Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Wajah Jakarta 2030

4 Juli 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akan nyaman hunikah Jakarta pada 2030? Pemerintah DKI Jakarta memprediksi jumlah penduduk bisa mencapai lebih dari 10 juta jiwa. Beban berat Ibu Kota menyebar ke kawasan penyangga. Kota yang sekarang berpenduduk 9,5 juta jiwa ini akan menjadi salah satu dari 20 megacity dan pusat ekonomi dunia.

Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010-2030 seharusnya bisa menjadi petunjuk bagi publik bagaimana cara kota ini mencapai tujuan itu. Namun sampai sekarang rancangan peraturan daerahnya masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ibu Kota tetap terjebak dalam tumpukan masalah yang sudah kita hafal dari tahun ke tahun: macet, banjir, polusi, angkutan umum tak berkualitas, fasilitas publik memprihatinkan.

Beberapa poin dalam draf RTRW 2010-2030 bisa menjadi gambaran wajah Jakarta 2030. Tapi banyak kalangan pesimistis dengan pencapaiannya. Tiga kali rencana tata ruang wilayah dibuat sejak 1965, tapi implementasinya selalu meleset.

Berikut ini daftar rencana itu:

1. Transportasi
Memakai konsep transit oriented development atau pengembangan pusat kegiatan angkutan massal, dengan menambah moda transportasi berbasis rel, jalan, dan angkutan air.

2. Lingkungan

  • Penataan kawasan dengan jumlah ruang terbuka hijau publik menjadi 14,27 persen dari total wilayah Jakarta. Yang privat mencapai 20,24 persen. Luas ruang terbuka hijau sekarang total 9,6 persen luas wilayah Jakarta.
  • Penataan kawasan ke wilayah sepanjang pantai, reklamasi pantai utara, bantaran sungai, waduk, dan situ.
  • Kapasitas kanal dan drainase akan meningkat untuk mencegah banjir.
  • Pemanfaatan air tanah secara berkala akan dikurangi.
  • Menyediakan sistem pembuangan hujan dan drainase yang cukup.

    Fakta Persoalan Jakarta

  • Kurangnya ruang terbuka hijau membuat air hujan yang tidak terserap mencapai 60,38 persen dari volume hujan setahun.
  • Pembangunan mass rapid transit terus tertunda. Seharusnya pembangunan mulai tiga tahun lalu. Namun molor menjadi 2012. Kalau lancar, baru enam tahun lagi penduduk Jakarta bisa memakainya.
  • Setiap penduduk bisa menghabiskan 60 persen waktunya di jalan dalam keadaan terjebak macet. Majalah Time pada 2009 menjuluki Jakarta sebagai tempat terbaik untuk belajar kesabaran.
  • Kepadatan di jalan membuat durasi kemacetan dalam sehari mencapai 8-10 jam per hari.
  • Bus Transjakarta yang ada sejak Januari 2004 tidak mampu mengurangi kemacetan. Daya tampung penumpangnya hanya 250 ribu komuter per hari dengan 10 koridor dan 524 unit bus. Padahal kebutuhan perjalanan di Jakarta mencapai 20,7 juta perjalanan per hari untuk 9,5 juta penduduk.
  • Pembangunan bangunan tinggi dan penyedotan air tanah berlebih membuat permukaan tanah menurun 10-20 sentimeter setiap tahun.
  • Jumlah bangunan tinggi mencapai 700 buah dan mal berjumlah 130 buah. Jakarta menjadi kota dengan jumlah mal terbanyak di dunia.
  • Banyaknya bangunan tinggi tidak diimbangi dengan pasokan air bersih dari perusahaan air minum. Kebutuhannya mencapai 925 juta meter per kubik per tahun, sementara pasokannya hanya 250 juta meter kubik. Sisa kebutuhan air bersih berasal dari air tanah.
  • Transportasi menyumbang emisi 19,61 juta ton setara karbon dioksida per tahun. Sehingga Jakarta menghasilkan emisi karbon 9.593 gram per kapita per hari, dari rata-rata emisi nasional 7.942 gram per kapita per hari.
  • Kecepatan rata-rata kendaraan hanya 8,3 kilometer per jam. Padahal lima tahun lalu 18 kilometer per jam. Penyebabnya, laju pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotor 9,5 persen.
  • Ruang terbuka hijau yang tersedia hanya 9,6 persen dari 661 kilometer persegi luas Jakarta. Perbandingan tanah terbangun dan lahan terbuka mencapai 74 banding 26 sehingga suhu rata-rata naik 31,48 derajat Celsius dari 26,48 derajat Celsius pada 1940.

    Kota Nyaman Huni

    Menurut lembaga survei kota ternyaman di dunia, Mercer, ada 10 kriteria kondisi kehidupan perkotaan yang mereka teliti. Salah satunya adalah kualitas sarana transportasi dan lingkungan. Karena itulah, kota-kota di Eropa masih mendominasi kota nyaman huni di dunia. Wina, Austria, menduduki tempat teratas kota dengan kualitas hidup terbaik untuk penduduknya pada 2010. Posisi kedua dan ketiga berada di Swiss, yaitu Zurich dan Jenewa.

    Kenyamanan hidup penduduk Asia tahun lalu menurun karena semakin meningkatnya ancaman kekerasan dan terorisme. Mercer melihat tren ini akan terus terjadi. Ditambah lagi, beberapa wilayah Asia sangat rentan terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, topan, dan badai. Auckland di Selandia Baru menjadi wilayah di kawasan Asia-Pasifik yang paling nyaman huni.

    Ikatan Ahli Perencanaan pernah melakukan survei serupa di 15 kota besar di Indonesia. Jakarta termasuk kota dengan indeks persepsi kenyamanan rendah. Kenyamanan warga terhadap kotanya hanya 54,26 persen. Pemicunya fasilitas umum yang tidak memadai serta kurangnya ruang publik—dan rawan kejahatan.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus