Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isu utang pemerintah yang menggunung pada era Presiden Joko Widodo rupanya mengusik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Selasa sore pekan lalu, setelah mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden yang membahas tingkat kandungan dalam negeri, Ani--sapaan akrabnya--bersama rombongan mampir ke kantor Tempo. Ia menjelaskan ihwal naiknya utang pemerintah. "Utang kita pakai untuk investasi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perbaikan institusi," katanya.
Selama satu jam lebih, ia menjelaskan bahwa pemerintah harus menambah utang dan melebarkan defisit agar tetap bisa membangun. Tema utang pemerintah pada era Presiden Jokowi menggelinding setelah pemerintah menyerahkan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 ke Dewan Perwakilan Rakyat pada 6 Juli lalu.
Seberapa bahaya utang kita saat ini?
Kalau utang kita setinggi Yunani, yang sudah 180 persen dari produk domestik bruto (PDB)-nya, defisit satu persen saja sudah bahaya. Sekarang utang Indonesia 28 persen dari PDB. Jadi, kalau defisit anggarannya 2,67 persen, apakah bahaya? Tergantung defisitnya dipakai untuk apa. PDB kita naik 5 persen. Jadi, kalau tambahan utangnya 2 persen, utang turun dari sisi persentase. Wong, denominasinya makin gede. Singkatnya, utang Indonesia saat ini tidak berbahaya. Utang kita pakai untuk investasi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perbaikan institusi, dan itu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, kesejahteraan yang lebih adil, dan pemerataan ekonomi.
Kalau posisinya aman, kenapa isu utang pemerintah menjadi perhatian Anda?
Saya rasa sih karena enggak ada isu lain saat ini. Lalu dibikin isu utang. Ambil sepotong saja dari APBN saya, Anda bisa mendapatkan bahan isu apa saja yang ingin Anda buat.
RAPBN Perubahan 2017 mematok defisit anggaran 2,9 persen, tapi Anda bilang bisa dimaksimalkan jadi 2,6 persen. Bagaimana caranya?
Dilihat dari rekam jejak belanja kita, tidak ada satu pun yang bisa menyerap anggaran 100 persen. Dengan estimasi kementerian dan lembaga serta daerah enggak bisa belanja 3-5 persen saja, defisit bisa 2,67 persen.
Pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur, tapi peran masifnya ada di badan usaha milik negara. Swasta seolah-olah dilupakan….
Presiden sudah berkali-kali mengatakan prioritas pembangunan nasional ada 247 proyek. Rasanya, swasta enggak akan kekurangan proyek itu. Namun yang kelihatan di depan mata semuanya tampak sudah disapu bersih oleh BUMN. Kita semua tahu neraca BUMN kita terbatas. Cepat atau lambat, swasta pasti masuk.
Sejauh mana kita mau mengistimewakan BUMN?
Untuk beberapa proyek, memang peran BUMN tidak bisa dihindari. Tapi jangan sampai neraca BUMN tidak bisa berkelanjutan dengan berbagai proyek pemerintah ini. Secara alamiah akan muncul swasta dan Presiden sudah memerintahkan agar BUMN tidak terlalu dominan. Tapi, ketika kita membangun dari pinggiran, tentu swasta enggak ada yang mau masuk.
Seberapa kuat anggaran negara menanggung begitu banyak proyek infrastruktur?
Kebutuhan anggaran infrastruktur menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 itu Rp 5.000 triliun. Hanya 40 persen yang bisa didanai APBN, APBD, termasuk BUMN. Opsi saya adalah, misalnya dalam proyek kereta ringan Jabodebek, kalau pemerintah punya Rp 1 triliun, sebaiknya saya belanjakan melalui Menteri Perhubungan. Saya injeksi juga modal ke PT Kereta Api Indonesia Rp 1 triliun. PT KAI kemudian bisa mencari utang lebih besar lagi. Atau saya memberi jaminan, jadi APBN enggak berkurang. Opsi pemerintah banyak. Saya dulu enggak yakin dengan proyek light rail transit Jabodebek itu. Bagaimana mau kerja tanpa kontrak? Cara kerja yang bagus berarti banyak buat perkembangan proyek dan eksekusinya. Saya sudah meminta Direktur Jenderal Kekayaan Negara melihat neraca semua BUMN. Berapa mereka bisa me-leverage utang dari ekuitas yang ada.
Jadi problemnya bukan anggaran, melainkan pelaksanaannya?
Di Bank Dunia, butuh dua tahun hanya untuk memulai desain, catatan konsep, sampai desain siap ditawarkan, baru diskusi groundbreaking proyek. Bahwa speed itu penting iya, tapi perencanaan berarti banyak.
Sekarang groundbreaking dulu, urusan lain belakangan?
Enggak, yang sekarang sudah mulai dibereskan.
Bukankah semua proyek infrastruktur itu target selesainya 2019?
Enggak semua selesai, ya, enggak apa-apa juga. Tapi, sebagai presiden yang dipilih sampai 2019, beliau ingin menunjukkan bahwa target itu bisa tercapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo