SIMPUL dasi itu terikat sempurna di atas pangkal kerah kemeja katun putih button down. Dipadu jas semiwol hitam, setelan ini pas benar membalut tubuh Andrew Fastow, yang jangkung dan kukuh. Sepasang manset emas mengunci ujung lengan kemejanya. Menyembul dari balik lengan jas hitam, kilau manset itu seakan mencitrakan sosok pria yang bersinar di puncak karir pada usia 40 tahun. Rapi. Modis. Konservatif. Dua pekan lalu, saat melangkah ke hadapan sejumlah anggota Kongres AS, Direktur Keuangan Enron Corporation, Andrew Fastow, seolah mengembalikan kata-kata Yves Saint Laurent—dewa fashion asal Prancis—belasan tahun silam: ”Para bankir dan pelaku bisnis keuangan cenderung memikat kepercayaan nasabah mereka melalui gaya busana konservatif.”
Ukuran Saint Laurent agaknya tak berlaku untuk Andrew Fastow. Orang mungkin perlu berdebat keras untuk menetapkan apakah penampilan Fastow sekonservatif perilakunya. Geger Enron dua bulan terakhir justru membuat siapa pun bisa dengan mudah menuding gentleman kelahiran Washington ini tak lain dari pemain ambisius yang enteng saja melanggar etika dalam bisnis keuangan yang selalu menempatkan faktor kepercayaan di posisi nomor wahid.
Rekor gelap Fastow yang dicatat tim penyelidik internal menyusul pecahnya skandal Enron antara lain ini: kepala keuangan Enron Corporation ini telah memperkaya diri sebesar US$ 30 juta atau sekitar Rp 300 miliar dari hasil transaksi ilegal atas nama Enron. Para penyelidik juga menemukan Yayasan Keluarga Fastow menyapu bersih US$ 4,5 juta. Uang sebesar ini mengalir dari transaksi gelap Fastow dengan modal ”cekak”: US$ 25 ribu—yang dia mainkan hanya dalam waktu dua bulan. Pria ini juga disebut-sebut meraup sekitar US$ 23 juta dari penjualan saham Enron pada 1999 hingga 2000. ”Dia tahu persis kapan harus mengakhiri sebuah transaksi. Tak ada yang bisa melakukan lebih baik dari Andy,” ujar seorang kolega Fastow.
Tak aneh, kekayaannya terus bertimbun. Bahkan, pada saat Enron—yang mengalirkan segala kekayaan itu kepadanya—tumbang, Mister Fastow terus saja membangun rumahnya yang berukuran raksasa di permukiman mewah River Oaks, Houston. Fastow tak alpa melengkapi biografinya sebagai ”orang kaya plus” dengan mengoleksi sejumlah karya seni. Beberapa di antaranya pernah dipamerkan di Museum Seni Kontemporer Houston. Tapi ini baru sebagian dari kisah kehebatan Mister Fastow. Bau busuk dari kebangkrutan Enron akhirnya membuka lebar wajah Fastow yang lain: salah satu rekan kerjanya menjulukinya punya kepribadian ganda.
Di satu sisi, ia dikenal sebagai ”Andy yang pendiam, rendah hati, dan dermawan.” Masyarakat Yahudi di Houston, misalnya, akan selalu mengenang pria ini sebagai sosok yang gemar beramal jariah. Jutaan dolar dia alirkan melalui Yayasan Keluarga Fastow demi kemaslahatan kaum Yahudi di Houston. Ia pun ikut urun rembuk ataupun urun biaya untuk membangun Museum Holocaust di kota tempat tinggalnya. ”Ia sama sekali tidak ambisius, sehingga Anda tak akan pernah tahu apa pekerjaannya,” ujar Shaul Osadchey. Rabi tua ini memang punya tali silaturahmi yang erat dengan Fastow.
Wajah Fastow yang lain mulai terlacak lewat cerita seorang kawan lamanya. Sang kolega menggambarkan ayah dua anak ini memiliki kepribadian ganda. Dia dapat bersikap baik, tapi juga mudah bersikap agresif, dan suka jalan pintas. ”Dia tak cukup sabar menghadapi orang yang tak secerdas dirinya,” ujar salah satu bekas eksekutif Enron. Si eksekutif menggambarkan bagaimana Fastow ”menghajar” seorang rekan kerjanya yang tak bisa menjawab pertanyaan teknis. ”Amat sadis,” katanya.
Andrew Stuart Fastow lahir di Washington dan menghabiskan masa remajanya di New Jersey. Ia sudah menonjol sejak di masa sekolah dengan menjadi presiden dewan siswa. Minatnya pada dunia keuangan tumbuh sejak ia remaja. Alhasil, di saat kawan-kawannya pergi ajojing di klub dansa atau minum bir dingin di bar, ia justru keranjingan memelototi bursa saham. Fastow menamatkan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Tufts dengan spesialisasi ekonomi Cina pada 1983.
Berbekal ijazah M.B.A., dia mengawali karirnya di Bank Continental, Chicago. Ia meloncat ke Enron pada usia 29 tahun pada 1990. Dan Fastow cuma perlu delapan tahun untuk bertakhta di kursi kepala keuangan Enron. Tak mengherankan jika majalah keuangan CFO menganugerahinya ”Excellence Award for Capital Structure” karena skema keuangannya yang inovatif untuk menggusur utang.
Dibandingkan dengan kedua juragan besarnya—Kenneth Lay dan Jeffrey Skilling—Fastow adalah jagoan di balik tirai. Keahliannya membuat ia leluasa saja menggemukkan kantong pribadi. Dan celakalah para pemegang saham Enron. Sebab, diduga, permainan rahasia Fastow ”direstui” oleh Skilling. Hingga saat ini, belum diketahui seberapa besar peran Fastow dalam menjerumuskan Enron ke jurang kebangkrutan. Andrew Fastow rupanya memilih jalan ”konservatif” untuk menjawab pertanyaan itu: diam seribu basa.
Raihul Fadjri (The New York Times, Washington Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini