DI suatu masa, ia pernah bernama Darth Vader, sang kesatria Jedi yang menjual dirinya kepada iblis dalam film Star Wars. Di ”Kerajaan Enron” yang dikembangkan menjadi sebuah kekaisaran, Jeffrey Skilling, mantan chief executive officer (CEO) Enron itu, memang seorang sosok yang menggenggam seluruh kontrol perusahaan di dalam telapak tangannya. Kontrol total.
Tapi alangkah ajaibnya ketika masa keemasan itu berlalu. Tiba-tiba saja Skilling terserang penyakit pelupa meski usianya baru mencapai 48 tahun. Dalam kesaksiannya di Kongres AS bulan lalu, Skilling menyatakan lupa atau tak tahu ihwal penyebab kebangkrutan Enron sebanyak 19 kali. Ia mengaku tak tahu tentang deal bisnis ngawur Direktur Keuangan Andrew Fastow. Skilling juga dengan tegas menyebut kondisi keuangan Enron tak ada masalah saat ia keluar pada Agustus tahun lalu.
Ingatan Skilling terbukti pendek. Pendiri Enron, Kenneth Lay, dalam kesaksian tertulis sebanyak 17 lembar yang di-bacakan di depan Kongres AS pekan lalu, membantah semua pernyataan bekas anak emasnya tersebut. Lay mengatakan Skilling mengetahui detail-detail transaksi kemitraan yang membangkrutkan Enron. Lay juga menyatakan Skilling sangat terpukul setelah saham Enron melorot nilainya. Bahkan hal inilah yang sebenarnya mendorong Skilling mengundurkan diri. Semula, Skilling menyebut ia keluar karena alasan pribadi. Alasan ini sudah lama diragukan. Soalnya, jika Skilling bertahan empat bulan lagi di posnya, ia berhak menyimpan setengah dari US$ 4 juta (sekitar Rp 40 miliar) yang dipinjamnya dari Enron pada 1997. Karena keluar sukarela, ia harus membayar semua pinjamannya. Padahal, jika dipecat atau dipaksa mundur, ia berhak mendapatkan uang pesangon US$ 20 juta (sekitar Rp 200 miliar).
Skilling, yang beroleh gaji dan bonus senilai US$ 10,3 juta (sekitar Rp 103 miliar) untuk tahun 1999 dan 2000, Selasa pekan ini dijadwalkan akan kembali memberikan kesaksian di depan Kongres AS. Entah siasat apa lagi yang akan dipakainya untuk menghindar. Yang jelas, posisinya tengah gawat karena ia disebut-sebut sebagai biang kebangkrutan Enron yang sesungguhnya.
Padahal, awal tahun lalu, Skilling bukan hanya anak emas Kenneth Lay, tapi juga menjadi wujud paling gamblang keberhasilan The American Dream—alias sosok yang dianggap memenuhi sosok ideal Amerika. Sejak awal ketika dia bergabung dengan Enron pada 1990, Skilling tak pernah menyembunyikan keinginannya untuk memegang posisi kunci. Setelah 11 tahun menapak karir dari bawah, Skilling menggapai jabatan CEO. Saat itu, ia sesumbar bahwa Enron tidak saja paling unggul sedunia, tapi juga paling keren. Enron, yang semula ”hanya” perusahaan energi regional, diubahnya menjadi konglomerasi global dalam waktu singkat. Nilai saham Enron meroket dan Skilling pun dipuja-puji para analis dan investor. Keuntungannya pada awal tahun lalu memang menggila, US$ 1 miliar (sekitar Rp 10 triliun). Wajar bila saat itu Lay melontarkan sanjungan selangit, ”Jeff adalah contoh terbaik dari pemimpin yang saya cari.”
Skilling memang bukan bos bergaya konservatif. Ide lulusan Harvard Business School ini sering mengejutkan. Ia mengajak para eksekutifnya bersafari ke Afrika, menjelajahi Meksiko dengan sepeda motor, dan bertualang menyusuri wilayah liar Australia dengan mobil sport. Satu hal yang tak dilakukan Skilling adalah menjilat punggung para penguasa Washington seperti yang dilakukan Lay. Skilling menganggap para politisi di Washington bukan orang yang cerdas.
Skillinglah yang menyemaikan budaya persaingan yang efisien tapi brutal. Karyawan pecundang akan kena tendang, sementara para pengambil risiko akan beroleh imbalan setimpal bila perjudian mereka berhasil.
Contoh paling konkret dari filosofi kerja Skilling bisa di-lihat pada pertemuan tingkat dunia para wakil presiden Enron tahun 2000. Saat itu, Skilling memuji Louise Kitchen yang menggelindingkan perdagangan saham Enron via internet. Padahal Kitchen melakukannya dengan diam-diam karena Skilling sebelumnya berulang-ulang menolak gagasan bisnis ini. Tak mengherankan bila seorang bekas wakil presiden terpana dan berkata, ”Kau boleh melanggar aturan, curang, berbohong, asalkan menghasilkan uang.”
Perilaku Skilling yang sesungguhnya terlihat ketika ia mulai defensif saat saham Enron merosot. Tak lama sebelum pengunduran dirinya, ia berkali-kali mengatakan nilai saham tidak hanya akan pulih, tapi juga akan bernilai dua kali lipat.
Kisah petualangan Skilling juga punya bumbu sedap. Saat ini, ia tinggal di kawasan elite River Oaks di Houston ber-sama tunangannya, Rebecca Carter (sekretaris dewan Enron, yang bergaji US$ 600 ribu setahun pada 2001), setelah per-ceraiannya. Tak mengherankan bila Jeffrey Sonnenfeld, kawan lama Skilling di Harvard, punya komentar, ”Kisah Skilling bisa menjadi film Hollywood yang luar biasa.”
Yusi Avianto Parenom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini