Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI panggung pertunjukan, Panembahan Reso 34 tahun kemudian, Sabtu, 25 Januari lalu, adalah tokoh yang serupa tapi tak sama. Di teater di Ciputra Artpreneur, Jakarta, itu, sang tokoh terasa menyatu dengan para pemain yang lain. Memang ia tetap mudah ditemukan oleh penonton dari ucapannya, dari cara bergerak, dari kostum. Namun Whani Darmawan, sang pemeran, tak sebagaimana W.S. Rendra ketika pada 1986 memerankan tokoh yang sama, sejauh yang saya bisa ingat. Rendra, dalam pementasan perdana naskah dengan judul tokoh itu, Panembahan Reso, bukan hanya penulis naskah dan sutradara drama yang memerlukan sekitar 40 pemain. Dia juga menjadi pusat perhatian begitu ia tampil. Tak begitu keliru jika ia mendapat julukan Sang Burung Merak--begitu ia muncul dalam satu adegan, “burung-burung” yang lain seperti kehilangan warnanya. Bahkan, ketika ia dianggap oleh para pemain lain tidak tampil prima pada hari pertama dari dua hari pementasan di Istora Senayan, Jakarta, Agustus 1986, ia tetap “merajai” panggung, tetap ada tepuk tangan penonton setiap kali ia muncul.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo