Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ikhtiar Bank untuk Kredit Hijau

Bank menyusun penyaluran dan penghitungan risiko pembiayaan hijau. Masih butuh penyesuaian.

20 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • UOB dan DBS menetapkan target ambisius untuk program net zero emission 2050.

  • BRI dan Bank Mandiri kian gencar menyalurkan pembiayaan hijau.

  • OJK memberikan insentif untuk penerbitan obligasi hijau.

UNITED Overseas Bank Limited atau UOB menetapkan target ambisius untuk mendukung pembiayaan hijau di Asia Tenggara. Bank yang bermarkas di Singapura ini menetapkan target nol emisi karbon pada 2050. “Target itu cukup ambisius, tapi masih realistis,” kata Deputy Chairman dan Chief Executive Officer UOB Wee Ee Cheong pada Senin, 7 November lalu.

Untuk mencapai target itu, UOB menyalurkan 60 persen kredit pada enam sektor, yaitu kelistrikan, kendaraan listrik, minyak dan gas, real estate, konstruksi, dan baja. Syaratnya, keenam sektor itu memenuhi kriteria bisnis berkelanjutan dan turut dalam upaya menekan emisi karbon.

Target serupa ditetapkan DBS Bank Limited pada September lalu. Komitmen ini merupakan langkah lanjutan DBS setelah menandatangani Net-Zero Banking Alliance pada Oktober 2021. Dalam skema tersebut, DBS wajib menyelaraskan portofolio pinjaman dan investasi dengan program-program yang mendukung pencapaian nol emisi karbon pada 2050.

Di Indonesia, belum ada bank yang memiliki komitmen semacam itu. Tapi upaya menyediakan pembiayaan hijau atau green financing sudah menjadi inisiatif beberapa bank melalui penyaluran kredit pada sektor-sektor ramah lingkungan.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjadi satu dari tujuh bank nasional yang mulai menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan. Menurut Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto, skema ini tertuang dalam rencana aksi keuangan berkelanjutan perseroan. "Sebagai first mover on sustainable banking di Indonesia, BRI terus meningkatkan pembiayaan kepada aktivitas bisnis berkelanjutan,” ucapnya pada Selasa, 15 November lalu.

Menurut Aestika, BRI juga menghitung risiko pembiayaan hijau, termasuk apa saja dampak krisis iklim yang bakal dihadapi calon debitor. Pembahasan isu lingkungan seperti masalah hutan dan perubahan iklim, yang mungkin berdampak pada debitor BRI, berlangsung dalam rapat direksi dan komite manajemen risiko yang dihadiri divisi-divisi terkait. Aestika mengatakan BRI saat ini memiliki divisi khusus yang mengurusi persoalan lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environmental, social, and governance (ESG).

Agar skema green financing menarik bagi debitor, BRI juga meninjau kebijakan pemberian kredit segmen korporasi dengan menambahkan aspek penilaian ESG, termasuk matriks risiko seperti bagi debitor di sektor perkebunan sawit dan manufaktur. “Apabila debitor telah menerapkan praktik ESG, akan menjadi nilai tambah dalam penilaian yang dilakukan BRI," ujar Aestika.

Sepanjang tahun lalu, BRI menyalurkan 65,1 persen dari total kredit pada kategori kegiatan usaha berkelanjutan (KKUB). Kredit KKUB itu disalurkan pada sepuluh jenis kegiatan usaha berkelanjutan, yakni usaha mikro, kecil, dan menengah; energi terbarukan; pencegahan dan pengendalian polusi; pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan; konservasi keanekaragaman hayati darat dan air; transportasi ramah lingkungan; pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan; eco-efficient product; bangunan berwawasan lingkungan; dan kegiatan usaha berwawasan lingkungan lain. Di antaranya kredit ke Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso Energy sebesar US$ 35 juta dan PLTA Kerinci Merangin senilai US$ 10 juta.

Upaya menarik debitor untuk memanfaatkan pembiayaan hijau juga dilakukan oleh PT Bank BTPN Tbk. Menurut Communications and Daya Head Bank BTPN Andrie Darusman, ada dialog dengan nasabah yang menunjukkan minat pada skema green financing. Dialog ini, menurut dia, bisa meningkatkan kesadaran bersama mengenai program berorientasi lingkungan, seperti dekarbonisasi dan proyek-proyek ESG. "Harapannya dapat mendukung para nasabah dari segi pembiayaan hijau atau sustainability-linked loan," tuturnya pada Jumat, 18 November lalu.

Dian Ediana Rae. (ANTARA/ Yudhi Mahatma)

Sejak Januari hingga September lalu, Bank BTPN sudah menyalurkan pinjaman Rp 6,7 triliun untuk kegiatan usaha berwawasan lingkungan sesuai dengan definisi yang diatur Otoritas Jasa Keuangan. Sektor usaha itu antara lain energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, efisiensi energi, serta bangunan berwawasan lingkungan. Jumlah pinjaman ini, menurut Andrie, naik 52 persen dari Rp 4,4 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Selain menyediakan pembiayaan hijau, sejumlah bank di Indonesia menerbitkan obligasi berkelanjutan. BRI menerbitkan obligasi berkelanjutan pertama yang memenuhi Standar Obligasi Berkelanjutan ASEAN pada 2019. Sampai akhir 2021, dana hasil penerbitan obligasi berkelanjutan BRI sudah disalurkan ke proyek-proyek berkelanjutan. Sebanyak 69 persen di antaranya masuk ke proyek sosial dan 31 persen untuk proyek hijau.

Pada Juni lalu, BRI menerbitkan Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan I Tahap I 2022 dengan target Rp 15 triliun. Dana itu akan digunakan dengan alokasi 70 persen untuk green financing dan sisanya buat pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Pada tahun yang sama, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menerbitkan obligasi hijau dalam denominasi rupiah dengan target Rp 5 triliun. Aksi korporasi itu dilakukan BNI untuk membiayai proyek-proyek kegiatan usaha berwawasan lingkungan, seperti energi terbarukan, pengolahan sumber daya alam, konservasi keanekaragaman hayati, dan transportasi ramah lingkungan.

Obligasi berkelanjutan yang dirilis BNI terdiri atas dua seri, yakni seri A bernilai pokok Rp 4 triliun dengan tingkat bunga 6,35 persen per tahun serta Seri B dengan jumlah pokok Rp 1 triliun dan bunga 6,85 persen per tahun dengan masa jatuh tempo lima tahun.

Pada kuartal I tahun ini, BNI menyalurkan pembiayaan hijau hingga Rp 170,5 triliun atau setara dengan 28,9 persen dari total portofolio kredit BNI. Porsi kredit untuk usaha kecil dan menengah mencapai Rp 115,2 triliun, selebihnya untuk pembangunan ekosistem lingkungan, energi baru dan terbarukan, pengelolaan polusi, serta pengelolaan limbah.

Executive Vice President Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk atau BCA Hera F. Haryn mengatakan peluang pertumbuhan pembiayaan hijau makin besar seiring dengan bertambahnya perhatian dunia usaha pada aspek lingkungan. Hingga September lalu, BCA sudah menyalurkan kredit ke sektor berkelanjutan sebesar Rp 172,7 triliun—naik 18,6 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu dan memiliki porsi 25,1 persen dari total kredit. Menurut Hera, BCA juga mengkaji peluang penerbitan obligasi berkelanjutan. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae mengatakan komitmen bank Indonesia untuk menyalurkan pembiayaan hijau jauh lebih baik dibanding negara berkembang lain. Berdasarkan hasil survei implementasi kebijakan keuangan berkelanjutan OJK pada Juni lalu, total portofolio hijau perbankan mencapai Rp 762,7 triliun. 

OJK, menurut Dian, memberi insentif untuk penerbitan green bond berupa diskon pungutan atas biaya pendaftaran menjadi hanya 25 persen dari pungutan semula. "Hingga saat ini ada beberapa bank yang telah menerbitkan green bond untuk pembiayaan usaha berwawasan lingkungan," ujarnya pada Jumat, 18 November lalu.

Meski begitu, Dian menambahkan, masih ada risiko pada pembiayaan hijau. OJK juga mengawasi bank dan lembaga jasa keuangan lain dalam penerapan taksonomi hijau atau daftar usaha yang memenuhi aspek bisnis berkelanjutan. Dian tak menampik kabar bahwa saat ini masih ada saja yang belum berada di jalur yang semestinya. "Masih sama-sama belajar. Kalau sudah yakin, baru susun rencana jangka pendek, menengah, dan panjang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus