensif di dalam PLN. Menurut dia, perseroan berdiskusi dengan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Lembaga Pengelola Investasi, yang dikenal dengan nama Indonesia Investment Authority (INA). “Kami kebut (pembahasan) bersama ADB dan INA.”
Tak sampai dua bulan, kesepakatan tercapai. PLTU Cirebon 1 akan menjadi pilot project pensiun dini pembangkit batu bara swasta dengan skema mekanisme transisi energi (energy transition mechanism/ETM). Kerja sama diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman antara PLN dan ADB untuk menjajaki rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1 melalui skema ETM.
Penandatanganan dihadiri Darmawan Prasodjo, Presiden ADB Masatsugu Asakawa, Presiden Direktur Cirebon Electric Power Hisahiro Takeuchi, dan CEO INA Ridha D.M. Wirakusumah. Penandatanganan dilakukan pada saat peluncuran ETM Country Platform di Nusa Dua, Bali, Ahad, 13 November lalu.
ETM adalah skema kerja sama yang ditawarkan pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak yang ingin terlibat dalam proyek energi bersih di Indonesia. ETM dibentuk untuk memberi ruang transparansi bagi para investor, lembaga donor internasional, ataupun sektor swasta terhadap proyek energi bersih di Indonesia. Dengan skema ini, pendanaan proyek energi bersih bisa dikolaborasikan melalui pembiayaan campuran dari berbagai sumber untuk segala sektor.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa mengatakan ADB sepakat membuka diskusi detail tentang upaya mempercepat penghentian operasi PLTU Cirebon 1 yang berkapasitas 660 MW. Kolaborasi ini bertujuan mencapai target pengurangan emisi CO2 yang signifikan melalui model yang dapat ditiru dan diterapkan ke IPP lain di Indonesia, juga proyek lain di Asia-Pasifik dan sekitarnya.
Presiden Asian Development Bank Masatsugu Asakawa di Tokyo, Jepang, 29 November 2019. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Menurut Asakawa, proyek Cirebon 1 dipilih antara lain karena pemilik PLTU ini kombinasi yang merepresentasikan pemerintah Indonesia, swasta, dan internasional. Selain itu, pembangkit batu bara ini berusia sedang (12 tahun) dan mempunyai struktur finansial yang sehat sehingga memudahkan penerapan refinancing.
Nantinya, struktur transaksi final akan menentukan kapan waktu yang tepat untuk memensiunkan Cirebon 1. PLTU ini beroperasi mulai 2012 dengan masa kontrak 30 tahun—berakhir pada 2042. "Pada saat itu usianya 30 tahun," tutur Asakawa.
PLTU batu bara umumnya beroperasi selama 40-50 tahun. Jika tidak ada program pensiun dini, Cirebon 1 bisa mengajukan permohonan perpanjangan kontrak 10-20 tahun mulai 2042. Sebaliknya, jika penghentian dilakukan pada 2037, masa operasinya akan berkurang 15 tahun dengan asumsi periode operasi 40 tahun.
Selanjutnya, para pihak akan bernegosiasi mengenai detail rencana pensiun dini Cirebon 1. Setelah kesepakatan tercapai, ADB akan memberikan fasilitas pensiun dini dalam bentuk utang yang diprioritaskan atawa senior debt. Syaratnya, tenor perjanjian jual-beli listrik antara Cirebon Electric Power dan PLN dipersingkat melalui ETM. “ETM memberi contoh bagi negara lain untuk menempa jalan menuju target nol emisi. Di masa mendatang, ADB berkomitmen mendukung upaya ini di seluruh Asia dan Pasifik,” Asakawa menjelaskan.
Presiden Direktur Cirebon Electric Power Hisahiro Takeuchi menilai ETM memberi pendekatan inovatif bagi perusahaan untuk melakukan transisi dari batu bara ke energi bersih. “Sekaligus menyediakan daya yang andal dan terjangkau untuk infrastruktur energi Indonesia.”
•••
SEKTOR energi baru dan terbarukan menyedot 51 persen dukungan pembiayaan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Dalam laporan tahunan 2021, tercatat proyek EBT yang dibiayai dengan skema pembiayaan berkelanjutan mencapai 669 megawatt. Sarana Multi Infrastruktur telah membiayai proyek dengan skema serupa secara kumulatif senilai Rp 79,6 triliun dengan outstanding saat ini Rp 11,8 triliun.
Hartanto Wibowo mengatakan program pensiun dini PLTU bisa dijalankan hanya bila mendapatkan pendanaan murah. Sebab, program itu tidak boleh memberi beban tambahan kepada negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan skema ETM bisa menjadi jalan tengah bagi PLN. Sebab, selain menyediakan energi bersih dan murah bagi masyarakat, skema ini tidak akan membebani keuangan perusahaan dalam proses transisi energi.
PLN merancang berbagai model pensiun dini PLTU. Satu model yang sebelumnya diluncurkan adalah skema spin-off with blended financing, bekerja sama dengan PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Penandatanganan pokok-pokok kerja sama (principal framework agreement/PPA) di antara dua perusahaan pelat merah itu dilakukan dalam agenda State-Owned Enterprises International Conference di Bali, 18 Oktober lalu.
Dalam kerja sama tersebut, PLN akan melepas aset PLTU Palabuhanratu, yang dikenal sebagai PLTU Jawa Barat 2, di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pembangkit listrik berkapasitas 3 x 350 megawatt ini dikelola anak perusahaan PLN, yakni PT Indonesia Power—kini disebut Generation Company atau Genco 2. Melalui skema pensiun dini, PLN dan PT Bukit Asam berkomitmen mempersingkat masa operasi PLTU Palabuhanratu dari 24 tahun menjadi 15 tahun.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menilai pemerintah dan PLN perlu mempercepat pelaksanaan program pensiun dini PLTU, yakni sebelum 2030. Sebab, rencana pensiun dini yang ada sekarang akan diterapkan sesudah 2030. Padahal untuk mencapai target emisi puncak sebanyak 290 juta ton CO2 pada 2030, seperti target Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) di Indonesia, perlu pengakhiran 5,5-6 GW PLTU sebelum 2030. “Sampai saat ini masih belum ada transaksinya,” kata Fabby.
Menurut Fabby, basis pensiun dini adalah kontrak jual-beli listrik (PPA). Dalam konteks PLTU Cirebon 1, ia menjelaskan, nilai pensiun dini didasarkan pada nilai ekonomi PPA antara PLN dan Cirebon Electric Power. Jadi penghitungannya adalah sisa nilai kontrak dari PPA ditarik ke tahun pensiun yang dipercepat itu. “Itu tidak akan merugikan perusahaan swasta pemasok listrik,” ucapnya.
Di sisi lain, PLN pun tidak rugi karena tidak memakai dana internal, melainkan hibah dari ADB dan Climate Investments Fund. Selain itu, pensiun dini seperti PLTU Cirebon tidak langsung terlaksana sekarang, tapi dalam beberapa tahun ke depan. Artinya, masih ada waktu bagi PLN untuk menyiapkan perencanaan sistem. “Paling mengubah perjanjian kerja sama, tentang lamanya kontrak saja, tidak dengan harga,” ujar Fabby.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo