Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RULY Firmansyah dan Edwin Nugraha Putra sibuk menjajakan sejumlah proyek energi hijau di sela-sela pertemuan State-Owned Enterprise International Conference 2022 di Bali pada 18 Oktober lalu. Dua petinggi anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) ini memanfaatkan kedatangan sejumlah investor asing kakap dalam perhelatan tersebut untuk menawarkan peluang investasi sektor pembangkit hijau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruly, Direktur Utama PT PLN Nusantara Power, yang sekarang disebut Generation Company (Genco) 1, menawarkan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung berkapasitas 100 megawatt (MW) di Bendungan Karangkates, Jawa Timur. “PLTS Karangkates akan menjadi salah satu yang terbesar di Jawa Timur untuk memperkuat pasokan listrik Jawa bagian timur dan Bali,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Edwin, Direktur Utama PLN Indonesia Power alias Genco 2, menawarkan proyek besar lain. Dia menawari sejumlah investor ikut dalam proyek PLTS terapung Gajah Mungkur, Jawa Tengah. Sama dengan PLTS Karangkates, pembangkit Gajah Mungkur ditargetkan beroperasi pada 2025.
Genco 2 memang agresif berburu mitra strategis. Sebelumnya, perusahaan itu merilis kabar kerja samanya dengan ACWA Power—pemain besar sektor kelistrikan Arab Saudi—untuk mengembangkan PLTS terapung Singkarak, Sumatera Barat; dan PLTS terapung Saguling, Jawa Barat. Pembangkit itu masing-masing berkapasitas 50 MW dan 60 MW dengan total investasi US$ 104,95 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan perseroan memang tengah menggenjot pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Selain itu, PLN bekerja keras mencari jalan mendapatkan pembiayaan proyek yang selama ini kerap menjadi kendala. “Kami berharap proyek ini mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan EBT di Indonesia,” ucapnya.
Pelbagai jalur lobi dan road show yang ditempuh para petinggi PLN berbuah manis. Perusahaan setrum pelat merah ini mendapat pelanggan premium yang siap menyedot listrik dari energi terbarukan. Amazon Web Services Inc, raksasa Internet asal Seattle, Amerika Serikat, akan menggunakan listrik berbasis EBT yang dipasok PLN untuk semua kegiatan operasionalnya di Indonesia. Perusahaan layanan cloud computing ini membutuhkan sekitar 210 MW. Amazon menargetkan dalam dua tahun ke depan dialiri listrik bersih dari PLN dengan nol emisi karbon.
Empat pembangkit surya yang dibawa PLN bersafari digadang-gadang akan menopang kebutuhan listrik Amazon. Di antaranya PLTS Karangkates dan PLTS Saguling. Dua lainnya adalah PLTS Bali Barat (25 MW) dan PLTS Bali Timur (25 MW) yang dioperasikan Medco Power. "Kami berharap kolaborasi dengan perusahaan yang berkesadaran lingkungan seperti ini akan makin banyak di Indonesia," ujar Darmawan.
Kerja sama ini bukan yang pertama bagi PLN dan Amazon. Pada November 2020, PLN memulai layanan pusat data AWS di Cikarang, Jawa Barat. Di titik ini, kebutuhan daya baru sekitar 2 x 7 MW. Kerja sama pun berlanjut. Kedua korporasi bernegosiasi intensif membicarakan kerja sama serupa dalam skala yang lebih besar.
Juru bicara PLN, Gregorius Adi Trianto, mengatakan pembahasan layanan kebutuhan khusus bagi Amazon telah dimulai pada triwulan ketiga 2021. Pembahasan itu dilanjutkan dengan kesepakatan yang lebih konkret melalui nota kesepahaman untuk memenuhi kebutuhan 100 persen energi terbarukan AWS pada 2025 dengan empat proyek pembangkit surya.
Menurut Managing Director, Data Center Planning & Delivery Amazon Web Services untuk Asia-Pasifik, Jepang, dan Cina Carly Wishart, pihaknya tengah mengupayakan semua kegiatan operasional perusahaan ditopang oleh EBT pada 2025. “Lima tahun lebih cepat dari target semula pada 2030,” tuturnya.
Amazon menyambut baik penawaran PLN yang merintis mekanisme baru pengadaan EBT bagi perusahaan. Wishart berharap kerja sama akan terus berlanjut sehingga PLN bisa membantu mewujudkan jaringan listrik nol karbon di semua wilayah operasional bisnis Amazon di Indonesia. "Kami berkomitmen pada visi tersebut dan berupaya mewujudkannya melalui pembelian energi terbarukan dan inisiatif kebijakan,” katanya.
Selain PLTS skala besar, proyek serupa berkapasitas kecil, yakni PLTS atap, dikembangkan. Sejumlah bank berkomitmen membiayai bahkan dengan skema yang sederhana melalui kartu kredit. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. misalnya, mencatat layanan pinjaman di sektor hijau telah mencapai Rp 101 triliun, per Desember 2021, di antaranya berupa kartu kredit untuk panel surya.
Layanan pembiayaan serupa diberikan CIMB Niaga. Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan minat masyarakat terhadap produk pembiayaan panel surya mulai tampak, meskipun kontribusinya masih sangat kecil dibanding jenis pembiayaan lain. “Yang terpenting kami mulai mengajak masyarakat lebih peduli pada masa depan, mulai sekarang,” ujarnya.
Lani menilai ada masalah berupa kesadaran masyarakat akan keberlanjutan yang belum terlalu terbentuk. “Jadi semua pihak harus saling mendukung, terus meningkatkan awareness.”
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan secara umum Indonesia memperlihatkan kemajuan sejak 2018 dalam pengembangan energi surya. Tapi pertumbuhannya masih tergolong lambat. “Perlu reformasi regulasi dan implementasinya,” ucapnya dalam peluncuran laporan Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023 pada pekan keempat Oktober lalu.
Berdasarkan ISEO 2023, kemajuan energi surya Indonesia tampak dari turunnya harga listrik PLTS dalam perjanjian pembelian tenaga listrik oleh PLN dari pengembang listrik swasta. Selama 2015-2022, harga listrik PLTS turun sekitar 78 persen, yakni dari US$ 0,25 menjadi US$ 0,056 per kilowatt-jam.
Menurut Fabby, yang perlu dilakukan pemerintah dan PLN adalah memberi kemudahan perizinan instalasi PLTS atap dan mendukung pemanfaatan PLTS atap pelbagai level konsumen. Dia mengatakan ketersediaan pendanaan berupa kredit lunak dapat mendukung adopsi PLTS atap skala rumah tangga. “Selain itu, perlu mendorong pemanfaatan PLTS di kawasan industri dan di wilayah usaha non-PLN,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo