MENYEBUT AIDS saja, Susi bisa sengsara. Anak bungsu dari sembilan bersaudara ini hidup sebatang kara karena sudah lama ditinggal mati oleh kedua orangtuanya. Ia bersekolah sampai kelas 3 SD. Berbekal kepandaian menjahit, ia merantau dan membuka usaha menjahit di Pasar Horas, Pematangsiantar, Sumatera Utara, sejak enam tahun lalu. Di kota itu, Liani Nainggolan alias Susi, 26 tahun, mondok bersama tiga cewek lainnya di Jalan Cipto. Sedangkan delapan saudaranya tinggal di kampungnya. Meski berasal dari kawasan obyek wisata Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, ia mengaku bukan penganut seks bebas. "Saya masih gadis," kata cewek berambut mirip Demi Moore itu. Menjelang Natal barusan, ia bukan hanya sibuk dengan jahitan, tapi juga berurusan dengan pengadilan. Ia dituduh memfitnah seseorang "mati karena korban AIDS". Cerita bermula dari kematian Elman Siallagan, 48 tahun, pegawai Kantor Pengadilan Negeri Pematangsiantar, yang punya kios berdekatan dengan kios Susi. Lelaki bertubuh agak kurus itu, sejak awal tahun lalu, sering sakit dan dibawa ke Jakarta, Agustus lalu, karena dokter setempat sudah angkat tangan. Di Jakarta pun, dokter menyerah. "Kami hendak membawanya ke Singapura, tapi sudah takdir, Bapak meninggal di Jakarta," kata Boru Marpaung, istri Elman. Mayatnya dalam peti yang tertutup rapat diterbangkan ke Sumatera. Pelayat hanya bisa melihat wajahnya dari lubang berkaca. Ini menimbulkan isu: kena AIDS. Kabar burung menggelembung di kalangan wanita. Susi tak terkecuali. Ia bercerita kepada teman sepondokannya. Tak disadarinya, ada yang tak berkenan mendengarnya, yakni Rosmince boru Siagian -- pemasok barang kerajinan ke kios milik Elman. Hubungan mereka lalu merenggang. Tapi yang membuat emosi Susi memuncak: ia dituduh Rosmince disekolahkan orang lain, karena ayahnya sudah lama meninggal. Pertengkaran kian marak. Rosmince mungkin merasa kesemutan menyimpan rahasia, lalu membeberkan kisah versi Susi kepada keluarga Elman. Rosmince, yang merajut barang kerajinan itu, sering mengantar barang ke sana. Mendengar itu, Edward Siahagan panas. Anggota keluarga Elman ini menarik Susi dan membawanya ke Dokter Sihar Siahaan yang pernah merawat Elman. Sebelum itu, Edward juga menghajar seorang pegawai kejaksaan karena menyebarkan isu yang sama. Setelah mendapat penjelasan dari dokter bahwa Elman bukan penderita AIDS, Susi lalu dibawa ke kantor polisi. Polisi menganggap urusan ini setara dengan perkara tilang -- berkasnya langsung diserahkan ke pengadilan tanpa melalui jaksa. Hakim Sammy Purba, yang menyidangkannya di Pengadilan Negeri Pematangsiantar pada tengah Desember lalu, berpendapat lain. Maka, berkas itu dikembalikan lagi kepada polisi untuk dijadikan perkara biasa. Sebab, menurut hakim lulusan UI itu, pasal 315, yang ancaman hukumannya maksimal empat bulan dua minggu atau denda Rp 300, pantas digantikan penyidik menjadi pasal yang lebih berat. Menurut Andar Purba, Kepala Pengadilan Negeri Pematangsiantar, ini bukan karena memihak Elman yang pernah menjadi panitera di situ. "Ini bukan perkara ringan, karena pembuktiannya tidak gampang," kata Andar kepada Irwan E. Siregar dari TEMPO. "Virus" gunjingan boleh jadi beredar sepasar, namun sialnya, sudah suratan Susi rupanya. "Saya sendiri bahkan tidak tahu apa arti AIDS," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini